Menuju konten utama

DPR Ragukan Kemampuan Pertamina Realisasikan BBG di Sumut

Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan Pasaribu meragukan kemampuan Pertamina untuk merealisasikan penerapan kebijakan BBG di Provinsi Sumatera Utara.

DPR Ragukan Kemampuan Pertamina Realisasikan BBG di Sumut
Ilusrasi. Dirjen Migas IGN Wiratmaja (kanan) bersama Direktur Finance and Businnes Support Pertamina EP Narendra Widjajanto (dua kiri), dan Anggota Komisi VII DPR Dony Maryadi Oekon (kiri), mencoba mengisi Bahan Bakar Gas, di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) Umum di Subang, Jawa Barat, Jumat (7/4). ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - PT Pertamina (Persero) sedang menggalakkan diversifikasi energi, salah satunya melalui program penerpakan kebijakan bahan bakar gas (BBG) di sejumlah wilayah, termasuk di Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Namun, rencana tersebut dinilai tidak akan berjalan sesuai yang diharapkan.

Salah satu yang meragukannya adalah Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan Pasaribu. Ia meragukan kemampuan Pertamina untuk merealisasikan penerapan kebijakan BBG di Provinsi Sumatera Utara. Menurutnya, cukup banyak pertimbangan yang memunculkan keraguan dalam realisasi program tersebut.

“[Program] yang di Jakarta yang sudah berlangsung sekitar 15 tahun saja, sampai hari ini tidak jalan,” kata Gus Irawan, di Medan, Minggu (7/5/2017), seperti dikutip dari Antara.

Politisi Partai Gerindra ini mengatakan, keraguan terhadap realisasi BBG tersebut bukan karena masalah amdal. Menurut dia, meskipun masalah amdal penting, tapi ia memperkirakan tidak akan mengalami masalah berarti.

Menurut dia, masalah yang justru lebih perlu diperhatikan adalah infrastruktur dan kesiapan untuk menjalankan kebijakan tersebut secara konsisten.

Masalah pertama, lanjut Irawan, berkaitan dengan sumber gas karena Sumut tidak memiliki sumber atau perusahaan yang memproduksi sumber energi itu. “Lalu, kalau itu mau direalisasikan, gasnya didatangkan dari mana,” katanya.

Masalah selanjutnya, kata Irawan, Sumut belum memiliki terminal untuk menampung gas yang akan didatangkan dari daerah lain. Karena belum ada, pemerintah dan Pertamina perlu membangunnya terlebih dahulu yang diperkirakan membutuhkan anggaran yang cukup besar dan waktu yang relatif lama.

Lain lagi dengan penyiapan stasiun khusus atau SPBU untuk BBG yang memerlukan tingkat keamanan tinggi guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Masalah selanjutnya, lanjut Irawan, kesiapan untuk menjalankan program BBG tersebut dengan serius dan konsisten agar tidak berhenti di tengah jalan. Meski mendukung kebijakan tersebut, pihaknya merasa ragu program itu dapat dilakukan di Sumut jika mengambil pelajaran di Jakarta.

“Pelaksanaanya yang justru meragukan. Jakarta yang semua sudah ada, mulai dari sumber, terminal, hingga stasiun pengisian namun tetap tidak berjalan,” kata politikus Partai Gerindra itu.

Ia mengatakan kebijakan penggunaan BBG selama ini banyak yang terhenti, seperti bus Trans Jakarta yang kini kembali lagi menggunakan BBM.

Fenomena yang unik, kebijakan penggunaan BBG tersebut hanya berjalan untuk kalangan kecil, seperti pengemudi bajaj, sedangkan untuk perusahaan besar, termasuk perusahaan taksi, kebijakaan untuk menggunakan BBG tersebut tidak berjalan.

“Bajaj yang milik orang kecil bisa jalan. Kesannya seolah-olah pemerintah tidak punya kekuatan menghadapi grup-grup besar itu,” kata dia.

Baca juga artikel terkait PERTAMINA atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz