tirto.id - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tidak ada pelanggaran etik yang dilakukan oleh pimpinan KPK dalam proses asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK). Dengan keputusan ini, Dewan Pengawas menghentikan pemeriksaan terhadap Firli dkk.
"Seluruh dugaan pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan pimpinan KPK sebagaimana disampaikan surat pengaduan tidaklah cukup bukti, sehingga tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke sidang etik,” kata Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan dalam konferensi pers yang disiarkan kanal YouTube KPK pada Jumat, 23 Juli 2021.
Ada tujuh dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh pimpinan KPK yang dilaporkan oleh para pegawai. Pertama, Ketua KPK Firli Bahuri diduga telah menambahkan pasal mengenai tes wawasan kebangsaan dalam rapat pimpinan tanggal 25 Januari 2021 ke dalam draf Perkom 1 tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Status Pegawai KPK Menjadi ASN [Perkom 1/2021].
Mengenai itu, Dewas menyatakan tidak benar TWK merupakan pasal yang ditambahkan oleh Firli. Menurut Dewas, TWK adalah masukan BKN yang pertama kali disampaikan pada 9 Oktober 2020. Ketentuan soal itu pun telah tercantum dalam draf Perkom 1/2021 per tanggal 21 Januari, jemuduan dikirim oleh Sekjen KPK melalui nota dinas dan disetujui oleh pimpinan secara kolektif kolegial.
Dugaan pelanggaran kedua, Firli diduga sendirian menghadiri rapat pembahasan draf Perkom 1/2021 di Kemenkumham dengan membawa draf yang telah disusupi pasal soal TWK.
Dewas pun mementahkan tuduhan itu. Dewas mengatakan rapat harmonisasi Perkom 1/2021 tanggal 26 Januari 2021 di Kementerian Hukum dan HAM tak cuma dihadiri Firli seorang, tetapi juga ada Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dan Sekjen KPK Cahya Harefa.
Dewas mengatakan, sebelum rapat harmonisasi dilakukan, Sekjen KPK telah mengirim draf Perkom 1/2021 ke Kemenkumham dan Biro Hukum melalui surel. Pada saat itu, draf sudah mencantumkan soal TWK.
Ketiga, pimpinan diduga tidak menjelaskan konsekuensi dari TWK. Namun, menurut Dewas telah dilakukan sosialisasi Perkom 1/2021 melalui Zoom Meeting pada 17 Februari 2021. Dalam sosialisasi itu, Kepala Biro Hukum KPK telah menjawab pertanyaan mengenai konsekuensi dari TWK, selain itu Nurul Ghufron juga telah menjelaskan soal konsekuensi itu melalui email pada 6 Maret 2021.
Dewas menambahkan, Perkom 1/2021 memang tidak mengatur tentang konsekuensi dari pelaksanaan TWK. Namun, beleid itu mengatur untuk diangkat menjadi ASN harus memenuhi syarat yang disebutkan dalam Pasal 5 Ayat (1) Perkom 1/2021 antara lain menyatakan setia pada Pancasila, NKRI, dan pemerintah yang sah melalui alat ukur TWK.
Keempat, pimpinan KPK diduga membiarkan asesmen yang pada pelaksanaannya telah melanggar hak kebebasan berekspresi, hak beragama, hak untuk bebas dari perlakuan diskriminasi dan bebas dari kekerasan berbasis gender.
Dewas mengatakan seluruh materi asesmen TWK disediakan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN). Setelah pelaksanaan tidak ada pegawai yang menyatakan keberatan atas materi tes kepada pimpinan.
Pimpinan baru mengetahui mengenai dugaan pelanggaran hak asasi manusia tersebut melalui media massa dan surat rekomendasi Komnas Perempuan. Dengan demikian, Dewas menyimpulkan tidak benar pimpinan KPK membiarkan pelaksanaan asesmen dan tidak menindaklanjuti aduan pegawai yang bermasalah tersebut.
Kelima, Firli menyatakan TWK bukan masalah lulus atau tidak lulus, dan untuk mengukur pegawai KPK terlibat dalam organisasi terlarang tidak cukup dengan wawancara. Terkait dugaan pelanggaran ini, Dewas tidak menemukan rekaman yang berisi pernyataan Firli yang dipermasalahkan oleh pegawai.
Keenam, pada rapat tanggal 29 April, pegawai menduga pimpinan telah memiliki keputusan untuk memberhentikan pegawai yang tidak lulus TWK pada hari pelantikan menjadi ASN yakni 1 Juni. Dewas lagi-lagi membantah ini dan mengatakan, pada 1 Juni nyatanya tidak ada satupun pegawai yang tidak lolos TWK yang dipecat. Selain itu, pimpinan KPK terus berupaya memperjuangkan agar pegawai yang tidak lolos TWK bisa diangkat menjadi ASN dan hasilnya, 24 orang bisa "diselamatkan".
Ketujuh, pimpinan KPK diduga tidak mengindahkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XVII/2019 tanggal 4 Mei 2021, dan SK 652 tahun 2021 tentang perintah pegawai KPK yang tidak lulus TWK untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawab ditandatangani oleh pimpinan bukan oleh sekjen.
Menurut Dewas, Surat Keputusan Nomor 652 tahun 2021 yang berisi perintah kepada pegawai yang tidak lolos TWK untuk menyerahkan tugas kepada atasan adalah tindak lanjut dari TWK. Namun, sampai hari ini tidak ada satupun yang diberhentikan, pimpinan KPK masih berupaya agar pegawai KPK yang tidak lulus TWK bisa tetap diangkat menjadi ASN.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Restu Diantina Putri