tirto.id - Dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang perdana kasus skandal korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP), di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (9/3/2017) menyebut peran Setya Novanto. Ia diduga berperan mendorong sejumlah fraksi di DPR agar mendukung megaproyek senilai Rp5,9 triliun.
Nama Ketua Umum DPP Partai Golkar yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua DPR itu juga disebut menerima “fee”. Dalam surat dakwaan disebutkan bahwa Novanto bersama Andy Agustinus alias Andy Naronggong menerima dana sebesar 11 persen atau sejumlah 574 miliar 200 juta rupiah.
Awal mula pembahasan anggaran proyek itu terjadi pada Februari 2010, ketika Burhanudin Napitupulu selaku Ketua Komisi II DPR saat itu meminta uang kepada Irman yang menjadi Direktur Jenderal Dukcapil. Mereka sepakat untuk menunjuk Andi Agustinus alias Andi Narogong yang memang sudah biasa menjadi rekan kerja di Kemendagri menjadi rekanan di Kemendagri.
Irman kemudian mengarahkan Andi Narogong untuk menemui Sugiharto, dan mereka sepakat untuk menemui Setya Novanto yang saat itu menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar untuk menindaklanjuti rencana pengadaan KTP berbasis NIK tersebut atau e-KTP.
Tujuan kunjungan tersebut adalah untuk mendapatkan kepastian dukungan dari Setya Novanto selaku ketua fraksi Partai Golkar dalam pengadaan proyek tersebut. Menindaklanjuti kesepakatan ini, Setya Novanto bersama Andi Narogong dan Diah Anggraeni melakukan pertemuan di Grand Melia Hotel Jakarta, pada jam 6 pagi beberapa hari kemudian.
“Dalam pertemuan itu, Setya Novanto menyatakan dukungannya dalam penyelenggaraan pembahasan anggaran proyek KTP berbasis chip atau KTP elektronik,” ujar JPU dari pihak KPK dalam persidangan, Kamis (9/3/2017).
Belum selesai, Andi kembali melakukan pertemuan dengan Setya Novanto di ruang kerjanya yang berada di lantai 12 Gedung DPR. Dalam pertemuan tersebut, JPU mengatakan bahwa Setya Novanto meyakinkan bahwa ia akan membicarakan proyek ini dengan pimpinan fraksi lainnya. Andi pun melakukam pertemuan juga dengan petinggi partai lainnya pada 2 Mei 2010, seperti Taufik Effendi, Arif Wibowo, M. Nazaruddin, ataupun Gamawan Fauzi
Seperti diberitakan sebelumnya, Setya Novanto mengklaim tidak menerima dana sebesar Rp150 miliar dari Andi Narogong. “Nggak bener [menerima dana]. Akan. kalau akan kalau akan itu bener atau nggak," ujar Setya di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/3/2017).
Selain itu, Novanto menegaskan tidak ada pertemuan antara dirinya dengan Nazarudin ataupun Anas Urbaningrum. "Pertemuan dengan saudara Nazar, Anas Urbaningrum dan Andi Narogong dan saya itu tidak benar apalagi akan menyerahkan akan menyerahkan dana," ujar Setya.
Dalam perkara e-KTP sudah ada dua tersangka, yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri, Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen, Sugiharto. Keduanya sudah mengajukan diri sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang membantu penegak hukum untuk membongkar perbuatan pidana.
Terdapat tokoh-tokoh besar yang pernah diperiksa sebagai saksi perkara ini di KPK, antara lain adalah Ketua DPR Setya Novanto yang juga menjadi ketua fraksi Partai Golkar periode 2011-2012, mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan periode 2004-2009 dan 2009-2013 Ganjar Pranowo, mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR M Jafar Hafsah, mantan pimpinan Komisi II DPR dari fraksi Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa, Ketua Komisi II sejak 2009 hingga Januari 2012 Chairuman Harahap, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dan sejumlah anggota DPR lainnya.
KPK juga menerima total pengembalian Rp250 miliar dari korporasi dan 14 orang individu. Pembagiannya Rp220 miliar dikembalikan oleh korporasi dan Rp30 miliar dikembalikan oleh individu, sebagian dari 14 orang yang mengembalikan itu adalah anggota DPR.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz