tirto.id - Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dahnil Ahzar Simanjuntak dipulangkan setelah penyidik memeriksanya selama sembilan jam di Mapolda Metro Jaya. Dalam pemeriksaan, Dahnil mengaku banyak ditanyai soal sikapnya yang pesimistis terhadap penyelesaian kasus Novel Baswedan.
Hal ini dikatakan Dahnil saat ia keluar sekitar pukul 22.40 WIB. Menurutnya, ada 9 penyidik dan 24 pertanyaan yang diajukan kepadanya. Dahnil yang menyampaikan bahwa ia pesimistis polisi dapat mengusut kasus ini lantas dipertanyakan oleh penyidik.
“Kenapa saya pesimis[tis] dan sebagainya. Di akhir saya sebutkan, saya sampaikan polisi [seharusnya] terbuka dengan banyak kritik terkait dengan kasus [Novel] ini, dan saya terus akan mengkritik proses penyelesaian masalah ini,” kata Dahnil, Senin (22/1/2018).
Menurutnya, tidak ada pertanyaan-pertanyaan yang menjurus kepada keterangan lain soal ‘mata elang’ ataupun saksi-saksi fakta lain.
Dahnil diperiksa atas pernyataannya tentang kasus Novel Baswedan saat menajadi narasumber di acara Metro Realitas pada 8 Januari 2018. Dalam kesempatan itu, Dahnil menyebut ‘Saksi kok beda dengan yang saya punya’ dan ada juga pernyataan soal ‘mata elang.’
Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono, pernyataan itulah yang ingin diklarifikasi oleh pihak kepolisian dalam pemeriksaan Dahnil. Ia menandaskan bahwa polisi ingin mencari tahu informasi yang bisa membantu pengungkapan kasus penyiraman air keras terhadap Novel.
“Yang bersangkutan pernah menyampaikan informasi terkait pelaku penyiraman Novel di TV swasta. Tentunya kita akan mengklarifikasi saksinya itu siapa,” tandas Argo sebelum pemeriksaan Dahnil.
Argo menegaskan bahwa pemeriksaan pada Dahnil bukanlah sesuatu yang biasa. Menurutnya, banyak informasi yang disampaikan kepada kepolisian dan juga diklarifikasi dengan pemeriksaan lebih lanjut oleh penyidik. Namun, pernyataan Dahnil tersebut harus diuji dulu fakta hukumnya.
“Tentunya kalau fakta hukum ada bukti-buktinya dan alat bukti lain, ada saksi-saksinya di situ. Tapi kalau asumsi, ya polisi melakukan penyelidikan dan penyidikan sesuai fakta hukum, ya jadi tidak bisa berdasarkan asumsi,” tegasnya lagi.
Sampai sekarang, Argo menyatakan bahwa sudah ada 65 orang saksi yang diperiksa dalam kasus ini. Terkait dengan saksi fakta yang berbeda milik Dahnil, itu juga akan diperiksa. Menurutnya, polisi harus tahu siapa saksi tersebut untuk memecahkan kasus.
“Kalau ada asumsi, nanti malah menuduh orang. Polisi tidak akan menangkap orang kalau nggak ada bukti-bukti. Kalau fakta hukum baru [bisa]. Jadi masalah kalau itu asumsi dan menuduh orang,” katanya lagi.
Sementara itu, Dahnil tetap tegas berpendapat bahwa polisi akan kesulitan untuk mengungkap kasus Novel. Pandangan ini tidak berubah karena ia merasa ada aspek politik yang menghalangi penyelidikan. Baginya, polisi baru bisa menyelesaikan kasus ini jika membuat Tim Gabungan Pencari Fakta daripada menunggu perintah presiden dalam membentuknya.
“Saya yakin, polisi punya kapasitas untuk mengungkap kasus seperti ini secara teknis. Tetapi, bisa jadi polisi punya keterbatasan apabila berhadapan dengan hal-hal nonteknis. Nonteknis itu bisa politik, nonteknis itu bisa hal-hal yang lain,” ujarnya menambahkan.
Sementara terkait TGPF tersebut, ketika ditanyakan kepada Argo, ia hanya menjawab : “TGPF itu yang bisa membentuk siapa? Presiden. Tanyakan ke Presiden.”
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Yuliana Ratnasari