Menuju konten utama

Elektabilitas Jokowi Turun, Prabowo Tidak Naik, Butuh Figur Baru?

Bagi PKS keinginan masyarakat mengganti pemimpin dalam survei tak berarti elektabilitas Prabowo menguat.

Elektabilitas Jokowi Turun, Prabowo Tidak Naik, Butuh Figur Baru?
Presiden Jokowi di atas kuda tunggangan didampingi Prabowo Subianto menjawab wartawan, di Padepokan Garuda Yaksa, Desa Bojong Koneng, Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Senin (31/10) siang. (Foto: Humas/Rahmat)

tirto.id - Partai pendukung pemerintah berbeda pandangan dengan oposannya soal survei Median yang menyatakan sebagian besar publik ingin ada pergantian pemimpin. Bagi Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera survei tersebut merefleksikan kegagalan Presiden Jokowi bekerja.

“Saya melihatnya kerjanya salah arah. Tidak membawa dampak bagi tingkat kesejahteraan masyarakat,” kata Mardani kepada Tirto, Senin (16/4/2018).

Mardani mencontohkan masih tingginya angka pengangguran di Indonesia, naiknya harga bahan pokok dan bahan bakar pertalite. Menurutnya tiga persoalan itu terjadi karena pemerintah salah membuat kebijakan ekonomi.

Tidak hanya itu, Mardani menilai pemerintah belum mampu memberi akses kemudahan kepada publik untuk mengembangkan ekonomi. Ini tampak dari masih banyaknya regulasi yang tumpang tindih terkait permodalan. Padahal menurutnya masalah utama pengembangan ekonomi masyarakat terdapat pada akses teknologi, permodalan, dan pasar.

"Harusnya segera dirapikan tentang regulasi yang membuat masyarakat susah untuk bisnis, mendapat pinjaman, bantuan teknis," kata Mardani.

Tidak Berarti Prabowo Menguat

Namun Mardani tidak melihat survei Median sebagai indikator penambahan kekuatan Prabowo. Karena, menurutnya, baik elektabilitas Jokowi maupun mantan Danjen Kopassus tersebut tidak mengalami perubahan angka yang signifikan dibanding survei-survei sebelumnya.

"Kalau menurut saya ini berarti masyarakat butuh sosok pemimpin baru di luar nama itu. Angkanya stuck begitu," kata Mardani.

Anggota Komisi II DPR ini memberikan kriteria pemimpin alternatif tersebut haruslah berasal dari sosok yang muda. "Dia harus prorakyat dan bisa memberikan akses pada masalah-masalah ekonomi," kata Mardani.

Saat disinggung mengenai nama Gatot Nurmantyo dan Anies Baswedan, Mardani tidak mau berpendapat soal keduanya. Ia bahkan membantah internal PKS telah membahas dua nama sebagai bakal capres maupun cawapres. "Sampai saat ini kami masih fokus pada 9 nama yang disetujui majelis syuro PKS," kata Mardani.

Sebaliknya, tanggapan dingin atas survei Median dilontarkan Bendahara Fraksi PDIP Alex Indra Lukman. "Saya tidak tahu metodologinya dan orderan siapa," kata Alex kepada Tirto.

Meski begitu, Alex menganggap survei tersebut akan tetap menjadi evaluasi di internal PDIP untuk kembali menggalakkan upaya memenangkan Jokowi sebagai presiden. "Apapun hasil metodologinya tentu menjadi bahan buat kami untuk mawas diri dan bekerja lebih keras lagi," kata Alex.

Pengamat Politik UIN Jakarta, Adi Prayitno menilai hasil survei Median layak dijadikan evaluasi oleh tim Jokowi. Karena, menurutnya, survei tersebut memgambil margin galat yang sangat rendah.

"Ini adalah alarm untuk Pak Jokowi agar bekerja lebih baik. Artinya masih ada sebagian masyarakat yang tidak puas dengan kebijakan pak jokowi," kata Adi.

Adi menilai turunnya elektabilitas Jokowi dan tingginya angka ketidakpuasan publik tidak lepas dari pengaruh kebijakan Jokowi menaikkan harga pertalite secara diam-diam. Menurutnya, kebijakan tersebut menjadi antitesa dari kebijakan populis mantan Wali Kota Solo tersebut, seperti mengunjungi Asmat.

"Nah saat disurvei dilaksanakan berbarengan dengan kebijakan dilakukan, program yang populis jadi tidak ada artinya," kata Adi.

Selain itu, kata Adi, hasil survei tersebut juga dipengaruhi situasi politik yang makin mengarah kepada kritik-kritik dari partai oposisi terhadap pemerintahan Jokowi, seperti tagar #gantipresiden2019. Kritik tersebut menurutnya mendapatkan justifikasi dengan kebijakan ekonomi pemerintah yang tidak tepat sasaran. Sehingga, kata Adi, sebaiknya Jokowi segera membuat kebijakan yang lebih prorakyat atau minimal bisa menjelaskan kepada publik terkait kebijakan-kebijakan yang sudah dilakukannya.

"Untungnya Pilpres masih jauh. Jadi masih banyak waktu berbenah," kata Adi.

Hasil survei politik Lembaga Media Survei Nasional (Median) dengan 1200 responden dan margin galat lebih kurang 2,9% dan tingkat kepercayaan lebih 95% menyatakan 46,37% responden menginginkan pergantian pemimpin dan 45,22% menginginkan Jokowi kembali menjadi presiden.

Dalam survei ini 15,6% responden menganggap kesenjangan ekonomi sebagai masalah utama di Indonesia. Masalah lain yang dianggap penting adalah tingginya harga bahan kebutuhan pokok (13,1%) dan korupsi (10,1%).

Secara elektabilitas, dalam survei ini, Jokowi semakin mengalami penurunan keterpilihan. Ia hanya mendapatkan 36,2% dukungan mengungguli elektabilitas Prabowo 20,4%, Gatot 7%, Jusuf Kalla 4,3%, dan Anies Baswedan 2%.

Sebelumnya, dalam survei Populi Center pada Februari 2018, elektabilitas Jokowi juga mengalami penurunan menjadi 52,8% dari 54,9% di bulan Desember 2017. Sementara, saat itu Prabowo mendapatkan 15,4% atau turun 3,5% dari Desember 2017. Dilihat dari perbandingan hasil survei kedua lembaga tersebut, elektabilitas Prabowo justru mengalami peningkatan sebesar 5%.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Muhammad Akbar Wijaya