Menuju konten utama

Erick Thohir Ingin Batasi Anak BUMN, Tapi Itu Belum Cukup

Anak usaha BUMN yang bejibun membuat Menteri Erick Thohir mengambil keputusan untuk memperketat izin pendirian anak usaha BUMN.

Erick Thohir Ingin Batasi Anak BUMN, Tapi Itu Belum Cukup
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir (depan kiri) bersama Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo (depan tengah) dan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga (depan kanan) mengikuti rapat dengan Komisi VI DPR, di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (2/12/2019). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/ama.

tirto.id - Menteri BUMN Erick Thohir akan membuat peraturan yang dapat memperketat izin perusahaan pelat merah untuk mendirikan "anak dan cucu" usaha. Pernyataan ini ia sampaikan di hadapan anggota dewan Komisi IV dalam rapat kerja Senin (2/12/2019) lalu.

"Pembentukan anak usaha harus ada alasannya. Kalau alasannya enggak jelas, saya setop," kata Erick.

Setidaknya ada dua alasan yang membuat Erick mengambil keputusan itu. Pertama, jumlah anak usaha BUMN yang tidak terkendali. Hal ini pada akhirnya membuat penyehatan perusahaan negara menjadi sulit.

Satu perusahaan yang Erick jadikan contoh adalah PT. Krakatau Steel Tbk. Perusahaan baja yang saat ini terlilit utang hingga Rp40 triliun itu diketahui memiliki 60 anak usaha.

"Kalau bapak tanya bisa enggak bikin KS dalam waktu sepekan [sehat]? Ya enggak bisa. Makanya permen (peraturan menteri) ini harus dikeluarkan. Tapi di situ kita juga ada hak untuk me-review anak usaha ini," tutur dia.

Alasan kedua, banyak anak usaha BUMN yang bergerak di bisnis yang jauh berbeda dari induknya. Contohnya PT PANN Multi Finance. Anak usaha perusahaan ini mengelola dua hotel, padahal PT PANN sendiri adalah perusahaan pembiayaan kapal.

"Kami akan bikin yang namanya kembali ke corebusiness,” katanya.

Anak Usaha Demi Genjot Laba

Menjamurnya anak, cucu, hingga cicit usaha BUMN sebenarnya bukan tanpa sebab. BUMN selama ini dituntut mencetak laba sebesar-besarnya. Untuk di sektor usaha tertentu atau di pasar yang ceruknya besar, laba adalah niscaya.

Faktanya hanya segelintir BUMN yang berkontribusi signifikan meningkatkan penerimaan negara. Tahun lalu, 76 persen kontribusi BUMN ke negara disumbangkan oleh hanya 15 perusahaan--setara Rp160 triliun, padahal jumlah BUMN saat ini ada 142.

Sebaliknya, tak sedikit BUMN yang bergerak di sektor usaha yang minim pasar atau kurang prospektif. Anak usaha tidak lain dan tidak bukan didirikan untuk meraup laba di luar bisnis inti.

Salah satu yang melakukan itu adalah PT Pegadaian. Ia ini memiliki pelbagai lini usaha mulai dari penyaluran tenaga kerja, perhotelan, bahkan hingga bisnis kopi yang saat ini sedang tren.

"Spirit-nya dulu, kan, kebijakan pemegang saham yang lama minta BUMN yang punya aset tidak optimal itu supaya dilakukan optimalisasi aset. Istilahnya ya daripada menganggur ya dibuat hotel," kata Kepala Humas PT Pegadaian Basuki Tri Andayani kepada reporter Tirto, Rabu (04/12/2019).

Meski begitu, keberadaan anak usaha belum tentu mendongkrak pendapatan induk usaha. Dalam kasus Pegadaian, hingga kuartal III/2019, kontribusi hotel hanya Rp31 miliar atau setara 0,3 persen dari total pendapatan sebesar Rp9,74 triliun.

Demikian pula dengan Krakatau Steel. Meski memiliki 60 anak usaha, mereka masih merugi berturut-turut dalam 7 tahun terakhir.

Sepanjang 2018, Krakatau Steel membukukan rugi sebesar 77 juta dolar AS. Angka ini naik 3 kali lipat dari rugi perseroan pada 2012 sekitar 20 juta dolar AS. Rugi perseroan hingga kuartal III/2019 membengkak menjadi 215 juta dolar AS.

Menurut Sesmen BUMN periode 2005-2010 Said Didu, keberadaan anak usaha sebenarnya berpotensi mendongkrak kinerja induk usaha. Dengan syarat, mereka harus bergerak di sektor yang berkaitan dengan bisnis inti induk usaha.

"Lihat Telkomsel (anak usaha PT Telkom). Kan sehat. Pupuk Indonesia yang sehat itu anak perusahaannya. Semen juga anaknya yang bikin sehat. Jadi rata-rata anak usaha yang dekat dengan bisnis inti itu pada sehat," jelasnya.

"Hampir semua yang di luar core bisnisnya itu rugi, termasuk hotel itu," tambah Said.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada Fahmi Rady menilai keputusan Erick membatasi pendirian anak usaha BUMN cukup tepat, tapi tak terlalu berani.

"Erick harus berani restrukturisasi BUMN yang begitu banyak. Untuk anak usaha BUMN yang selama lima tahun terakhir merugi terus itu harusnya dijual atau dipailitkan," tutur Fahmi.

Di lain kesempatan, Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan keputusan Erick tepat, tapi juga dengan catatan seperti Fahmi. Menurutnya sebelum memperketat izin, ada baiknya pemerintah terlebih dulu memperbaiki kendala-kendala yang dihadapi BUMN saat ini untuk mengelola aset tidak produktif.

Menurutnya BUMN sebenarnya tak ingin mendirikan anak usaha di luar bisnis inti. Hanya saja, desakan untuk mengoptimalkan aset dari pemerintah sangat kuat. Alhasil segala cara dilakukan agar aset itu tidak idle atau produktif, mulai dari mendirikan hotel, restoran, bisnis kopi dan lain sebagainya.

Untuk itu, ia tidak menyalahkan BUMN yang banyak mendirikan anak usaha.

"Ketentuan mengenai aset BUMN itu membuat ruang gerak direksi BUMN imenjadi sempit. Salah sedikit aja mereka bisa terkena kasus karena dianggap merugikan negara," jelas Piter.

Baca juga artikel terkait KEMENTERIAN BUMN atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Ringkang Gumiwang