Menuju konten utama

Di Balik Pelaporan Dirut Jiwasraya Hexana oleh Benny Tjokro

Direktur Riset CORE Piter Abdullah menilai pelaporan Dirut Jiwasraya Hexana merupakan hak Benny Tjokro. Nantinya kepolisian dan pengadilan yang akan menentukan nasib laporan itu.

Di Balik Pelaporan Dirut Jiwasraya Hexana oleh Benny Tjokro
Dirut Jiwasraya Hexana Tri Sasongko, Jumat (27/12/2019). tirto.id/Hendra Friana

tirto.id - Langkah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir membenahi perusahaan pelat merah menemui ujian. Direktur Utama PT Jiwasraya saat ini Hexana Tri Sasongko harus berhadapan dengan kepolisian usai dilaporkan Kuasa Hukum Komisaris PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, Muchtar Arifin, Senin (24/2/2020).

Muchtar melaporkan Hexana dan Sekretaris Perusahaan Jiwasraya Budiyono atas dugaan pencemaran nama baik dan fitnah. Ini terkait pernyataan Hexana tentang investasi Jiwasraya senilai Rp13 triliun yang berujung gagal bayar dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi VI DPR, Rabu (19/2/2020).

Keduanya disangka dengan Pasal 311, 317 Bab XVI KUHP tentang penghinaan. Muchtar juga memastikan pelaporan ada yang menyangkut UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Dirutnya menyatakan bahwa kerugian negara dalam bentuk gagal bayar Jiwasraya sekitar Rp13 triliun lebih. Itu semua (dianggap) sahamnya kepunyaan klien kami Benny Tjokro. Ini tentu tidak sesuai dengan fakta,” ucap Muchtar kepada wartawan, di Jakarta, Senin (24/2/2020).

Kejaksaan Agung mencatat terdapat kerugian negara senilai Rp17 triliun dari kasus ini per Jumat (14/2/2020). Sementara itu, per Rabu (19/2/2020), Kejagung telah menyita aset dari 6 tersangka dugaan korupsi Jiwasraya dengan nilai total Rp11 triliun.

Nilai aset itu terdiri dari gabungan baik bangunan maupun kendaraan. Angkanya belum final dan masih bisa berubah, tetapi Kejagung memastikan nilai terbesarnya adalah milik Benny Tjokro.

Per Selasa (4/2/2020), Kejagung sudah meminta pemblokiran 20 hektar tanah Milenium City dan 60 Hektare tanah di Forest Hill milik Benny Tjokro.

Lalu pada Rabu (19/2/2020) Hexana bersama Dirut BUMN Asuransi lainnya diundang untuk memaparkan perkembangan teraktual di perusahaan masing-masing. Dalam rapat itu, Hexana memaparkan angka investasi Jiwasraya Rp13 triliun yang dipersoalkan kuasa hukum Benny Tjokro.

Namun dalam penelusuran reporter Tirto, Hexana tidak menyebutkan bila Rp13 triliun itu seluruhnya berasal dari saham Benny Tjokro. Sebaliknya Hexana hanya menyebutkan, “Yang terafiliasi sekitar Rp13 triliun.”

Kebetulan pada hari itu terdapat sejumlah media yang menulis kalau nilai Rp13 triliun itu adalah saham Benny. Belakangan pihak Jiwasraya mengirimkan hak jawab mereka terkait pemberitaan itu, pada Jumat (21/2/2020).

Dalam hak jawab itu, Sekretaris Perusahaan Jiwasraya Budiyono mengklarifikasi nilai saham Rp13 triliun itu berasal dari inisial HH dan BT, alih-alih hanya dari satu orang yaitu Benny Tjokro.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan pelaporan itu merupakan hak Benny Tjokro. Nantinya kepolisian dan pengadilan yang akan menentukan nasib laporan itu. Akan tetapi, Piter mengatakan perlu ada pemisahan tegas terhadap kasus yang membelit Benny Tjokro.

Ia bilang dalam proses dengar pendapat atau hearing di DPR, posisi direktur Jiwasraya hanya menyampaikan fakta berdasarkan data yang dimiliki kalau ada sejumlah investasi yang belakangan menjadi sampah dan tidak bernilai. Entah itu karena pelanggaran prosedur atau melibatkan pihak lain.

“Dalam hearing DPR, seharusnya tidak mungkin menyampaikan yang salah,” ucap Piter saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (25/2/2020).

Piter mengatakan terlepas kasus yang membelit dirut Jiwasraya itu, ia mengatakan pemerintah harus memastikan bahwa hak-hak nasabah tetap dipenuhi. Kasus yang menjerat dirut Jiwasraya ini, kata dia, tidak boleh menghambat pengembalian dana nasabah.

Hal yang sama, kata Piter, juga berlaku bagi upaya Kementerian BUMN dan penegak hukum dalam mengusut tuntas mereka yang terlibat. Sebab hal ini, kata dia, menentukan kepercayaan konsumen pada industri asuransi.

“Harus bisa dipisahkan. Jangan sampai menyebabkan persoalan penyelesaian Jiwasraya terhambat. Ini, kan, harus disehatkan dan tidak harus menunggu kasus hukum selesai,” ucap Piter.

Pengajar Ilmu Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan pemerintah tetap harus melanjutkan proses yang ada terlepas dari pelaporan ini. Baik itu pengusutan maupun perhitungan kerugian.

Menurut dia, angka yang disebut oleh Hexana juga disebutkan dalam pemeriksaan Kejaksaan Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ia bilang pemeriksaan lembaga itu memang menghasilkan angka kerugian yang nilainya hampir sama.

“Maju terus saja. Persoalan hukum selesaikan dengan mekanisme hukum juga. Angka ini tentu ada dasarnya. Tidak mungkin omong kosong begitu saja. Jadi Dirut Jiwasraya tidak perlu takut bicara,” ucap Toto dalam pesan singkat, Selasa (25/2/2020).

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo belum menjawab pertanyaan reporter Tirto hingga artikel ini rilis. Namun staf khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyatakan hal ini sudah dijelaskan dalam hak jawab PT Jiwasraya pada dua media.

“Salah kutip saja,” ucap Arya kepada wartawan, di Gedung DPR RI, Selasa (25/2/2020).

Kendati sudah terlanjur masuk dalam ranah hukum, Arya mengatakan lembaganya akan mendukung Dirut Jiwasraya Hexana menghadapi pelaporan itu.

“Kami lihat memang beliau belum pernah bicara seperti itu. Kami support lah. Enggak masalah akan kami support,” ucap Arya.

Baca juga artikel terkait KASUS JIWASRAYA atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz