tirto.id - Massa Aksi Bela Tauhid membantah gerakannya ditunggangi kepentingan politik. Salah satu perwakilan orator Aksi Bela Tauhid Jilid II, Eggi Sudjana menyatakan bahwa tindakan mereka murni untuk membela tauhid.
Eggi mengatakan bahwa tudingan aksinya ditunggangi kepentungan politik tidaklah berdasar.
"Ukurannya fakta. Apa kepentingan politik yang disampaikan? Kan enggak ada," ujar Eggi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM, Jakarta pada Jumat (2/11/2018).
Orasi yang disampaikan sejauh ini dari massa bela Islam, dikatakannya tidak pernah bermuatan kampanye, misal menuntut ganti presiden.
"Ini murni membela kalimat tauhid. Ini salah sasaran dan malah fitnah baru," ujarnya.
"Kalau saya memanfaatkan saya pakai aja baju tim sukses. Kampanye sekalian," ujarnya
Eggi menekankan Aksi Bela Tauhid hinga Jilid II yang dilakukannya pada Jumat untuk menuntut penyelesaian kasus pembakaran bendera tauhid dan meluruskan pemahaman bahwa bendera yang bertuliskan "Lailahailallah" adalah bendera seluruh umat Islam, bukan bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
"Paling krusial itu menentukan yang dibakar itu bendera apa menurut keterangan Wakapolri dari Banser yang bakar dianggap bendera HTI. Sementara HTI sendiri menyatakan enggak ada bendera. Tapi tadi diupdate katanya ada," ujarnya.
Sementara massa berpendapat itu bendera tauhid karena yang dibakar tidak memuat keterangan/simbol HTI. Sehingga perdebatannya panjang.
Menurutnya, bendera tauhid adalah bendera seluruh umat Islam yang bertuliskan kalimat "Lailahailallah" yang bersumber dari Al-Quran. Membakar bendera bertuliskan itu sama artinya membakar Al-Quran.
"Perlu dicatat itu ada di surat At Taubah di ayat 40 tentang Laillahaillah, dan di surat Muhammad ayat 19. Jadi, kalau itu dibakar sama aja membakar isi Alquran itu," jelasnya.
Sehingga, pihaknya berpendapat siapa pun yang membakar bendera tersebut patut diperkarakan hukum.
"Kalau dianggap bendera HTI menjadi persoalan hukum juga karena katanya HTI dilarang, udah dibubarkan. Kalau bendera HTI dibakar berarti masih mengakui HTI dong. Itu dilematisnya gitu," ungkapnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yantina Debora