tirto.id - Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri menyebut pemerintahan Joko Widodo pelit menggelontorkan anggaran khusus untuk penanganan pandemi COVID-19, tidak sebesar angka Rp405,1 triliun yang diumumkan pemerintah pada 31 Maret.
Faisal mencontohkan jaring pengaman sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), yang anggarannya sudah dinaikkan sebelum COVID-19.
"PKH naik 25 persen, itu jumlah penerima dinaikkan. Itu sudah ada dalam RPJMN 2024. Jadi, please, yang seperti ini harus jelas ... Sudah dianggarkan sebelum COVID-19," kata Faisal dalam diskusi online, 24 April.
Merujuk Rancangan Pembangunan Nasional (RPJMN) 2019-2024, Kemensos memang sudah menaikkan anggaran untuk komponen ibu hamil dan anak usia dini dari Rp2,5 juta menjadi Rp3 juta. Jumlah penerima manfaat juga sudah dinaikkan menjadi 10 juta sesuai Perpres Nomor 61 tahun 2019 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2020. Semua kenaikan ini terjadi sebelum COVID-19.
"Jadi, biaya untuk penanganan Corona tidak sebesar itu (Rp405,1 triliun). Praktis, enggak ada stimulus sebenarnya kalau lihat magnitude tambahan dari APBN," katanya.
Staf Khusus Menteri Keuangan Masyita Crystallin menanggapi bahwa pendapat Faisal Basri "kurang lengkap" bila cuma menyoroti tambahan belanja dalam APBN. Alasannya, ada tiga sisi stimulus fiskal dalam anggaran yang dikerjakan pemerintah.
Pertama, sisi pengeluaran, yakni angka yang disebut Faisal Basri sebesar Rp73,4 triliun. Kedua, sisi penerimaan negara yang berkurang karena ada insentif pajak kepada dunia usaha, di antaranya pajak penghasilan (PPh 21), pajak impor (PPh 22), PPN impor, dan PPh 25.
"Selain penurunan alamiah akibat pertumbuhan ekonomi yang turun dan faktor lain seperti harga minyak turun," katanya.
Ketiga, ujar Masyita, item yang disebut "below the line" atau investasi pemerintah. Alokasi anggarannya Rp150 triliun untuk program pemulihan ekonomi nasional, difokuskan pada UMKM. Maka, total stimulus fiskal menjadi Rp405,1T, bukan hanya Rp 73,4 triliun, ujarnya.
"Selain itu, ada stimulus bersifat non-fiskal seperti penyederhanaan kegiatan perdagangan untuk memastikan ketersediaan bahan baku," tambah Masyita.
______
Artikel ini ada perubahan dengan menambahkan penjelasan lebih lengkap Staf Khusus Menteri Keuangan Masyita Crystallin pada 26 Apri.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Hendra Friana