Menuju konten utama

Fakta Persidangan Kasus e-KTP yang Menyebut Setya Novanto

Setya Novanto mangkir dari panggilan KPK sebagai saksi korupsi e-KTP, pada Jumat (7/7/2017). Berikut ini adalah beberapa fakta persidangan terkait Novanto.

Fakta Persidangan Kasus e-KTP yang Menyebut Setya Novanto
Ketua DPR Setya Novanto (tengah) meninggalkan Gedung KPK usai diperiksa di Jakarta, Selasa (13/12). Setya Novanto diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan KTP elektronik tahun 2011-2012 dengan tersangka mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP sebagai saksi untuk tersangka pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, pada Jumat (7/7/2017). Namun, pria yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPR RI itu mangkir dengan alasan sakit.

Pemanggilan Novanto ini bukan yang pertama. Sebelumnya, ia sudah menjalani pemeriksaan pada 13 Desember 2016 dan 10 Januari 2017 untuk dua tersangka lain (kini sudah terdakwa), yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman serta mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri, Sugiharto.

Pada 6 April lalu, Ketua Umum DPP Partai Golkar ini juga pernah bersaksi dalam sidang kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam persidangan dan banyak kesempatan lain, politikus yang dikenal “licin” ini membantah jika dirinya terlibat dalam proyek ini.

Bahkan, dalam wawancara khusus dengan mingguan Tempo (edisi 13-19 Maret 2017), Novanto berani mengeluarkan pernyataan yang cukup mengejutkan. Ia membuat “sayembara” akan memberikan uang senilai Rp1 miliar kepada siapa saja yang bisa membuktikan dirinya terlibat korupsi.

Baca:Dulu 'Gantung Anas di Monas', Kini Novanto Janjikan Rp1 Miliar

Menelusuri Keterlibatan Novanto

Novanto mulai menjadi sorotan dalam kasus korupsi e-KTP ini setelah namanya disebut dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk terdakwa Irman dan Sugiharto. Politisi Partai Golkar ini bersama Andi Narogong disebut menerima dana sebesar 11 persen atau sejumlah 574 miliar 200 juta rupiah.

Pria kelahiran Bandung, 12 November 1954 itu diduga berperan mendorong sejumlah fraksi di DPR agar mendukung megaproyek e-KTP senilai Rp5,9 triliun.

Dalam surat dakwaan disebutkan, awal mula pembahasan anggaran proyek ini terjadi pada Februari 2010, ketika Burhanudin Napitupulu selaku Ketua Komisi II DPR saat itu meminta uang kepada Irman yang menjadi Direktur Jenderal Dukcapil. Mereka sepakat untuk menunjuk Andi Narogong yang memang sudah biasa menjadi rekan kerja di Kemendagri menjadi rekanan.

Irman kemudian mengarahkan Andi Narogong untuk menemui Sugiharto, dan mereka sepakat untuk menemui Novanto yang saat itu menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar untuk menindaklanjuti rencana pengadaan KTP berbasis NIK tersebut atau e-KTP.

Tujuan kunjungan tersebut untuk mendapatkan kepastian dukungan dari Novanto selaku ketua fraksi Partai Golkar dalam pengadaan proyek itu. Menindaklanjuti kesepakatan tersebut, Novanto bersama Andi Narogong dan Diah Anggraeni melakukan pertemuan di hotel Gran Melia Jakarta, pada jam 6 pagi beberapa hari kemudian.

Saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor, pada 29 Mei 2017, Andi Narogong mengakui jika dirinya pernah bertemu dengan Novanto sebanyak dua kali. Namun, ia membantah jika pertemuannya dengan Novanto itu berkaitan dengan pengaturan proyek e-KTP.

Dalam kesaksiannya itu, Narogong juga membantah ada pertemuan di hotel Gran Melia yang dihadiri dirinya, Irman, Sugiharto, mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraini serta Novanto.

Pengakuan Narogong tersebut berkebalikan dengan isi dakwaan Irman dan Sugiharto. Dakwaan Irman dan Sugiharto menyebut secara jelas bahwa Andi Narogong dan Novanto rajin bertemu untuk membahas pengaturan proyek e-KTP. Bantahan soal ini juga diungkapkan oleh Novanto.

Keterangan Narogong juga bertentangan dengan pengakuan sejumlah saksi di sidang e-KTP. Misalnya, di persidangan, mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraini pernah mengaku diundang oleh Andi Narogong untuk bertemu dengan Novanto di Hotel Gran Melia. Pertemuan yang juga dihadiri oleh Irman dan Sugiharto itu membahas pelaksanaan proyek e-KTP. Tentu, Andi Narogong maupun Novanto bisa saja mengelak dan tidak mengakui hal tersebut.

Namun, KPK telah menetapkan Narogong sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP ini, pada 23 Maret 2017 lalu.

Baca juga:Peran Andi Narogong Melobi DPR Berdasar Dakwaan JPU

Sementara itu, Novanto hingga saat ini memang masih berstatus sebagai saksi, meski telah dicegah untuk berpergian ke luar negeri terhitung sejak awal April 2017 hingga 6 bulan berikutnya.

Baca juga: Nama Setya Novanto Kembali Disebut dalam Tuntutan e-KTP

Novanto bisa saja mengelak dari fakta-fakta yang muncul di persidangan. Namun, yang jelas nama Novanto tidak hanya disebut dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto, melainkan juga tercantum dalam tuntutan JPU terhadap Irman dan Sugiharto yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, pada 22 Juni lalu.

Selama ini, Novanto memang dikenal sebagai politikus “licin” yang kerap lolos dari sejumlah kasus korupsi di mana namanya disebut-sebut terlibat. Ia bahkan sudah sering wira-wiri ke gedung komisi antirasuah sebagai saksi terkait kasus korupsi yang ikut menyeret namanya, termasuk dalam kasus e-KTP ini.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Hukum
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Maulida Sri Handayani