Menuju konten utama

DPR Tak Serius Bahas RUU PKS. Hanya Dihadiri Tiga Orang.

Panja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dianggap tidak serius. Rapat terakhir: hanya dihadiri oleh tiga orang dari dua fraksi.

DPR Tak Serius Bahas RUU PKS. Hanya Dihadiri Tiga Orang.
Gerakan Masyarakat untuk Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (GEMAS SAHKAN RUU PKS) mengadakan aksi damai di depan Istana Negara untuk mendesak DPR agar segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (8/12/18). Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan 2018, kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat 25% dari 259.150 kasus pada 2016 menjadi 348.446 kasus pada 2017. tirto.id/Bhagavad Sambadha

tirto.id - Setelah terdaftar dalam program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak 2016, akhirnya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual dibahas oleh DPR pada Senin (26/8/2019) kemarin.

Namun, pembahasan di parlemen menimbulkan sejumlah kritik dan kekecewaan, menurut Koordinator Jaringan Kerja Program Legislasi Pro Perempuan (JKP3) Ratna Batara Murti.

Pasalnya, hanya tiga dari 29 orang yang hadir, serta hanya 2 dari 12 fraksi yang hadir (PKB dan PKS). Padahal DPR memiliki aturan bahwa pengambilan keputusan harus berdasarkan kuorum; artinya, setidaknya rapat harus dihadiri 7 dari 12 fraksi.

"Jadi, kami sangat kecewa dan sakit hati," kata Ratna. "DPR enggak serius."

Ratna berkata ada banyak anggota Panja DPR yang absen padahal jadwal pembahasannya sudah jauh-jauh hari, menunjukkan "ketidakseriusan DPR dalam membahas RUU yang menjadi usul inisiatifnya sendiri."

"Maka, pembahasannya tidak membawa langkah maju," tambahnya.

Rapat Tertutup

Poin lain yang dikritik oleh Ratna adalah pembahasan RUU-PKS yang tertutup. Msyarakat sipil dilarang memantau rapat di Balkon Komisi VIII DPR tersebut.

Ratna menyebut hal itu "pelanggaran terhadap hak-hak prosedural warga negara," yaitu hak untuk hadir, hak atas informasi, dan hak untuk berpartisipasi.

"DPR seakan-akan tidak bersedia pembahasan disaksikan masyarakat, khususnya perempuan yang berkepentingan langsung dengan RUU ini," lanjutnya.

Kelompok masyarakat sipil juga dilarang terlibat dalam fora diskusi (FGD) yang digelar Panja Pemerintah pada 27 Agustus lalu di Hotel Peninsula, Jakarta.

"Kami juga meminta Ketua Fraksi untuk memastikan komitmen Partai dilaksanakan anggota DPR dalam Panja RUU PKS sehingga janji DPR RI agar RUU ini bisa disahkan sebelum bulan Oktober 2019 dapat diwujudkan," tuntut Ratna.

Ratna menduga DPR hanya main-main dengan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Terlebih dalam pembahasan RUU PKS di ruang rapat Komisi 8 DPR, pimpinan Panja yang hadir hanya Iskan Qolba Lubis dari Fraksi PKS. Seperti diketahui, PKS adalah partai yang paling getol menolak RUU PKS.

DPR Pesimis RUU PKS Selesai

Ketua Panja RUU PKS Marwan Dasopang menyampaikan kehadiran anggota Panja dalam rapat pembahasan RUU PKS di luar dari kewenangannya.

"Saya tidak bisa memaksa orang. Yang berkuasa terhadap anggota DPR adalah fraksinya masing-masing," katanya kepada Tirto. Meski begitu, Marwan menyampaikan undangan ke masing-masing anggota fraksi melalui pesan singkat.

Ia berkata ada banyak anggota parlemen absen dalam rapat pembahasan RUU PKS karena mereka tengah mengikuti kegiatan Lembaga Pertahanan Nasional.

Marwan berkata "bingung" kenapa rapat itu tertutup dan terutama melarang warga sipil ikut menyaksikan karena. "Kalau hanya untuk menyaksikan, saya secara pribadi tak masalah."

Ia berkata ada kemungkinan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual molor pada periode ini dengan dalih Panja terhambat oleh pengesahan RKUHP.

“Sekarang saya sudah mulai khawatir karena Komisi 3 agak kacau. Khusus di perzinaan ini mereka masih berdebat,” ujar Marwan di Ruang Komisi 8 DPR RI.

Baca juga artikel terkait RUU PKS atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Hukum
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Widia Primastika