tirto.id - Pasokan batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) PT PLN (Persero) dikabarkan menipis. Hal tersebut terjadi karena para pengusaha menahan suplai ke PLN sambil menunggu aturan Badan Layanan Umum (BLU) sebagai pemungut iuran batu bara terbentuk.
Mengenai adanya kondisi tersebut, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi menjelaskan perlu ada sanksi bagi para pengusaha yang sengaja menahan pengiriman batu baranya ke PLN.
"Melihat kondisi tersebut, Kementerian ESDM harus tegas memberikan sanksi larangan ekspor dan penghentian produksi bagi pengusaha batu bara yang membangkang terhadap ketentuan DMO," katanya, Kamis (4/8/2022).
Lebih lanjut, dia menjelaskan mengenai pemasok batu bara lebih memilih menahan pasokan batu bara ke PLN dibanding langsung menyuplai. Dia berharap pemerintah pengambil tindakan tegas. Jangan sampai pasokan PLN semakin susut, yang berpotensi menyebabkan krisis Batubara PLN jilid kedua.
"Berbeda dengan Sawit yang menerapkan skema BLU, penerapan BLU Batubara melanggar pasal 33 UUD 1945. Pasalnya, Batu bara merupakan kekayaan alam yang dikuasai negara untuk sebesarnya kemakmuran rakyat. DMO Batu bara merupakan implementasi pasal 33 UUD 1945. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah terkait Batu bara seharusnya DMO bukan BLU," ungkapnya.
Sebelumnya PT PLN (Persero) membeberkan bahwa saat ini para pemasok batu bara ogah melakukan kontrak penjualan batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) perusahaan. Kontrak tersebut baik sifatnya memperpanjang ataupun kontrak baru.
Hal tersebut diungkapkan oleh EVP Batubara PT PLN (Persero), Sapto Aji Nugroho. Ia bilang, PLN sedang menghadapi masalah fundamental yang sangat serius, di mana penambang batu bara yang kontraknya sudah berakhir enggan untuk melanjutkan kontraknya. Kemudian penambang yang belum berkontrak dengan PLN tidak ada yang mau berkontrak.
Enggannya penambang melakukan kontrak dengan PLN kemungkinan ditengarai oleh harga batu bara di pasaran internasional yang sedang tinggi atau saat ini hampir menyentuh level 400 dolar AS per ton. Sementara harga jual ke PLN dipatok hanya 70 dolar AS per ton.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Intan Umbari Prihatin