tirto.id - Sidang paripurna DPR pengambilan keputusan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (ormas) digelar hari ini. Melihat sikap terakhir fraksi-fraksi dalam rapat kerja di Komisi II kemarin, Senin (23/10) besar kemungkinan mayoritas peserta sidang akan menerima Perppu rancangan pemerintahan Joko Widodo ini dengan suara bulat.
Tujuh fraksi yang menyatakan setuju menerima Perppu menjadi undang-undang adalah Partai Golkar, PDI Perjuangan, PKB, Partai Nasdem, dan Partai Hanura. Dua lainnya yakni PPP dan Partai Demokrat bersedia menerima Perppu dengan syarat revisi sejumlah hal setelah disahkan. Jika syarat ini tidak dipenuhi Demokrat enggan menerima Perppu.
Dari komposisi tersebut, maka berarti penolak Perppu di DPR hanya terdiri dari tiga fraksi yakni Gerindra, PKS, dan PAN. “Pada rapat kerja Komisi II dan Pemerintah hari ini, masing-masing kelompok fraksi menyampaikan pandangan akhir fraksinya, apakah setuju atau menolak Perppu Ormas,” kata Ketua Komisi II DPR RI Zainuddin Amali, Senin (24/10) seperti diberitakan Antara.
Politikus Golkar ini mengklaim Komisi II sudah berkomunikasi secara maksimal dengan semua elemen masyarakat untuk mendengar masukan dan aspirasi. Ia didampingi para wakil ketua yakni, Al Muzammil Yusuf, Fandi Utomo, dan Yandri Susanto.
Zainuddin berharap rapat paripurna hari ini bisa diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat meskipun dirinya mengakui kalau rapat paripurna berpeluang dicapai dengan cara pemungutan suara.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan enggan berspekulasi tentang mekanisme pengambilan keputusan terhadap Perppu Ormas. Menurutnya, Perppu bisa saja diputuskan dengan cara voting atau aklamasi. “Pemungutan suara atau tidak dalam pengambilan keputusan terkait Perppu Ormas tergantung sikap koalisi yang menolak, itu teknis,” kata Taufik di Semarang kemarin.
Politikus Partai Amanat Nasional ini mengatakan sikap fraksi-fraksi di sidang paripurna sudah bisa terbaca dari hasil pandangan mini fraksi dalam rapat kerja di Komisi II DPR. “Sikap resmi fraksi-fraksi sudah disampaikan dalam pandangan mini fraksi sehingga lihat besok saja seperti apa,” ujarnya.
Baca juga:
- Alasan Fraksi Gerindra, PAN dan PKS Tolak Perppu Ormas
- Perppu Ormas: Alumni 212 akan Demo Saat Paripurna DPR 26 Oktober
- Imparsial: Bubarkan Ormas Radikal Tidak dengan Perppu Ormas
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan pemerintah menghargai pandangan, saran, dan kritik seluruh kelompok fraksi di Komisi II DPR RI. “Pemerintah memahami aspirasi yang disampaikan oleh seluruh kelompok fraksi di Komisi II, bahwa hak berserikat dan berkumpul dijamin oleh konstitusi,” ujarnya Tjahjo yang menjadi wakil pemerintah bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly dan Menteri Kominfo Rudiantara.
Mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini mengatakan pemerintah selalu terbuka ruang untuk merevisi Perppu Ormas apabila dianggap diperlukan. Tapi bahwa organisasi masyarakat harus berpegang pada Pancasila dan UUD 1945, hal itu tidak bisa diganggu gugat.
“Mungkin yang (direvisi) masalah masa tahanan, masa hukuman, misalnya begitu ya. Tapi kalau orang berserikat, berkelompok, sudah diatur oleh konstitusi. Prinsip harus memegang teguh Pancasila, final,” katanya.
Kritik
Wakil Ketua Komisi II Ahmad Riza Patria menilai pemerintah tergesa-gesa menyiapkan Perppu Ormas. Hal ini menurutnya tampak dari catatan sejumlah fraksi terhadap isi Perppu yang siap diakomodir pemerintah. “Kalau pemerintah memang, atau sebagian partai/fraksi menyetujui dan kemudian setuju merevisi, itu artinya betul bahwa Perppu ini dibuat tergesa-gesa. Bahwa Perppu ini tidak sempurna karena pemerintah menyadari bahwa Perppu ini perlu direvisi,” kata Riza.
Alih-alih direvisi, Riza berpandangan Perppu sebaiknya ditolak. Menurutnya Perppu Ormas sudah melanggar konstitusi dan UUD 1945 karena dilahirkan tidak dalam kondisi genting dan kekosongan hukum. “Kalau fraksi Gerindra, supaya tidak menimbulkan kegaduhan, dilihatnya ditolak, silakan nanti baru kita revisi. Bukan diterima lalu direvisi,” ujarnya.
Selain itu Gerindra juga menyoroti dua titik lemah dalam Perppu yakni soal masa hukuman dan tafsir Pancasila. Riza keberatan dengan masa hukuman bagi ormas yang dianggap menistakan agama yakni penjara 20 tahun bahkan seumur hidup. Padahal dalam KUHP Pasal 156 dan Pasal 156a soal penistaan agama saja hanya mencapai 5 tahun penjara.
“Ini luar biasa hukuman Perppu ini, lebih hebat dari Undang-undang zaman kolonial, Orde Lama, Orde Baru,” tandasnya lagi.
Kemudian soal tafsir Pancasila. Menurut Riza, dengan Perppu Ormas ini, pemerintah bisa menjadi pihak yang sangat berbahaya. Hal ini karena pemerintah menjadi satu-satunya pihak yang bisa menafsirkan Pancasila dan tentu bisa mengarah menjadi pihak yang otoriter. Sejak beberapa waktu lalu, tidak ada lagi lembaga yang bisa menafsir Pancasila, dan ini bisa dimanfaatkan pemerintah untuk sewenang-wenang.
“Tidak ada satu lembaga yang dianggap paling berwenang, paling ahli membuat tafsir, siapa yang dianggap paling Pancasila, siapa yang dianggap tidak Pancasila. Melalui UU ini, tafsir Pancasila ada pada eksekutif, ada problem pemerintah, ini sangat berbahaya. Tergantung rezim yang berkuasa. Bisa rezim mana saja, kapan saja, ke depan sangat berbahaya,” anggapnya.
Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto menyatakan pihaknya bulat menolak menerima Perppu Ormas menjadi undang-undang. "Fraksi PAN ada rapat pleno pada 23 Oktober, namun kelihatannya kami sudah bulat untuk menolak karena kami sudah mengkajinya," kata Yandri.
Yandri mengakui PAN diundang silaturahmi dengan partai politik pendukung pemerintah pada Rabu (18/10) untuk membicarakan Perppu Ormas. Dia menegaskan bahwa PAN memiliki sikap sendiri dan sudah disampaikan dalam berbagai kesempatan bahwa partainya menolak Perppu Ormas.
Yandri mengatakan partainya tidak khawatir kalau ada konsekuensi dari sikap menolak Perppu Ormas karena tidak ada jaminan ketika PAN menerima Perppu lalu mendapatkan penghargaan khusus. Dia menegaskan PAN tidak bisa diancam oleh siapapun karena sikap fraksinya didasarkan pendapat pakar yang telah diundang untuk dimintai pendapat.
"Dalam hal mengambil keputusan, kami 'nothing to lose' saja karena serangkaian keyakinan kami dan berdasarkan diskusi di internal termasuk ormas dan pakar yang telah kami undang," ujarnya.
Anggota Komisi II DPR ini mengusulkan agar beberapa pasal di UU Ormas direvisi misalnya terkait proses di pengadilan yang dipersingkat waktunya. Selain itu, menurut dia, yang terpenting jangan sampai pemerintah menjadi pihak yang memberikan tafsir tunggul terkait keberadaan ormas. "Di Perppu Ormas tidak dijelaskan kriteria orang dianggap menganut paham lain atau melanggar Pancasila. Ini bukan berarti PAN anti-Pancasila tapi kami ingin negeri ini ke depan tetap dibangun untuk bersama," katanya.
Penulis: Jay Akbar
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti