Menuju konten utama

Duniafilm21 Bajak Film Keluarga Cemara, Visinema Rugi Miliaran

CEO Visinema Angga Dwimas Sasongko menjadi saksi sidang pembajakan film Keluarga Cemara di PN Jambi.

Duniafilm21 Bajak Film Keluarga Cemara, Visinema Rugi Miliaran
Film Keluarga Cemara. FOTO/Visinema Pictures

tirto.id - Pengadilan Negeri Jambi menggelar sidang lanjutan pembajakan film Keluarga Cemara produksi PT Visinema Pictures. Terdakwa Aditya Fernando Phasyah mengunggah film bajakan ke Duniafilm21, situs web ilegal berisi film luar dan dalam negeri.

CEO Visinema, Angga Dwimas Sasongko bersaksi dalam sidang di Pengadilan Negeri Jambi, Kamis (4/2/2021). Ia menyebut dampak pembajakan merugikan pelaku industri film di Indonesia. Negara juga kehilangan potensi pajak.

Ia berharap ada hukuman tegas terhadap pelaku, karena pembajakan film masih marak.

“Jumlah film yang dibajak bukan hanya satu film tapi banyak. Atas perbuatan itu, kami semua dan terutama negara kehilangan potensi pajak yang sangat besar dari pembajakan ilegal," kata Angga, Jumat (5/2), melansir Antara.

Aparat Direktortat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap Aditya di Jambi pada 29 September 2020 berdasar laporan dari Visinema pada 20 Juli 2020. Satu pelaku masih buron atas nama Robby Bhakti Pratama. Terdakwa memperoleh keuntungan selama mengelola situs web Duniafilm21. Tarif iklan durasi 30 hari dipatok antara Rp1,5 juta-Rp3,5 juta.

Film Keluarga Cemara dirilis pada 2019 dan ditonton sekitar 1,7 juta penonton. Terdakwa membajak dan mengunggahnya, sehingga ditonton gratis dan merugikan Visinema.

Kerugian Visinema materiil dan non-materiil. Untuk materi biasanya sekali kontrak dengan pihak ketiga atau over-the-top (OTT) untuk penayangan film, Visinema mengantongi 200.000-500.000 dolar AS setara Rp2,8 miliar-Rp7 miliar.

Dalam situs web Duniafilm21 menyajikan ribuan film bajakan sejak beroperasi pada 2018. Praktik ilegal tersebut ditengarai menimbulkan kerugian besar bukan hanya pada Visinema.

"Nilai kerugian bisa sampai puluhan hingga ratusan miliar. Bayangkan jika pendapatan yang besar tersebut bisa diserap oleh negara, dana tersebut bisa dialokasikan untuk membangun sekolah, rumah sakit dan lain-lain. Apalagi dengan maraknya pemasangan iklan terkait pornografi dan perjudian di situs ilegal tersebut, ini menyebabkan terjadinya capital outflow yang sangat merugikan bagi negara kita," ujar Angga Dwimas.

Aditya didakwa dengan Pasal 32 Ayat (2) juncto Pasal 48 Ayat (2) UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait PEMBAJAKAN atau tulisan lainnya

tirto.id - Hukum
Reporter: Antara
Editor: Zakki Amali