Menuju konten utama

DPD Kelompok Perubahan Tuding Kepemimpinan LaNyala Otoriter

Ketua Panitia Khusus Tata Tertib DPD RI, Hasan Basri, menuding LaNyala memaksakan diri untuk mengesahkan tata tertib yang mereka rancang dan susun sendiri.

DPD Kelompok Perubahan Tuding Kepemimpinan LaNyala Otoriter
Ketua Panitia Khusus Tata Tertib DPD RI, Hasan Basri saat jumpa pers di Pulau Dua, Jakarta, Selasa (16/7/2024). tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Ketua Panitia Khusus Tata Tertib DPD RI, Hasan Basri, menuding kepemimpinan Ketua DPD RI, LaNyalla Mattalitti, selama lima tahun terakhir sebagai biang kerok kericuhan saat Rapat Paripurna DPD RI ke-12 Masa Sidang V Tahun Sidang 2023-2024, Jumat pekan lalu.

Menurutnya, hal tersebut merupakan puncak dari kekecewaan Hasan dkk yang tergabung dalam Kelompok DPD Perubahan. Hasan secara pribadi mengaku menyayangkan insiden kericuhan tersebut.

"Selama hampir lima tahun ini kita cukup diam dengan kepemimpinan yang sangat otoriter, semuanya harus dipaksakan hanya untuk kepentingan pribadi pimpinan DPD RI. Puncaknya pada saat sidang paripurna," kata Hasan di Pulau Dua, Jakarta Pusat, Selasa (16/7/2024).

Hasan menuding LaNyala selaku pimpinan DPD RI memaksakan diri untuk mengesahkan tata tertib yang mereka rancang dan susun sendiri. Padahal, kata dia, proses pembentukan sebuah peraturan perundangan ada mekanisme dan aturannya.

Hasil Rapat Paripurna pekan lalu sepakat bahwa Panitia Khusus (Pansus) dan Tim Kerja (Timja) yang merancang Tata Tertib (Tatib) DPD RI dengan memuat mekanisme pemilihan pimpinan DPD RI perlu diharmonisasi di Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU).

Hasan menduga aturan internal itu sengaja dibuat karena ingin mengesahkan tata tertib, sebab sebelumnya LaNyala sudah mendeklarasikan calon pimpinan. Padahal, menurut dia, deklarasi ini melanggar tata tertib.

"Karena yang masih kita pakai tata tertib Nomor 1 Tahun 2022. Di mana pemilihan pimpinan di dalam menggunakan sistem sub wilayah, sekarang mereka mau ubah dengan kemauan sendiri, dengan kesewenang-wenangan sendiri, dengan otoriternya sendiri, dengan membentuk Timja, dalam sidang paripurna itu," tuturnya.

Menurut Hasan, tata tertib yang salah satunya untuk mengubah pemilihan ketua itu disebut hanya 3 sampai 5 persen. Namun, kata dia, perubahan 3-5 persen itu sangat berbahaya karena menghilangkan hak-hak anggota. Terutama anggota yang baru atau bahkan seluruh anggota.

"Bayangkan seorang anggota yang kira-kira membuat dukungan yang mungkin dukungannya kemarin penuh dengan tekanan, tiba-tiba sekarang mengubah dukungan itu ke orang lain, tidak punya hak suara untuk memilih pimpinan, itu persoalan serius menghilangkan hak-hak daripada anggota," kata Hasan.

Ia juga menyoroti ihwal pemilihan pimpinan MPR. Dalam tata tertib yang masih diharmonisasi itu, hanya dipilih 21 orang. Hasan lantas mempertahankan legitimasi tata tertib itu.

"Padahal, kita ada 152 orang, harus 152 orang memberikan suara 50 plus 1 baru bisa menjadi pimpinan. Nah ini curiga dan dugaan kita setelah mereka melakukan deklarasi mereka membuat aturan-aturan yang menguntungkan calon pimpinan yang sekarang mereka usung," tukas Hasan.

Dalam kesempatan sama, Anggita DPD RI, Yoris Raweyai, mengatakan kericuhan saat Rapat Paripurna sejatinya ada sebab dan akibat dari gaya kepemimpinan LaNyala.

"Sistem manajemen yang keliru dan dibangun oleh pimpinan dan terkesan otoriter dan terlalu memikirkan kepentingan status quo yang mereka bentuk, yang mereka sudah rancang itu," kata Yoris.

Menurutnya, perlawanan mereka kepada LaNyala bukan tanpa alasan. Yoris mengatakan biasanya sehari sebelum rapat paripurna ada rapat pimpinan yang kemudian dilanjutkan rapat panitia musyawarah (panmus) dengan membahas agenda-agenda yang akan dibicarakan dalam Rapat Paripurna keesokannya.

Sayangnya, klaim Yoris, selama lima tahun dirinya menjabat sebagai anggota panmus, rapat dilakukan berlangsung sampai tujuh jam, karena perbedaan prinsip tentang tata tertib.

"Ini jadi berkepanjangan sampai akhirnya sampai pada dinamika yang mencuat. Kalau kita tidak bisa selesaikan pada hari itu, maka akan berdampak pada Jumat dan itu ternyata terbukti [rapat paripurna ricuh]," tutur Yoris.

Baca juga artikel terkait DPD RI atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Irfan Teguh Pribadi