tirto.id - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai, belum perlu dilakukan penambahan jumlah pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi 10 orang pada periode 2019-2024.
Fahri melihat keberadaan pimpinan MPR hanyalah simbolik saja sementara fungsi dan tugas pimpinan MPR tak terlalu signifikan.
Simbolik yang dimaksud Fahri adalah selama ini pimpinan MPR hanya terlihat pada acara-acara formal seperti melantik presiden-wakil presiden, dan berpidato dalam sidang tahunan MPR RI setiap tahunnya.
"Kalau ada sekarang, seperti sekarang cuma simbolik saja kayak cuma terima tamu, terus nanti mimpin sidang yang tugasnya hanya sekali dalam setahun atau sekali dalam lima tahun. Enggak ada yang terlalu menuntut sikap permanen dari kepemimpinan MPR itu," ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2019).
Fahri pun membandingkan kepemimpinan MPR dengan DPR dan DPD yang lebih jelas tugasnya sehingga memang perlu kepemimpinan yang sifatnya permanen.
Lain halnya dengan MPR, menurut Fahri, hanya memiliki tiga tugas besar yakni melantik presiden-wakil presiden, mengganti presiden-wakil presiden dan mengamandemen konstitusi.
"Itu yang saya tangkap ruhnya pasca amandemen jadi tidak ada lagi kepemimpinan yang tidak terlalu permanen," jelas Fahri.
Fahri tak mau berkomentar banyak bila memang penambahan jumlah pimpinan hingga 10 orang ini hanya untuk simbolik perwakilan setiap partai yang lolos ke parlemen.
Namun, bila melihat dari tugasnya ia menganggap tak rasional bila jumlah pimpinan MPR mencapai 10 orang.
"Kalau maksudnya simbolik saya enggak tahu. Kalau simbolik, kan, ya tidak rasional. Hanya simbolik supaya semua partai harus dalam kepemimpinan saya enggak tahu, kalau itu sih, kan, simbolik tapi kalau fungsional enggak ada fungsinya gitu," tegasnya.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno