tirto.id - Suara Kepala Divisi Niaga Perusahaan Listrik Negara Benni Marbun mendadak terdiam ketika ditanya mengenai pencabutan subsidi listrik golongan 900 volt ampere (VA) rumah tangga mampu menjelang ramadan dan lebaran. Ia bahkan berkali-kali menyebutkan pencabutan subsidi tersebut atas perintah Dewan Perwakilan Rakyat.
“DPR itu wakil rakyat, mereka yang perintahkan. Kami tidak bisa berjalan begitu saja, harus ada permennya (Permen No 28 tahun 2016). Permen itu hanya dasar saja. Tapi pemerintah dan DPR (memutuskan). Makanya kalau ditanya, gimana loh. Yang nyuruh wakil rakyat,” kata Benni saat dihubungi Tirto, Jakarta, Sabtu (6/5/2017)
Sejak Plt Luhut Binsar Pandjaitan mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), tarif listrik untuk golongan 900 VA rumah tangga akhirnya naik sebanyak tiga tahap dengan durasi 2 bulan sekali. Tahap pertama 1 Januari 2017, Kementerian ESDM mematok harga Rp791 per kilowatt-hour (KWh), Kedua Rp Rp1.034/ KWh pada 1 Maret 2017 dan Rp1.352/ KWh per 1 Mei 2017. Lalu, mulai 1 Juli 2017, pelanggan rumah tangga mampu 900 VA itu akan dikenakan penyesuaian tarif keekonomian setiap bulan seperti 12 golongan tarif nonsubsidi lainnya.
"Dari semula Desember membayarnya Rp605/KWh, kemudian Januari membayar Rp791/KWh, kemudian Maret Rp 1.034/Kwh, Mei Rp 1.352/KWh. Nanti Juli mengikuti tariff adjustment," kata Benni
Ia menjelaskan pihak yang mendapatkan subsidi PLN berdasarkan kriteria yang ditetapkan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Kementerian Sosial. Atas dasar itu, PLN menetapkan golongan 900 VA yang mendapatkan subsidi listrik adalah 4,1 juta. Sementara 19 juta pelanggan tak layak menerima subsidi.
Sayangnya data Kemensos tidak 100 persen akurat, ada 15 persen data error. Pasalnya ada keluarga yang mampu, tetapi masuk dalam daftar miskin sehingga mendapatkan subsidi. Sebaliknya, ada keluarga yang berhak tetapi tidak masuk dalam daftar miskin sehingga subsidinya bisa dicabut.
“Nah, itu yang menurut TNP2K disebut exclusion error,” kata Benni.
Berikut petikan wawancara Benni Marbun, Kepala Divisi Niaga PT PLN kepada reporter Tirto Reja Hidayat mengenai tarif dasar listrik.
Apa yang membuat PLN memutuskan untuk mencabut subisidi di golongan 900 VA?
Bukan kami yang memutuskan, DPR yang memutuskan.
Landasan dasar mencabut subsidi bagi golongan 900 VA?
DPR yang mengatakan cabut.
Apa karena Peraturan Menteri ESDM No 28 Tahun 2016?
Permen ESDM hanya tindak lanjut. DPR itu wakil rakyat, mereka yang perintahkan. Kami tidak bisa berjalan begitu saja, harus ada permen-nya. Permen itu hanya dasar saja. Tapi pemerintah dan DPR (memutuskan). Makanya kalau ditanya, yang menyuruh wakil rakyat.
Apa indikator mampu dan tidak mampu suatu masyarakat dapat menerima subisidi?
Kami tidak punya kriteria. Kami hanya tanya kepada pemerintah yang mana masyarakat tidak mampu. Kami diberi daftarnya ini, ya sudah (diterima). Kami enggak membuat kriteria. Siapa yang miskin? Yang menurut data Kementerian Sosial. Itu saja, kami tanya data yang mana.
Perintah yang diberikan DPR itu kapan kepada PLN?
Pada September atau Oktober 2016
Apakah Anda tahu alasan DPR mencabut subsidi 900 VA saat pertemuan itu?
Tahu karena DPR menilai subsidi itu tidak tepat. Masih ada subsidi ke orang yang mampu. Contohnya menurut Anda, saya ini wajar enggak mendapat subsidi dengan posisi sebagai kepala divisi? Sangat enggak layak.
Katakanlah saya punya rumah kebun di Sawangan, sementara tinggal di Jakarta. Lalu kebun itu saya bangun pondok untuk tempat istirahat. Kalau pondok kan ada televisi dan perlu listrik. Saya minta listrik itu dayanya 900 VA. Selama ini, sebelum 2017 masyarakat bisa langsung datang ke PLN untuk meminta pemasangan listrik dengan daya 900 VA dan langsung dipasang. PLN enggak pernah bertanya, bapak miskin enggak? Enggak. Biayanya sambungnya berapa untuk 900 VA? Sekian. Apakah saya salah? Tidak salah.
Dari pemerintah daya 900 VA harganya 650/KWh. Apakah saya layak disubsidi? Tidak layak. Contohnya seperti itulah yang dicabut subsidinya. Kalau ditanya senang enggak dicabut subsidinya? Ya enggak karena lebih mahal saya bayarnya. Tapi layak saya protes? Yang enggak layaklah karena saya tidak patut menerima subsidi. Kasihan sama mereka yang sebenarnya berhak mendapatkan subsidi.
Dulu pelanggan 900 VA itu sekitar 23 juta. Tapi yang mendapatkan subsidi hanya 4 juta lebih. Jadi ada 19 juta lebih yang seperti saya itu menjadi tidak subsidi. Bahwa memang ada orang yang sebenarnya masih berhak karena miskin tapi tidak termasuk dalam data kementerian sosial. Kemensos melalui Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) juga mengatakan data kami (Kemensos) memang tidak 100 persen akurat, ada error-nya 15 persen.
Sebenarnya, eror itu bisa saja ada. Pasalnya ada keluarga yang mampu namun masuk dalam daftar miskin sehingga mendapatkan subsidi. Sebaliknya, ada keluarga yang berhak namun tidak masuk dalam daftar miskin sehingga subsidinya bisa dicabut. Nah, itu yang menurut TNP2K disebut exclusion error.
Pemerintah menyadari ada yang sebenarnya berhak tapi tidak dapat. Karena itu pemerintah mempunyai saluran keluhan. Masyarakat yang berhak bisa mengeluh ke kelurahan supaya kelurahan tahu bahwa dia wajar mendapatkan subsidi atau tidak. Dari kelurahan nanti dicatat KTP-nya nomor berapa, penghasilannya berapa, alamatnya di mana dll yang harus diisi. Dari kelurahan kirim ke kecamatan, lalu mengirim ke posko kementerian ESDM melalui internet. Nanti baru diteliti oleh Kemensos.
Apakah ini solusi untuk orang yang tidak mendapatkan subsisidi?
Benar, sebab error 15 persen dari 30 juta. Ada sekitar 4 juta masih error.
Selanjutnya, tarif yang dikenakan bagi golongan 900 VA menggunakan mekanisme apa?
Nanti pada Juli akan menggunakan tariff adjustment.
Bukannya selama ini, PLN menggunakan tariff adjustmen kepada konsumen?
Sudah, untuk golongan 1.300 VA ke atas. Ini yang 900 VA. Jadi yang berubah hanya 900 VA. Yang sebenarnya ada enggak kenaikan tarif? Enggak ada. Yanga ada, mereka yang semula membayarnya bersubsidi menjadi tidak bersubsidi. Ibaratnya itu 900 VA itu, ada sebagian yang masih boleh pakai bensin premium. Sedangkan yang sebenarnya mereka harusnya sudah pakai pertamax. Jadi Januari 2017 itu DPR bilang harus bayar langsung pertamax.
Tapi Kementerian ESDM bilang jangan karena nanti melonjaknya tinggi. Bertahap saja. Jadi semula Desember 2016 masih membayar dengan premium, Januari naik sedikit, Maret naik sedikit, Mei naik lagi. Nanti Juli, baru Pertamax mengikuti perubahan harga minyak bumi, kurs dan inflasi.
Kalau bahan bakar pertamax maka mengikuti harga minyak bumi dunia, kalau harga minyak berubah maka harga listrik berubah. Itulah kira-kira tariff adjustment.
Soal tariff adjustment, kita tahu bahan bakar pembangkit PLN itu mayoritas gas dan batu bara yang mencapai 75 persen. Tapi tidak masuk dalam indikator tariff adjustment, sementara Indonesian crude price (ICP) hanya 21 persen masuk dalam indikator tariff adjustment. Bisa Anda jelaskan?
Gas itu berubah mengikuti minyak bumi. Jadi tariff adjustment itu dipengaruhi juga kurs dan minyak bumi. Sudah masuk dia (gas) di sana. Sudah langsung otomatis. Harga gas itu, kalau minyak bumi berubah, dia juga berubah. Jadi sudah ada yang mewakili.
Tariff adjustment itu berubah jika ada nilai tukar uang, ICP dan inflasi. Nah harga gas itu juga dipengaruhi oleh inflasi dan nilai tukar. Jadi di formula itu sudah diperhitungkan dan sudah ada. Pertanyaan memang yang batu bara, kenapa enggak masuk indikator tariff adjustment. Dulu ketika formula itu dibuat, harganya enggak berubah banyak. Tapi sekarang ini berubahnya banyak. Nah, PLN sebenarnya dirugikan dengan tidak adanya formula itu. Tapi pemerintah mengatakan nanti dululah.
Berapa persen penurunan harga batu bara itu?
Batu bara naik, semula di APBN itu harga batu bara diperhitungkan Rp680 per kilogram. Padahal kenyataannya sudah Rp860 per kilogram.
Sebelumnya kan sempat turun harga batu bara beberapa tahun lalu ke titik terendah?
Dulu iya, 2015 ke 2016 turun.
Tapi kenapa tarifnya enggak turun juga saat itu?
Januari 2016 turun Rp 100 (per kWh). Masyarakat kalau turun enggak dicatat, pers itu kalau turun enggak pernah dibesar-besarkan. Turunnya Rp 100 rupiah, besar loh.
PLN sering mengklaim rugi dalam laporan kinerjanya, seperti kuartal I-2015 mencapai Rp860 miliar?
Enggak, siapa yang bilang rugi. Enggak ada.
I Made Supateka Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN mengatakan, kuartal pertama 2015 rugi Rp 860 miliar lalu kuartal pertama 2016 untung Rp 5 triliun?
O... itu bukan rugi namanya.
Lalu apa?
Keuntungannya lebih kecil.
PLN pernah rugi dalam beberapa tahun lalu, bisanya apa penyebab kerugian tersebut?
Iya, PLN pernah rugi karena hanya nilai tukar rupiah yang sangat tinggi. Sampai Rp14 ribu lebih, kita rugi. Jadi bukan hanya melihat nilai tukar, tapi lainnya. Kalau tidak ikut subsidi ya rugi. Tapi ada subsidi seperti tahun lalu mencapai Rp60 triliun. Kalau Rp 60 triliun enggak dibayar (pemerintah) ya rugi.
Tapi setiap tahun disubsidi?
Iya disubsidi.
Ada peningkatan subsidinya dari pemerintah ke PLN?
Turun terus, dari 2015 Rp99 triliun menjadi Rp60 triliun pada 2016. Lalu 2017 rencananya Rp44,98 triliun. Turun terus subsidinya. Yang tadi 900 VA tidak boleh disubsidi lagi. Sebenarnya PLN dengan subsidi tepat sasaran ini enggak berdampak banyak kepada PLN karena dapat uangnya sama saja.
Misalnya harga listrik itu Rp1.500/KWh. Dulu konsumen membayar Rp500, tapi PLN tetap terima Rp1.500 karena pemerintah membayar subsidinya Rp 1000/KWh. Sekarang subsidinya dikurangi untuk 900 VA. Jadi hanya pengalihan bayarnya yang biasanya sebagian dari pemerintah, kini semuanya ditanggung konsumen. PLN terimanya berapa? Ya sama, tetap saja Rp1.500.
Jadi pemerintah yang berkurang subsidinya. Untuk apa? Subsidi itu dipakai untuk melistrikin daerah lain yang masyarakatnya belum punya listrik. Untuk kesehatan, pembangunan infrastruktur lain.
Berapa kenaikan biaya dari Januari sampai Mei secara bertahap?
Dari semula Desember membayarnya Rp605/KWh, kemudian Januari membayar Rp791/KWh, kemudian Maret Rp1.034/ KWh, Mei Rp1.352/ KWh Nanti Juli mengikuti tariff adjustmentt.
Berapa jumlah pelanggan yang mendapatkan subsidi saat ini dan golongan apa saja?
Kalau rumah tangga, dua golongan tarif. Tarif R1 450 VA itu semuanya masih bersubsidi. Jumlahnya sekitar 23 juta. Kalau yang R2 900 VA jumlahnya sekitar 4 juta lebih. Itu yang rumah tangga. Lainnya masih menerima subsidi seperti seluruh pelanggan sosial, sekolah, gereja, masjid. Lalu warung-warung, toko kecil/ bisnis kecil yang sampai dayanya 5.500 VA masih bersubsidi.
Industri sampai 200 kilo volt ampere (200 ribu VA) itu masih bersubisidi. Jadi industri kecil, sebenarnya industri besar juga sampai 200 ribu VA. Tapi menurut DPR dan pemerintah yang dibatasi itu untuk rumah tangga saja.
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Fahri Salam