tirto.id - Isu pertumbuhan ekonomi terus menjadi komoditas kampanye kedua pasangan calon di Pilpres 2019. Bahkan, baru-baru ini Cawapres 02 berjanji mendorong pertumbuhan hingga 6 sampai 6,5 persen, atau jauh di atas capaian pada tahun 2018: 5,17 persen.
Saat menanggapi hal ini, pengajar Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi berpendapat Indonesia sebenarnya berpeluang memiliki pertumbuhan ekonomi hingga 7 persen.
Menurut dia, salah satu cara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ialah dengan menghapus banyak aturan yang menghambat perkembangan inovasi.
Fithra menjelaskan inovasi sebagai penopang sumber pertumbuhan ekonomi alternatif selama ini baru muncul dari inisiatif masyarakat.
"Kalau kita bicara inovasi ini, yang jalan adalah komunitas. Bukan dari pemerintah," kata dia saat dihubungi reporter tirto pada Rabu (10/4/2019).
Bila pemerintah gagal menciptakan iklim inovasi yang kondusif, kata dia, industri akan kesulitan berkembang. Akibatnya, penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi baru gagal terwujud.
Oleh karena itu, Fithra menambahkan, pemerintah sebagai pembuat kebijakan dituntut lebih peka terhadap perkembangan zaman, terutama dalam hal teknologi. Kebijakan yang salah, kata dia, justru akan menghambat kemunculan industri-industri baru berbasis inovasi teknologi.
"Pemerintah [saat ini] justru gagap dalam melihat aktor-aktor inovasi. Kemudian memberikan pajak yang berlebihan, [seperti] pajak e-Commerce [yang] kemudian ditarik lagi," ujar Fithra.
"Ini kan kebijakannya enggak konsisten. Kemudian menaikan tarif ojek online. Itu yang kemudian bisa mengganggu ekosistem juga dan hal-hal seperti ini yang kemudian membuat segala sesuatunya crowding out [gaduh] dan nampak kontraproduktif," tambah dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Addi M Idhom