tirto.id - Namanya Farouk Achmad bin Asgar Ali. Dia lahir di Pandori, Pakistan, pada 4 Juni 1939. Farouk lulusan sekolah menengah Islam di Lahore, Pakistan, dan Al Irsyad Surabaya. Waktu muda, dia sempat terjun ke dunia tinju amatir.
”Tambahan nama Afero mulai muncul ketika menjadi petinju amatir,” tulis penyusun buku Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926-1978 (1979:193). Hingga wafat pada 13 April 2003, kata "Afero" tetap melekat di belakang namanya.
Farouk Afero dikenal sebagai aktor yang ikut mewarnai perfilman Indonesia dan kerap memerankan tokoh jahat. JB Kristanto mencatat dalam Katalog Film Indonesia 1926-2005 (2005:66), bahwa Farouk Afero pernah bermain dalam film Ekspedisi Terakhir (1964) yang dibintangi Ratno Timoer, Rendra Karno, Sukarno M Noor, Mieke Widjaja, dan Dicky Zulkarnaen.
Setahun kemudian, dia bermain dalam film perjuangan berjudul Madju Tak Gentar (1965) yang disutradarai Turino Djunaidy. Selain itu, masih di tahun yang sama, Farouk Afero juga bermain di film Segenggam Tanah Perbatasan bersama Suzanna. Warsa 1966, dia bermain bersama Bing Slamet dalam film Hantjurnya Petualang. Lalu pada 1967, Farouk Afero terlibat dalam film Kasih di Ambang Maut dan Sendja di Djakarta.
Jejak Farouk Afero sebagai pemeran antagonis dimulai dalam film Djakarta Hongkong Macao yang dirilis pada tahun 1968. Dia bermain bersama Rahayu Effendi, ibunya Dede Yusuf--mantan Wakil Gubernur Jawa Barat. Tahun berikutnya, dia ikut dalam film Laki-laki Tak Bernama dan Orang-orang Liar. Sementara pada 1970, Farouk Afero berperan sebagai germo dalam film Bernapas dalam Lumpur, sebagai gigolo yang kemudian jadi perampok dalam film Noda Tak Berampun, dan sebagai Mirta yang berkomplot membunuh si tuan tanah dalam film Tuan Tanah Kedawung.
Warsa 1971, dia bermain dalam film Kekasihku Ibuku--lanjutan dari Noda Tak Berampun dan Bernapas dalam Lumpur--dan masih berperan jahat sebagai Rais yang menculik anak. Pada tahun itu pula Farouk Afero bermain film bersama Poppy Dharsono dalam Matinja Seorang Bidadari, dengan peran sebagai pemilik klub malam yang kesepian dan memerkosa hostes.
Sementara dalam film Si Gondrong (1971), dia menjadi tokoh protogonis sebagai pendekar gondrong yang jatuh hati pada gadis yang pandai mengaji. Di akhir film, si Gondrong berhasil mengalahkan si Rombeng--yang diperankan Sukarno M Noor--jagoan yang dihasut si Mimin, mantan pacar si Gondrong yang binal.
Film lain yang dibintanginya bersama Sukarno M Noor adalah Lingkaran Setan (1972), yang skenarionya ditulis Misbach Yusa Biran. Dalam film itu Farouk Afero berperan sebagai Husin alias Boy--anak Hasan si jaksa kolonial--yang diculik oleh Tohir, seorang maling yang kasusnya pernah diurus Hasan. Tohir membesarkan Boy sebagai seorang penjahat kelas kakap.
Tohir dendam kepada Hasan karena dalam persidangan jaksa itu menyebut Tohir dilahirkan dan membawa darah jahat dalam dirinya. Yang membuat Tohir sakit hati bukan hukuman buang yang mesti ia jalani degan kondisi istrinya yang tengah hamil besar, tapi omongan Hasan yang membuat anaknya yang baru dilahirkan tak ada yang mau merawatnya hingga mati.
Dalam film Cucu (1973), dia berperan sebagai Dullah, pemabuk yang hendak menguasai harta keluarga. Masih di tahun yang sama, Farouk Afero bermain dalam film Ibu Sejati sebagai Sani yang mencari pembunuh ayahnya serta menghabisi tuan tanah yang dipelihara pemerintah kolonial Belanda. Film lainnya di tahun 1973 adalah Si Rano, Percintaan, dan Pelarian.
Memasuki tahun 1974, Farouk Afero tampil dalam film Atheis yang diadaptasi dari novel Atheis (1949) karya Achdiat K. Mihardja. Dia berperan sebagai Anwar. Selain itu, dia juga bermain dalam film Setitik Noda yang berperan sebagai Bambang yang playboy.
Tahun 1975, Farouk Afero mendapat peran sebagai Majid dalam film LailaMajenun yang disutradarai Syumandjaja. Majid adalah anggota geng yang ikut mencuri pistol polisi dan dipakai untuk membunuh orang. Menurut catatan JB Kristanto (2005:129), berkat film tersebut Farouk Afero memperoleh penghargaan sebagai pemeran pembantu pria terbaik dalam Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1976.
Selanjutnya dia kembali mendapat peran jahat dalam film Ganasnya Nafsu (1976), yakni sebagai Sahlan si perampok dan pemeras produser dengan mengumpankan istrinya. Film sohornya tahun 1976 adalah Si Doel Anak Modern yang lagi-lagi disutradarai oleh Syumandjaja. Dalam film itu dia berperan sebagai Sapii, kawan Doel—yang diperankan Benyamin Syueb. Film ini cukup laris di pasaran dan ditonton oleh 92.251 orang.
Film-film lainnya yang dibintangi Farouk Afero antara lain Selangit Mesra (1977), Kuda-Kuda Binal (1978), Karena Dia (1979), Ach Yang Benerrr... (1979), Cantik (1980), Fajar yang Kelabu (1981) Gadis Marathon (1981), dan Tapak-Tapak Kaki Wolter Monginsidi (1982). Hingga 1976, seperti disebut Tempo (10/07/1976), Farouk Afero telah bermain dalam 90 judul film.
Selain "meninju" para penonton dengan peran-peran jahatnya, Farouk Afero juga pernah menghantam dunia perfilman dengan menggunduli rambutnya dalam sebuah protes melawan diskriminasi terhadap film Indonesia yang dilakukan Gabungan Pengusaha Bioskop se-Indonesia (GPBSI),
Seperti dilaporkan Tempo edisi 29 Juni 1991, dalam aksi protes yang disebut “demonstrasi gundul sorangan wae” pada 8 September 1973, dia mencukur habis rambutnya di depan Gedung PWI Jaya. Setelah itu kemudian jalan kaki seorang diri ke Balaikota di Jalan Medan Merdeka Selatan. Tuntutannya adalah agar pemerintah bersedia menurunkan kuota film impor.
Editor: Irfan Teguh Pribadi