tirto.id - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 18 tahun penjara kepada terdakwa Anang Achmad Latif. Hukuman itu dijatuhkan atas dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tower BTS 4G BAKTI Kominfo.
Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri menyatakan bahwa Anang terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Menjatuhkan pidana penjara selama 18 tahun dan denda Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayarkan diganti 6 bulan kurungan," ujar Fahzal Hendri dalam persidangan, Rabu (8/11/2023).
Selain hukuman kurungan badan, mantan Direktur Utama BAKTI tersebut juga dikenakan denda uang pengganti senilai Rp5 miliar. Uang tersebut telah lebih dahulu diberikan Anang melalui kakaknya senilai Rp6.711.204.300.
"Dan sisanya sebesar Rp1.711.204.300 dikembalikan kepada terdakwa," ucap Fahzal.
Atas putusan tersebut, hakim menanyakan kepada pihak Anang dan kuasa hukum apakah akan melakukan upaya hukum lanjutan. Meski memiliki waktu tujuh hari setelah putusan, namun tim kuasa hukum Anang menyatakan akan langsung memutuskan melakukan upaya hukum lanjutan.
"Kami akan banding Yang Mulia," kata kuasa hukum Anang, Aldres Napitupulu.
Sebelumnya diberitakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Ahmad Anang Latif 18 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 12 bulan kurungan. Selain itu, JPU juga menuntut Anang dikenakan uang pengganti Rp5 miliar atau kurungan satu bulan apabila tidak bisa membayarnya.
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan BTS 4G BAKTI Kominfo ini penyidik Kejagung telah menetapkan 16 tersangka. Terdapat enam orang yang sudah berstatus terdakwa, yakni Ahmad Anang Latif, Johnny G. Plate, Yohan Suryanto, Galumbang Menak Simanjuntak, Irwan Hermawan, dan Mukti Ali.
Sementara itu, 10 tersangka lainnya, yakni Windi Purnama, Muhammad Yusrizki, Jemy Sutjiawan, Evano Hatorongan, Muhammad Feriandi Mirza, Walbertus Natalius Wisang, Edward Hutahaean, Sadikin Rusli, Muhammad Amar Khoerul, dan Achsanul Qosasi. Para tersangka ini masih proses pemberkasan hingga proses penyidikan lanjutan.
Kasus korupsi ini bermula ketika BAKTI Kominfo ingin memberikan pelayanan digital di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal. Kominfo membangun infrastruktur 4.200 site BTS. Dalam pelaksanaan perencanaan dan pelelangan, ada indikasi para tersangka merekayasa proses sehingga dalam pengadaannya tidak terjadi persaingan sehat.
BAKTI merupakan unit organisasi non-eselon di lingkungan Kominfo yang menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum. BAKTI berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan dipimpin oleh Direktur Utama.
Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp8.032.084.133.795. Angka tersebut merupakan hasil analisis Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kerugian berupa biaya kegiatan penyusunan kajian pendukung, mark up harga, dan pembayaran BTS yang belum terbangun.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Fahreza Rizky