tirto.id - Fariz RM sering menyandang alat musik yang terlihat tak biasa dalam setiap aksinya. Sebutannya keyboard-guitar, disingkat keytar. Keyboard yang lazimnya menyerupai piano tiba-tiba mengerucut jadi mirip gitar, dicangklongkan di bahu. Bedanya, kalau gitar dipetik, instrumen itu bisa dimainkan dengan cara dipencet.
Perkakas musik berbentuk unik itu bukan hanya paduan keyboard dan gitar, ada pula unsur akordion yang membaur di situ. Sebelum Fariz, amat jarang musisi Indonesia yang menggunakan keytar pada awal dekade 1980-an itu.
Ia rupanya sedang memercikkan revolusi kecil di jagat permusikan nasional. Fariz membawa gairah baru, menerobos dominasi musik gaya lama, baik pop menye-menye maupun dangdut, yang amat populer di Indonesia waktu itu.
Fariz memperkenalkan teknologi Music Interface Digital Instrument (MIDI), yang ternyata baru bisa diterima lebih luas di Indonesia pada awal era 2000-an. Salah satu karya Fariz RM yang kental dengan nuansa MIDI adalah lagu “Barcelona”.
Jejak Awal Seorang Musisi
Fariz Rustam Munaf, kelahiran Jakarta tanggal 5 Januari 1961, memang berasal dari keluarga musisi. Ayahnya dikenal sebagai penyanyi di RRI (Radio Republik Indonesia), sedangkan ibunya, Anna Reijnenberg, adalah seorang guru les piano.
Dibimbing sang ibunda, Fariz mulai mengenal dan mempelajari musik. Seperti dilaporkan majalah Tempo (vol. 32, 2003), ia juga belajar dari pianis kenamaan Sunaryo Sunarto dan Prof. Charlotte Sutrisno JP, yang tidak lain adalah guru piano ibunya (hlm. 80).
Ketika usianya menginjak tahun ke-12, Fariz membentuk Young Gipsy bareng Debby dan Odink Nasution yang kelak sempat bergabung dengan God Bless. Mereka memainkan lagu-lagu blues dan rock.
Di sekolah, Fariz kecil bersama Addie MS, Adjie Soetama, dan Imran RN merancang operet untuk acara perpisahan di sekolahnya. Pada 1977, ia dan teman-temannya dari SMA Negeri 3 Jakarta, termasuk Raidy Noor, Erwin Gutawa, juga Ikang Fawzi, meraih juara III dalam Lomba Cipta Lagu Remaja Radio Prambors Jakarta.
Semasa kuliah di jurusan Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB), karier bermusik Fariz RM semakin menampakkan kecemerlangan. Ia bahkan kerap menjadi personil pengganti untuk dua band papan atas kala itu, yakni sebagai kibordis di Giant Step serta additional drummer untuk karya-karya pentas The Rollies.
Sejak 21 Agustus 1978, Fariz (drum) menggawangi Badai Band bersama Chrisye (bass), Yockie Suryoprayogo (keyboard), Ronny Harahap (keyboard), Berlian Hutahuruk (vokal), juga kawan masa kecilnya, Oddink Nasution (gitar). Band yang digagas Sys NS dan Eross Djarot ini sukses menghasilkan album ilustrasi untuk film Badai Pasti Berlalu.
Almarhum Chrisye masih ingat masa-masa itu. “Badai Band cukup sering tampil di berbagai acara hiburan,” ungkapnya kepada Albertine Endah dalam buku biografi bertajuk Chrisye: Sebuah Memoar Musikal (2007: 136).
Di pengujung dekade 1970-an, Fariz RM juga sempat membantu rekan musisi lainnya, seperti Keenan Nasution di band Gang Pegangsaan, juga mendukung kelompok musik dari Bandung pimpinan Harry Roesli.
Visi ke Depan Sang Seniman
Memasuki dasawarsa baru, Fariz RM mulai berani maju sendiri, bersiap meluncurkan album pribadi. Uniknya, ia memulai dengan album kedua bertajuk “Sakura” yang dirilis pada 1980. Hasilnya: sukses besar! Selain “Barcelona”, tembang “Sakura” amat lekat dengan Fariz hingga saat ini.
Di album “Sakura”, Fariz benar-benar menunjukkan totalitasnya dalam bermusik. Ia sosok musisi multitalenta, bisa menulis dan mencipta lagu, membuat aransemen, bahkan menyanyikannya sendiri. Fariz juga memainkan beragam alat musik, dari drum, piano, kibor, bass, hingga gitar.
Fariz baru memperkenalkan album solo pertamanya setelah “Sakura” meluncur. Album bertajuk Melangkah ke Seberang itu sejatinya sudah direkam sejak 1979, dan melibatkan nama-nama kondang macam Chrisye, Keenan Nasution, Utje F. Tekol, Raidy Noor, Yanti Noor, Yockie Suryoprayogo, hingga Iis Sugianto.
Selangkah ke Seberang menyiratkan visi dan konsep musik Fariz yang terbentang dalam usia menjelang 30 tahun. Dikutip dari buku Musisiku (2007) suntingan Denny Sakrie, sejak 1977, nama Fariz RM terpatri dalam dua proyek musik yang sering dianggap telah mengubah pola musik pop di Indonesia (hlm. 249).
Dua proyek musik yang dimaksud tidak lain adalah prestasi dalam Lomba Cipta Lagu Remaja Radio Prambors Jakarta dan album ilustrasi untuk film Badai Pasti Berlalu yang melegenda itu.
Selain mulai menyisipkan teknologi MIDI dalam lagu-lagunya, Fariz juga mengambil jalur di luar mainstream. Saat musik pop di negeri ini terbuai dengan tembang-tembang cengeng yang mendayu-dayu, Fariz menawarkan varian musik yang danceable, meramu berbagai jenis bunyi-bunyian yang sebenarnya masih asing bagi telinga awam orang Indonesia.
Karier Fariz RM terus berlanjut dan cenderung melejit sepanjang era 1980-an. Banyak kelompok musik yang ia bentuk serta ikuti, ada Wow!, Symphony, Transs, GIF, juga Jakarta Rhythm Section. Fariz sempat pula mengajar di Forum Musik Jack & Indra Lesmana.
Pesonanya kian melangit, nama Fariz RM pun tercatat sebagai salah satu musisi papan atas Indonesia dalam periode itu. Sampai tahun 2012, paman Sherina Munaf ini telah menghasilkan 21 album solo, 72 album kolaborasi, 18 album soundtrack, 27 album produksi, 1 album kompilasi, dan 13 album internasional yang dirilis di Eropa dan Asia Pasifik.
Sejak 1987, Fariz mulai bermain di belakang layar. Ia justru giat melukis meskipun masih sibuk di dunia suara dengan membikin jingle iklan dan ilustrasi musik untuk media elektronik, sinema, dan panggung teater. Pada 21 Agustus 2003, Fariz RM kembali muncul ke publik dengan menggelar konser akbar di Jakarta.
Buah Masalah Menjelang Senja
Fariz RM divonis mengidap kanker liver pada 1996. Sosok rupawan dan berbadan terawat yang pada masa jaya dulu digandrungi kaum hawa kini mulai menurun. Fariz terlihat semakin kurus seiring umur yang kian bertambah.
Memasuki milenium baru, Fariz tersandung sejumlah masalah, beberapa di antaranya bahkan terbilang serius. Awal Mei 2001, bom meledak di Asrama Mahasiswa Iskandar Muda, Manggarai, Jakarta Selatan, yang mengakibatkan korban nyawa.
Nama Fariz RM tersangkut insiden ini. Polisi menemukan surat yang ditulis Fariz kepada Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Teungku Abdullah Syafei, di lokasi peledakan bom.
Fariz segera memberikan klarifikasi. Surat itu sebenarnya ditujukan kepada Gubernur Aceh, Abdullah Puteh, dan dititipkan kepada Teungku Abdullah Syafei. “Alasan saya, untuk menghindari keberpihakan,” kilahnya, dinukil dari Gatra (26/05/2001).
Isi surat itu, lanjut Fariz, adalah permohonan izin kepada Gubernur Aceh untuk menggelar pertunjukan musik di Banda Aceh.
Beruntung Fariz lolos dari jerat hukum. Namun, pada 2007, ia tidak bisa mengelak lagi kendati dalam kasus yang berbeda. Tanggal 28 Oktober 2007, ia dibekuk aparat karena menyimpan 1,5 linting ganja seberat 5 gram yang dimasukkan dalam bungkus rokok.
Fariz kala itu divonis 8 bulan penjara, lebih ringan dari kehendak jaksa yang menuntut 1 tahun penjara. Ia kemudian direhabilitasi di Rumah Sakit Melia, Cibubur.
Sempat senyap, Fariz terjaring kembali pada 6 Januari 2015, lagi-lagi dalam kasus penyalahgunaan narkoba berupa heroin dan ganja. Fariz ditangkap di rumahnya di kawasan Bintaro. Ia lantas direhabilitasi lagi sebelum menjalani masa tahanan selama 8 bulan di Lapas Cipinang.
Fariz rupanya belum jera juga. Setelah bebas dan kembali aktif di kancah musik, ia diciduk untuk ketiga-kalinya pada 25 Agustus 2018 dini hari di kawasan Pondok Aren, Tangerang Selatan, atas kesalahan yang sama.
Umur Fariz RM kini lebih dari separuh abad. Seabrek karya dan pesonanya di masa lalu masih terjejak jelas. Seharusnya ini bisa menjadi warisan yang amat membanggakan di kemudian hari. Dengan catatan, jika ia berhenti menghancurkan diri sendiri.
Editor: Ivan Aulia Ahsan