Menuju konten utama

Ejekan Tentara Belanda untuk Maung Siliwangi

Waktu zaman revolusi, lambang maung Siliwangi pernah jadi bahan olok-olok tentara Belanda: Lieve Poesje alias kucing-kucing yang manis.

Ejekan Tentara Belanda untuk Maung Siliwangi
Macan Tangsi. Tirto/Sabit

tirto.id - Selama lebih dari 70 tahun, maung atau harimau menjadi hewan keramat bagi Komando Daerah Militer Siliwangi di Jawa Barat dan Banten. Ia menjadi maskot di seluruh markas Kodim maupun Koramil, yang menunjukkan kegarangan serdadu untuk apa yang mereka sebut "membela tanah air dan bangsa Indonesia." Tetapi maskot ini, dengan mulut lebarnya yang (seharusnya) menggambarkan auman seram, dikomentari oleh warga internet dengan nada iseng belaka saking buruk rupa dan lucu dan bikin geli.

Alhasil, sebuah patung maung Siliwangi di Koramil 1123 Cisewu, Garut, harus dibongkar. Pelenyapan patung itu langsung atas perintah Panglima Kodam Siliwangi Mayor Jenderal Muhammad Herindra.

Tangsi tentu saja punya alasan semau aing buat bikin pemitosan soal maskot maung demi menopang semangat ketentaraan. "Macan kuning (harimau atau maung) adalah lambang kebesaran Prabu Siliwangi sebagai kiasan kekerasan hati, kebulatan tekad, dan daya capai (seorang prajurit TNI),” demikian dalam buku Siliwangi dari Masa ke Masa (1977).

Menurut buku tersebut, 20 bintik-bintiknya adalah tanggal kelahiran, 5 helai kumis di kanan dan 5 helai kumis di kiri adalah bulan kelahiran (Mei), dan 46 jambrong adalah tahun kelahirannya (1946). Jadi Siliwangi berdiri pada 20 Mei 1946.

Ketika itu, Siliwangi menjadi divisi baru yang menggabungkan 3 divisi di Banten dan Jawa Barat: Divisi-I yang beroperasi di Keresidenan Banten dan Bogor dengan markas di Serang; Divisi-II di Keresidenan Jakarta dan Cirebon dengan markas di Linggarjati; dan Divisi-III di Keresidenan Priangan dengan markas di Bandung. Divisi baru yang bernama Siliwangi ini bermarkas di Tasikmalaya. Siliwangi sering disingkat sebagai Slw.

Macan Tangsi

Cerita bagaimana maung menjadi maskot resmi Siliwangi bermula dari ide Kolonel Abdul Haris Nasution, panglima Divisi Siliwangi yang menduduki jabatan tersebut hingga 1948. Ketika Siliwangi berdiri, ia perintahkan bawahannya mencari jago gambar untuk melukis kepala harimau atau maung. Didapatilah Barli Sasmitawinata, pelukis yang sohor di Bandung.

Semula Barli hampir tidak jadi melukiskan maung tersebut. Melalui istrinya, Atikah Barli, menyampaikan agar pembuatan lambang Divisi I Siliwangi itu diserahkan kepada pelukis lain. "Tetapi Panglima Divisi I Siliwangi ketika itu menghendaki agar rencana pembuatan lambang dilukis oleh Barli sendiri,” tulis Nakisbandiah dalam My Life With Barli (2014). Akhirnya Barli mengerjakan pesanan tangsi.

Barli membuat tiga sketsa harimau dengan menawarkan semula konsep Macan Lodaya. Pihak Siliwangi memilih salah satunya. "Barli menciptakan lambang Divisi Siliwangi yang pertama pada 1946. Lambang ini dibuat sederhana," tulis Her Suganda dalam Wisata Parijs van Java (2011). “Gambar harimau pada setiap emblem dibuat secara manual di atas kain belacu putih, dilapisi kertas karton berbentuk bundar dengan garis tengah sekitar delapan sentimeter.”

Lambang yang dibuat Barli itu segera dijadikan emblem atau simbol di bagian lengan seragam para prajurit Siliwangi hingga sekarang.

Menurut Nakisbandiah, “Pembuatan dasar dari emblem dikerjakan oleh Bapak Emay pemilik "Emay Tailor" di Jalan Stasiun No. 29, Tasikmalaya. Cara pembuatannya sederhana sekali.” Emay adalah penjahit keturunan Tionghoa.

Karena buatan tangan, bahkan dibuat dengan terburu-buru, maka bentuk emblem harimau itu, yang diproduksi massal buat seragam tentara, agak kacau dan terlihat seperti kucing. Menurut catatan Her Suganda dan keterangan di situsweb Museum Barli, karena bentuk maung itu asal-asalan, yang tidak sama dengan harimau sebenarnya melainkan lebih mirip kucing, pemitosan lambang maung Siliwangi ini bahkan jadi bahan olok-olok tentara Belanda.

Tentara Belanda mengejeknya sebagai "lieve poesjes" alias "kucing-kucing yang manis". Tentara Belanda membandingkan lambang Divisi Siliwangi itu dengan Tijger Brigade, pasukan pimpinan Kolonel van Langen yang menyerbu Yogyakarta dalam Agresi Militer II pada Desember 1948. Singkatan Siliwangi (Slw) juga sering jadi bahan plesetan oleh kelompok sayap Kiri yang anti-Nasution sebagai "stoot leger Wilhelmina." Maksudnya: tentara tukang kepruk (Ratu Belanda) Wilhelmina.

Lepas dari segala hal menjengkelkan dan parodi yang disematkan terhadap lambang maung, pasukan Siliwangi menjadi tentara andalan pemerintahan kabinet Hatta terutama saat menyikat kaum Komunis dan para pendukungnya dalam peristwa Madiun 1948.

Selain berperan di Madiun, menurut Siliwangi dari Masa ke Masa, pasukan Siliwangi juga terlibat dalam penumpasan pasukan Andi Azis, Republik Maluku Selatan, Angkatan Perang Ratu Adil, PRRI-Permesta dan operasi-operasi militer lain pada 1950-an saat daerah-daerah mulai kecewa (salah satunya) dengan langkah politik Jakarta yang memilih jalan unitaris.

Prestasi itu hingga kini, setidaknya dalam buku TNI, sangat dibanggakan maung-maung Siliwangi. Dan maung, pada dasarnya, selalu ingin terlihat garang.

Baca juga artikel terkait HARIMAU atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Humaniora
Reporter: Petrik Matanasi
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Fahri Salam