Menuju konten utama

Fatwa MUI tentang Tata Cara Sholat Tenaga Medis Corona Covid-19

Fatwa MUI tentang tata cara sholat para tenaga medis yang menangani pasien virus corona (Covid-19) diterbitkan pada 26 Maret 2020.

Petugas medis unit gawat darurat Melasari, menunjukkan ruang isolasi untuk pasien virus corona atau Covid-19 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Slamet, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Selasa (3/3/2020). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/aww.

tirto.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa berkaitan dengan tata cara sholat fardhu para tenaga medis yang bertugas menangani kasus virus corona (Covid-19) dan harus mengenakan APD atau Alat Pelindung Diri.

Fatwa MUI menyatakan para tenaga medis tersebut dapat melaksanakan ibadah sholat tanpa harus berwudhu atau bertayamum saat mereka dalam kondisi tidak suci dan tidak memungkinkan untuk bersuci.

Hal ini tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 17 Tahun 2020 yang disahkan Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh pada Kamis (26/3/2020), sebagaimana dilansir Antara.

"Dalam kondisi hadas dan tidak mungkin bersuci [wudhu atau tayamum], maka ia melaksanakan shalat boleh dalam kondisi tidak suci dan tidak perlu mengulangi [i’adah]," demikian penggalan isi Fatwa MUI Nomor 17 Tahun 2020 tersebut.

Hasanuddin mengatakan fatwa tersebut dapat menjadi pedoman tata cara sholat bagi para tenaga kesehatan yang memakai APD saat menangani pasien Covid-19.

Salah satu poin penting fatwa itu, kata dia, tenaga kesehatan Muslim yang merawat pasien virus corona dan harus memakai APD, tetap wajib melaksanakan shalat fardhu dengan catatan terdapat keringanan sesuai dengan kondisinya.

Pada kondisi tenaga medis berada dalam rentang waktu shalat dan memiliki wudlu, kata dia, maka boleh melaksanakan shalat dalam waktu yang ditentukan meski dengan tetap memakai APD. Pada kondisi sulit berwudlu, jika memungkinkan, mereka bisa bertayamum sebelum shalat.

Sementara apabila APD yang dikenakan tenaga medis Covid-19 terkena najis dan tidak mungkin melepas atau mensucikannya, kata Hasanuddin, mereka boleh tetap melaksanakan sholat dalam kondisi APD tidak suci, namun harus mengulangi shalat (i’adah) usai bertugas.

Selain itu, dia menegaksan saat jam kerja sudah selesai, atau sebelum mulai kerja, tenaga medis masih mendapati waktu shalat maka mereka wajib melaksanakan shalat fardhu sebagaimana mestinya.

Kemudian, kata Hasanuddin, dalam kondisi tenaga medis mulai bertugas sebelum masuk waktu zhuhur atau maghrib, dan tugasnya baru berakhir saat berada pada waktu ashar atau isya, mereka boleh melaksanakan sholat dengan jamak ta'khir.

Sementara dalam kondisi tenaga medis mulai bertugas saat masuk waktu zhuhur atau maghrib dan diperkirakan tidak dapat melaksanakan shalat ashar atau isya karena masih bertugas, yang bersangkutan boleh melaksanakan shalat dengan jamak taqdim.

"Dalam kondisi ketika jam kerjanya dalam rentang waktu dua sholat yang bisa dijamak [zhuhur dan ashar serta maghrib dan isya] maka ia boleh melaksanakan shalat dengan jamak," kata dia.

Hasanuddin menyatakan, bagi penanggung jawab bidang kesehatan juga wajib mengatur shift bagi tenaga kesehatan muslim yang bertugas, dengan mempertimbangkan waktu shalat.

Hal ini supaya para tenaga medis muslim tetap bisa menjalankan kewajiban ibadah, dengan tetap menjaga keselamatan diri.

Sebelumnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin sudah meminta MUI dan sejumlah Ormas Islam untuk mengeluarkan fatwa terkait dengan tata cara beribadah bagi para tenaga medis yang mengenakan APD saat menangani kasus Covid-19. Maruf juga meminta penerbitan fatwa mengenai tata cara penanganan jenazah pasien Covid-19.

"Kalau terjadi kesulitan mengurusi jenazah penderita Corona ini karena kurang petugas medisnya atau karena situasi yang tidak memungkinkan, sehingga ada kemungkinan untuk dimandikannya jenazah itu, saya ingin meminta MUI dan ormas Islam membuat fatwa," kata Ma'ruf di Kantor BNPB, Jakarta pada Senin lalu (23/3/2020).

Ma'ruf juga menyarankan agar MUI menerbitkan fatwa yang memperbolehkan para tenaga medis Covid-19, yang mengenanakan pakaian dekontaminasi (APD), untuk sholat tanpa berwudhu atau bertayamum.

"Ketika para petugas medis itu menggunakan alat pelindung diri, sehingga pakaian hazmat-nya tidak boleh dibuka sampai delapan jam, kemungkinan mereka kalau mau shalat tidak bisa wudhu, tidak bisa tayamum," Ma'ruf menjelaskan.

Dia meminta MUI mengeluarkan fatwa mengenai hal ini agar para tenaga medis yang muslim bisa melaksanakan ibadah sholat fardhu dengan tenang.

"Jadi harus ada fatwanya. Kalau dalam bahasa agama itu orang yang tidak punya wudhu, tidak tayamum tapi dia shalat. Ini sekarang sudah dihadapi oleh para petugas medis," ujar dia.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Penulis: Addi M Idhom