Menuju konten utama

Faisal Basri: Anggaran Lawan Corona Bukan Rp405 T, Cuma Rp73,4 T

Faisal Basri menyebut anggaran tambahan untuk COVID-19 dan dampak ekonominya cuma Rp73,4 triliun.

Faisal Basri: Anggaran Lawan Corona Bukan Rp405 T, Cuma Rp73,4 T
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dan Pakar Ekonomi Faisal Basri menjadi nara sumber pada seminar Pilpres 2019 Ceria di Surabaya, Jawa Timur, Senin (17/9/2018). ANTARA FOTO/Zabur Karuru

tirto.id - Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri menyebut pemerintahan Joko Widodo pelit menggelontorkan anggaran khusus untuk penanganan pandemi COVID-19, tidak sebesar angka Rp405,1 triliun yang diumumkan pemerintah pada 31 Maret.

Faisal mencontohkan jaring pengaman sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), yang anggarannya sudah dinaikkan sebelum COVID-19.

"PKH naik 25 persen, itu jumlah penerima dinaikkan. Itu sudah ada dalam RPJMN 2024. Jadi, please, yang seperti ini harus jelas ... Sudah dianggarkan sebelum COVID-19," kata Faisal dalam diskusi online, 24 April.

Merujuk Rancangan Pembangunan Nasional (RPJMN) 2019-2024, Kemensos memang sudah menaikkan anggaran untuk komponen ibu hamil dan anak usia dini dari Rp2,5 juta menjadi Rp3 juta. Jumlah penerima manfaat juga sudah dinaikkan menjadi 10 juta sesuai Perpres Nomor 61 tahun 2019 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2020. Semua kenaikan ini terjadi sebelum COVID-19.

Faisal berkata, peningkatan belanja dalam APBN Perubahan hanya sekitar Rp73,4 triliun karena penerimaan negara turun tajam hingga Rp472 triliun.

"Jadi, biaya untuk penanganan Corona tidak sebesar itu (Rp405,1 triliun). Praktis, enggak ada stimulus sebenarnya kalau lihat magnitude tambahan dari APBN," katanya.

Staf Khusus Menteri Keuangan Masyita Crystallin menanggapi bahwa pendapat Faisal Basri "kurang lengkap" bila cuma menyoroti tambahan belanja dalam APBN. Alasannya, ada tiga sisi stimulus fiskal dalam anggaran yang dikerjakan pemerintah.

Pertama, sisi pengeluaran, yakni angka yang disebut Faisal Basri sebesar Rp73,4 triliun. Kedua, sisi penerimaan negara yang berkurang karena ada insentif pajak kepada dunia usaha, di antaranya pajak penghasilan (PPh 21), pajak impor (PPh 22), PPN impor, dan PPh 25.

"Selain penurunan alamiah akibat pertumbuhan ekonomi yang turun dan faktor lain seperti harga minyak turun," katanya.

Ketiga, ujar Masyita, item yang disebut "below the line" atau investasi pemerintah. Alokasi anggarannya Rp150 triliun untuk program pemulihan ekonomi nasional, difokuskan pada UMKM. Maka, total stimulus fiskal menjadi Rp405,1T, bukan hanya Rp 73,4 triliun, ujarnya.

"Selain itu, ada stimulus bersifat non-fiskal seperti penyederhanaan kegiatan perdagangan untuk memastikan ketersediaan bahan baku," tambah Masyita.

______

Artikel ini ada perubahan dengan menambahkan penjelasan lebih lengkap Staf Khusus Menteri Keuangan Masyita Crystallin pada 26 Apri.

Baca juga artikel terkait APBN 2020 atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Hendra Friana