tirto.id - Seluruh konten berbau pornografi mulai 10 Agustus tak lagi dapat diakses melalui penyedia layanan internet (ISP) nasional berkat penerapan mode aman (safe mode) pada mesin pencari. Pemblokiran yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) ini antara lain berbasis situs, keyword, dan kombinasi keduanya.
Jika sebelumnya fitur safe mode menyaring konten pornografi melalui kata kunci, maka pemblokiran kali ini menyaring gambar-gambar yang merujuk pada definisi pornografi. Tirto mencoba mengakses melalui Google—salah satu mesin pencari yang terdampak kebijakan ini—dengan memasukkan kata kunci “Porno Indonesia”, lalu memilih kolom gambar. Hasilnya “penelusuran tak cocok dengan hasil gambar manapun”.
Sayangnya dengan menggunakan cara-cara tertentu, filter konten pornografi yang mulai diterapkan sejak Jumat (10/8/2018) ini masih bisa diakali. Salah satunya dengan menggunakan mesin pencari Puffin Web Browser. Tirto mencoba menggunakan mesin pencari ini dan mengakses dengan kata kunci yang sama, yaitu “Porno Indonesia.”
Hasilnya, pengguna diarahkan ke laman Google, dan ketika mengklik kolom ‘image’ muncul gambar-gambar berkonten pornografi. Gambar itu bahkan merujuk kepada link situsweb porno. Padahal pemerintah menginginkan agar tidak ada lagi konten pornografi yang dinilai dapat merusak generasi muda.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan mengakui hal itu. Menurut dia, saat ini Google menjadi salah satu mesin pencari yang safe search-nya aktif secara permanen. Akan tetapi, kata dia, secara bertahap pemerintah akan terus mengupayakan langkah ini kepada mesin pencari lainnya.
Menurut Semuel, internet memang didesain untuk keterbukaan, tapi tetap harus mengikuti aturan. “Ini upaya kami untuk menekan semaksimal mungkin konten pornografi tidak menyebar. Karena ini amanat undang-undang,” kata Semuel saat dikonfirmasi Tirto, Jumat (10/8/2018).
Kebijakan pemblokiran ini tercantum pada UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 20018 Tentang ITE, serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif. Sementara definisi pornografi sesuai dengan UU No. 44/2008 tentang Pornografi.
Kominfo menggunakan mesin Artificial Intelligence System (AIS) untuk mencari konten negatif sebagai langkah untuk menangkal konten terlarang. Semuel berpendapat tidak semua masyarakat paham tujuan pemblokiran itu.
“Kami ingin melindungi masyarakat secara luas, saya bertugas untuk menegakkan peraturan. Kami tetap mempertahankan kaidah keterbukaan, apapun yang pemerintah lalukan harus dikomunikasikan kepada publik,” kata dia.
Hal yang sama akan diterapkan pada media sosial, seperti Twitter yang saat ini masih terdapat konten pornografi. Semuel mengatakan, pihaknya akan mencari metode untuk memblokir konten tersebut. Jika pihak Twitter tidak mengindahkan peraturan itu, maka nasibnya akan sama seperti Tumblr yang sudah ditutup oleh Kominfo.
Pengamat Informasi dan Transaksi Elektronik Dr. Ronny menilai penyebaran konten pornografi tidak akan ada habisnya. Namun demikian, kata dia, langkah Kementerian Kominfo saat ini dirasa cukup efektif untuk mengikis konten negatif.
“Upaya ini untuk meminimalkan [konten pornografi], tapi untuk memberantas belum tentu terjamin akan terblokir 100 persen,” kata dia kepada Tirto.
Menurut Ronny, dengan situs pornografi yang terus bermunculan, pemerintah perlu waktu untuk menyelesaikan persoalan ini. Upaya pemblokiran, kata Ronny, harus tetap dilakukan secara terus-menerus mengingat para pembuat situsweb pornografi juga semakin canggih.
Selain itu, kata dia, penegakan hukum dalam upaya ini harus dilakukan secara tegas. Ronny berpendapat, UU ITE dan UU Pornografi saat ini sudah cukup untuk menjerat para pelaku dan pemerintah wajib menjalankan peraturan itu.
“Ini sudah diatur oleh UU, pemerintah berperan aktif untuk memberdayakan penggunaan teknologi dan masyarakat berperan untuk melaporkan muatan pornografi,” kata dia.
Selama ini, pemerintah memang tidak diam terkait konten pornografi ini. Hingga 2017, misalnya, konten negatif pornografi yang diblokir Kementerian Kominfo paling banyak dibanding kategori lainnya.
Berdasarkan data Trust Positif Kominfo tahun 2014-2017, jenis konten ini menduduki peringkat pertama dengan total 16.574 situs yang diblokir, diikuti oleh perjudian dengan 2.984 situs, dan penipuan sebanyak 1.234 situs.
Bila dirinci, jumlah situs yang diblokir terus bertambah setiap tahunnya. Pada 2014 jumlah pemblokiran baru sebanyak 3.694 situs. Sementara pada 2015, konten itu bertambah hingga mencapai 5.543 situs. Ada sedikit penurunan pemblokiran konten pada tahun 2016 menjadi 5.159 situs, sebelum menanjak lagi pada 2017.
Internet Sehat
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Jamalul Izza menyambut baik upaya pemerintah memfilter konten pornografi itu. Hal itu, kata dia, untuk mewujudkan internet sehat, sebab akan ada dampak buruk yang timbul bila masyarakat terus-menerus mengakses situs berkonten negatif.
“Dampak yang bisa terjadi jika pemerintah tidak memblokir konten negatif di internet adalah masa depan generasi muda Indonesia dan masyarakat akan buruk,” kata Jamalul.
Jamalul berkata, konten negatif bisa merusak persatuan negara, misalnya informasi terkait fitnah, hoaks, ujaran kebencian, dan SARA. Masalah-masalah ini, kata Jamalul, dapat membahayakan negara bila tidak segera ditangani.
Jamalul menyebut kriteria internet sehat, yakni bersih dari konten negatif, selektif dalam memilih konten, serta konten itu aman untuk diakses publik. Dalam konteks ini, kata dia, APJII memiliki tujuan agar masyarakat Indonesia memiliki etika berinternet yang sesuai dengan kriteria dan tidak bertentangan dengan regulasi yang ada.
Untuk mewujudkan cita-cita itu, kata dia, APJII memiliki server Domain Name System Bersama (DNS Bersih-Selektif-Aman) yang terkoneksi dengan Kementerian Kominfo untuk menyaring konten negatif. Hal ini merupakan bentuk kerja sama yang berlangsung sejak dua tahun lalu.
Cara kerjanya, kata dia, ketika ada konten yang perlu disaring, pihak Kementerian Kominfo bisa menambahkan data terbaru ke dalam server. Data itu langsung terupdate ke semua DNS provider yang sinkron dengan DNS Bersama.
“Mesin itu berisi data konten-konten negatif yang juga berasal dari data pemerintah. Sistem kerja push and pull, artinya anggota kami tidak perlu mengubah data secara manual,” kata dia.
Sementara itu, Guru Besar Teknik Komputer Universitas Indonesia (UI) Riri Fitri Sari menyatakan, filter situsweb yang mengandung konten pornografi masih memiliki celah. Misalnya, dengan menggunakan cara-cara tertentu yang tetap bisa mengakses konten pornografi.
“Hingga saat ini pencarian gambar masih belum seluruhnya dapat disaring. Oleh karena itu pendidikan masyarakat dan edukasi untuk penggunaan internet yang bermanfaat harus diupayakan secara terintegrasi dan terus menerus,” kata Riri.
Selain itu, kata Riri, penyedia konten pornografi yang membuat situsweb baru perlu diantisipasi dengan upaya pencarian dan penyaringan terus-menerus. Sehingga bila ditemukan serta teridentifikasi dapat ditelusuri dan bila perlu aparat yang berwenang menindak tegas.
“Saya berharap upaya pemerintah ini mendapat dukungan dari semua pihak, demi generasi masa depan yang lebih baik dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk hal yang positif dan bermanfaat,” kata Riri.
Menurut dia, langkah pemerintah untuk memblokir konten pornografi melalui ISP adalah langkah tepat dan perlu dilakukan, mengingat penggunaan internet secara positif dan efektif harus menjadi dasar pendidikan life skill seumur hidup.
“Kita tidak dapat lepas dari perkembangan Revolusi Industri 4.0 yang mengaitkan seluruh pembuatan keputusan dan penggunaan layanan informasi serta akses ke sumber ilmu pengetahuan yang semuanya berdasar pada kemampuan penggunaan teknologi,” kata Riri.
Hingga saat ini, meskipun Kominfo telah memblokir situsweb yang berisi pornografi, namun pengguna internet masih saja bisa mengakses dengan cara ‘membobol’ pemblokiran menggunakan mesin pencari lain atau dengan memanfaatkan aplikasi Virtual Private Network (VPN).
Direktur Jenderal Aptika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan menilai, hal tersebut merupakan anomali yang terjadi di masyarakat. “Jika ada orang yang memiliki keahlian dan kebutuhan [mengakses pornografi], ya monggo saja. Kalau tertangkap, ya beda lagi,” kata dia.
Saat ini, kata Semuel, baru sekitar 40 ISP sudah menjalankan metode yang diminta Kementerian Kominfo. Sedangkan total penyedia layanan internet di Indonesia mencapai 400 ISP. “Dilihat dari persentase ISP memang hanya 10 persen dari jumlah keseluruhan,” kata dia.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz