tirto.id - Dokter spesialis endokrinologi anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dana Nur Prihadi menyatakan kasus diabetes anak di Indonesia kian pesat. Diabetes pada anak merupakan kasus yang banyak orang tak menyadarinya.
“Yang orang banyak tak tahu, diabetes bisa terjadi pada bayi hingga umur 17 tahun, atau kategori anak-anak,” ujar Dana dalam diskusi media di Jakarta Selatan, Rabu (9/3/2023).
Menurut Dana, keluarga memiliki peranan penting untuk menjaga anak terhindar dari diabetes. Orang tua, harus mengetahui gejala diabetes pada anak agar dapat diberikan penanganan dini.
“Orangtua mesti curiga jika anak mengalami penurunan berat badan padahal di saat yang sama si anak lebih banyak minum dan lebih banyak makan. Tiba-tiba mengompol di malam hari padahal sebelumnya tidak. Umumnya inilah gejala diabetes tipe 1 pada anak-anak. Segera cek gula darah dan konsultasikan ke dokter,” sambung Dana.
Seperti diketahui, diabetes dibagi menjadi tipe 1 dan tipe 2. Diabetes tipe 1 umumnya terjadi pada anak dan remaja, sedangkan diabetes tipe 2 lebih sering dialami oleh orang dewasa. Namun, diabetes ini bisa dikendalikan dengan pola hidup sehat dan pengobatan.
Dana menambahkan, anak diabetes tetap bisa melakukan aktivitas, bahkan mencapai cita-citanya. Anak diabetes perlu melakukan kontrol metabolik rutin, dengan begitu tumbuh kembang anak diabetes akan sebaik anak sehat. Kontrol metabolik meliputi tersebut meliputi pengukuran kadar HbA1C setiap tiga bulan sekali.
“Upayakan agar kadar gula darah senormal mungkin,” ujar Dana.
Selain itu, Dana menyoroti pentingnya menjaga kesehatan mental anak yang mengidap diabetes. Bahkan ia pernah menemukan beberapa kasus pasiennya sampai terkena perundungan verbal oleh teman sejawatnya.
“Bahkan ada pasien saya yang dibilang kamu suntik terus bisa mati loh, padahal yang disuntik obat insulin,” sambungnya.
Hal senada diucapkan oleh Pakar Perilaku Konsumen dari Institut Pertanian Bogor, Ujang Suwarman yang menyatakan bahwa stres merupakan respons umum ketika seorang anak didiagnosa penyakit.
“Ketika dia dicek rutin kemudian ada indikasi penyakit tertentu, yang paling pertama muncul adalah stres,” kata Ujang dalam kesempatan yang sama.
Peranan keluarga dibutuhkan agar anak yang mengidap diabetes mampu mengelola emosinya dengan baik. Selain itu, menurut Ujang konsumsi gula dalam kebiasaan masyarakat kita juga berpotensi membuat kadar gula seorang anak meningkat.
“Konsumsi gula yang berlebihan ini tentu saja menambah besar risiko penyakit diabetes. Karena itu perlu tindakan preventif yang sangat serius dan tegas dalam membatasi kandungan gula dalam produk makanan dan minuman yang dijual di pasaran,” sambung Ujang.
Ujang menyatakan bahwa produk makanan jadi masih menjadi penyumbang konsumsi gula harian. Tingginya konsumsi makanan dan minuman manis dibuktikan melalui hasil Riset Kesehatan Dasar 2018.
Sebanyak 47,8 persen responden mengkonsumsi makanan manis 1-6 kali per minggu. Kemudian, 59,6 persen anak usia 3-4 tahun mengkonsumsi makanan manis lebih dari satu kali sehari dan 68,5 persen mengkonsumsi minuman manis lebih dari satu kali sehari.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Restu Diantina Putri