tirto.id - Fariz Rustam Munaf atau Fariz RM, musisi yang identik dengan berambut warna putih, dan karyanya tertanam di hati generasi 1980-an kembali menjadi sorotan. Pria yang mahir memainkan berbagai alat musik dan membangun suasana musik yang atraktif dan lekat dengan lagu “Sakura” dan “Barcelona” lagi-lagi harus berurusan dengan penegak hukum.
Fariz diciduk Satresnarkoba Polres Metro Jakarta Utara. Ia kedapatan membawa dua paket plastik klip diduga sabu, 9 butir Alprazolan, dua butir dumolit, dan alat hisap sabu pada Jumat (24/8/2018). Kejadian ini menambah warna kehidupan musisi yang mulai bermain musik sejak umur 12 tahun.
Pengamat musik, Denny Sakrie dalam blognya menyebut Fariz akrab dipanggil dengan sebutan “Bule”. Denny mengistilahkan perjalanan hidup Fariz seperti bianglala. Penuh warna dan kerap membuat kagum.
Namun, ibarat bianglala, alur hidup Fariz terus berputar, bianglala itu harus merasakan berhenti di warna yang gelap. Penangkapan terhadap dirinya pada Jumat (24/8) hanya berselang beberapa hari setelah penampilannya di Prambanan Jazz Festival 2018, Sabtu (18/8/2018).
"[Fariz RM] diduga tersangka penyalahgunaan narkoba publik figur atau artis atas nama Fariz Roestam Moenaf," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono saat dikonfirmasi Tirto, Sabtu (25/8/2018).
Pihak keluarga penyanyi Fariz RM membenarkan perihal penangkapan Fariz atas kasus narkoba. Menurut Yuli, saudara sepupu Fariz, pembuat album "Do Not Erase" itu tak ditangkap saat berada di rumah.
"Orangnya (istri Fariz RM) nggak ada. Ini handphone-nya ditinggal semua," ucap Yuli seperti dikutip dari Antara.
Kejadian ini tentu jadi pukulan bagi Fariz dan keluarga. Selama rentang 11 tahun, sudah tiga kali paman dari Sherina Munaf itu ditangkap aparat kepolisian atas kasus narkoba. Pada 2007 silam, ia kedapatan membawa 1,5 linting ganja seberat 5 gram yang diselipkan di bungkus rokok.
Saat itu ia terjaring Satlantas yang menggelar razia dan digelandang ke Mapolsek Kebayoran baru. Kasus ini berakhir tak sampai ke ranah persidangan, Fariz hanya menjadi tahanan dan direhabilitasi di Rumah Sakit Melia Cibubur.
Ketergantungan pada Narkoba tetap membelenggu hidupnya. Delapan tahun setelahnya, Fariz kembali tangan menyimpan narkotika jenis-jenis heroin, ganja, dan sabu di kediamannya, pada (6/1/2015).
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Fariz terbukti secara sah melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika. Dia divonis mendekam di penjara selama delapan bulan. Namun saat dipenjara, Fariz mendapat potongan masa tahanan dua bulan. Ia dibebaskan sebagai narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cipinang, Jakarta Timur pada 17 Agustus 2015 yang lalu.
Satuan Reserse Narkoba, Polres Metro Jakarta Selatan sempat membuat video untuk kampanye bahaya Narkoba. Fariz menjadi salah satu orang yang didapuk untuk berbagi pengalaman.
“Daya rusak Narkoba itu sangat di luar ekspektasi kita. Jadi bagi yang belum pernah mencobanya, jangan pernah mencobanya,” kata Fariz RM dalam video itu.
Ia juga mengungkapkan sulitnya pulih dari ketergantungan Narkoba seperti sedia kala. Namun kala itu dia mengaku telah berhasil bebas dari Narkoba atas dukungan keluarga dan rekannya.
“Jadi perlu diingat bagi kita semua, untuk produktivitas dan kreativitas yang dibutuhkan adalah otak dan pikiran yang sehat,” ujarnya.
Namun, di luar persoalan hukum itu, Fariz sebagai musisi telah menggurat atmosfer baru dalam khazanah musik Indonesia.
“Konsep musiknya telah menghela kredo musikal futuristik. Jatidiri musiknya kian mengkristal saat merilis album debut ‘Sakura’ di tahun 1980,” kata Denny Sakrie.
Menurut Denny, Fariz bergaul dengan berbagai kalangan, tak terkotak pada peminat genre atau subgenre musik tertentu. Hasilnya Fariz mampu menyuguhkan kemampuan bermain dari berbagai genre dalam karyanya.
“Fariz memilih memainkan musik apa saja tanpa sekat genre sedikit pun. Fariz bermain genre pop, R&B, soul funk, blues, rock bahkan jazz sekalipun,” tulis Denny dalam blognya.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dieqy Hasbi Widhana