Menuju konten utama
Expose

Derita Pengantin Pesanan Cina: Disekap hingga Alami Kekerasan

Pengantin pesanan Cina: iming-iming hidup enak; dokumen dipalsukan; alami kekerasan fisik dan verbal hingga pemaksaan kehamilan.

Derita Pengantin Pesanan Cina: Disekap hingga Alami Kekerasan
Header Indepth Pengantin Pesanan. tirto.id/Ecun

tirto.id - Ada kalanya manusia menempuh cara di luar nalar demi bertahan hidup. Arum misalnya. Ini bukan nama sebenarnya. Perempuan 28 tahun itu menikahi pria manca asal Cina yang sama sekali tidak dikenalnya. Dalilnya demi uang, demi penghidupan lebih baik bagi dirinya dan keluarga.

Inilah cerita perjalanan pengantin pesanan. Kisah Arum ini dimulai empat tahun silam. Kala itu kondisi perekonomian Arum sedang tidak baik-baik saja. Tentu ada banyak bumbu getir dalam laku hidupnya. Ia misalnya, berjibaku sendirian sebagai single mom, menghidupi dua anak setelah bercerai dengan suaminya.

Awal Januari 2019, Arum diajak Riko [bukan nama sebenarnya] menyambangi indekos Susan [bukan nama sebenarnya] di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Arum menyetujui ajakan itu, karena telah 7-8 tahun Ia tidak bertemu temannya itu.

Alasan lain Riko mengajak Arum untuk menawarkan pekerjaan menikahi pria Cina. Nihil persyaratan khusus untuk menjadi istri pria negeri Panda itu. Riko mengklaim telah menikahkan dan memberangkatkan dua perempuan asal Solo ke Cina. Dua perempuan Solo itu kini sudah bisa membangun rumah di kampung dan mengirim uang bulanan untuk keluarga.

Jika Arum mau ikut serta dalam proyek ini, maka ia akan mendapatkan mahar Rp10 juta hingga Rp15 juta. Kemudian dokumen-dokumen pernikahan akan diurus oleh agensi. Arum butuh duit, maka gayung pun bersambut. Ia menerima tawaran Riko itu.

Sebulan kemudian, Arum bertemu dengan agensi di sebuah ruko di kawasan Latumenten, Jakarta Barat. Ternyata ada Aina [bukan nama sebenarnya], perempuan asal Jawa Barat yang bertujuan serupa dengannya.

Tiba di sana, Arum diperkenalkan kepada Laila, petugas administrasi. Lantas pihak kantor pun mewawancarainya:

"Punya anak berapa?"

"Yakin mau menikah dengan orang Cina? Nanti hidupmu di sana enak, tidak tinggal bareng mertua, bisa punya mobil."

Laila juga meyakinkan Arum bahwa keluarganya akan mendapat kiriman uang bulanan dan bisa pulang ke Tanah Air setahun sekali. Di ruko tersebut Arum juga bertemu dengan petugas agen penyambung dari Cina ke Indonesia asal Kalimantan.

Perkenalan Pertama

Dua pria Cina masuk ke ruangan pertemuan. Mereka tinggal di apartemen tak jauh dari ruko. Arum dan Aina lalu berkenalan dengan keduanya. Saat itulah glorifikasi terhadap dua pria itu dimulai: profesi, jumlah penghasilan per bulan, dan kesanggupan mengirim biaya buat keluarga Arum. Singkat cerita, setelah beberapa kali pertemuan, mereka gagal menikah.

Maret 2019, Arum kembali ke kantor agen. Ia bersama Susan dan Riko, temannya yang ternyata berperan sebagai mak comblang, berangkat ke daerah Grogol untuk bertemu dengan dua pria Cina di kafe, sebut saja Guan Pi dan Ling Dun. Di sana dua pria itu memperkenalkan diri. Guan anak satu-satunya dalam keluarga, duda yang punya usaha furnitur di Cina, punya seorang anak, tinggal di apartemen yang terpisah dengan orang tua, punya mobil, dan berjanji mengirimkan duit berapapun yang dibutuhkan keluarga Arum.

Usai pertemuan, mereka berpisah. Dua hari kemudian pihak agensi menghubungi mak comblang untuk memberitahukan bahwa besoknya pernikahan siap dilaksanakan.

"Aku kaget. Saat itu ponselku hilang, jadi dapat kabar dari mak comblang," ucap Arum kepada Tirto.

Berbekal kartu keluarga dan KTP, keesokan harinya Ia menuju ke Wisma Lampung di daerah Tomang. Tiba di wisma, sudah ada perias dan penghulu, Arum didandani dan bersiap untuk akad nikah. Arum pun terkejut. Paman Arum yang turut hadir dijadikan sebagai wali nikah; lalu saksinya si mak comblang, satu teman Arum yang telah menikah dengan pria Cina, dan keluarga pihak agensi.

Guan, pria Cina calon suami Arum bahkan bersyahadat di ruangan itu, sebagai cara meyakinkan Arum bahwa calonnya siap memeluk Islam demi menikahinya. Setelah itu Arum menerima mahar Rp10 juta, Rp5 juta sisanya dipotong oleh mak comblang tanpa sepengetahuannya. Lantas tiga hari Arum dan suaminya menginap di hotel, lalu suaminya kembali ke Cina seorang diri.

Sepekan berikutnya, Guan kembali ke Indonesia untuk mengurus akta nikah di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Bekasi. Di lokasi, Arum melihat ada tiga pria Cina dan tiga perempuan Indonesia. Lantas Arum masuk ke sebuah ruang, di sana Ia ditanyai petugas. Misalnya, apakah benar Guan adalah suaminya?

"Agensi itu punya kaki-tangan orang Dukcapil, pengurus paspor, sertifikat pindah agama jadi agama Buddha," jelas Arum. Setelah itu Arum kembali ke apartemennya di Tangerang.

Infografik Alur Perekrutan pengantin Revisi

Infografik Alur Perekrutan pengantin. tirto.id/ecun

Sebulan saja Guan di Indonesia, kemudian kembali ke Cina. Arum mulai mengurus paspornya. Namun pengurusan pertama gagal, padahal Ia ditemani pihak agensi yang siap "memuluskan" pengurusan imigrasi. Kegagalan itu lantaran petugas imigrasi di kawasan Jakarta Selatan curiga.

Dua pekan setelah gagal mengurus paspor, Arum bertemu dengan Ling Dun. Ling Dun ternyata telah memperistri perempuan Indonesia juga, bahkan istrinya tengah hamil anak kedua. Ling Dun pun mengantarkan Arum ke kantor imigrasi daerah Jakarta Utara dan pasang badan menjadi penjamin.

Sekitar Mei atau Juli 2019, Arum lupa kapan tepatnya, Ia pun berangkat ke Cina. Ketika di imigrasi bandara, petugas menahan Arum karena curiga ada kejanggalan pada berkas-berkasnya, salah satunya soal dokumen pernikahan dengan lelaki Cina. Semua ini imbas dari penangkapan kasus serupa. Pihak imigrasi tak ingin Arum menjadi target pernikahan tersebut.

Meski si suami membekali duit Rp2 juta kepada Arum sebagai upaya pelicin, namun tetap saja gagal. Dua pekan kemudian, Ia mendapatkan kabar sudah bisa berangkat, tapi kali ini bersama dua perempuan lain. Mereka tak langsung ke Cina, melainkan transit di Malaysia terlebih dahulu. Dari Malaysia mereka lanjut ke Cina.

Sampai di bandara Cina, keluarga Guan menjemput Arum. Ketiga perempuan itu berpisah, Arum melanjutkan perjalanan ke Xingtai, Provinsi Hebei. Di sanalah Ia akan menetap.

Jauh Panggang dari Api

Awal Ia tinggal, keluarga Guan memperlakukannya dengan baik. Bahkan mereka membelikannya pakaian dan makanan. Namun bak di dalam penjara, Arum dilarang keluar apartemen.

"Dilarang keluar oleh suamiku, tidak dikasih uang, kalau mau beli apa-apa harus tunggu dia. Makan dibatasi. Mau beli kopi satu (saset) saja tidak boleh," ujar Arum.

Makan siang pun diantar mertuanya, sedangkan untuk makan malam ke rumah mertua. Guan memintanya tak perlu memasak. Suatu hari Arum bikin janji temu dengan temannya yang berangkat bareng dari Indonesia ke Cina. Si teman ini berada di Baoding, sekira 3-4 jam perjalanan dari apartemennya.

Arum saat itu bahkan menyusun rencana untuk kabur ke kantor polisi terdekat. Hari yang ditunggu tiba. Pukul 5 pagi Arum berhasil keluar dari apartemen, tanpa sepengetahuan Guan. Kemudian Ia berlari ke pinggir jalan dan menyetop taksi.

"Aku gunakan Google translate untuk bicara. Aku minta (sopir) antar ke kantor polisi," kata Arum. Sampai di kantor polisi, petugas jaga menerimanya, lalu menempatkannya ke sebuah ruang untuk dimintai keterangan.

Arum pun menjelaskan bahwa ia adalah korban perdagangan orang bermodus pernikahan. Si polisi pun memintanya menunggu karena akan berkoordinasi dengan atasan. Kurang lebih tiga jam menunggu, datanglah lima-enam polisi, lalu menghampirinya dan mulai bertanya apa yang menimpanya. Kala itu Arum tak membawa dokumen apa pun.

Polisi di situ malah "mengoper" Arum ke kantor polisi lainnya. Di kantor polisi kedua itu, ia kembali diperiksa, lalu memintanya untuk menunggu pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia.

"Ternyata bukan pihak KBRI yang datang, tapi bos besar agensi dan anak buahnya. Mau gak mau, aku terpaksa ikut pulang."

Masalah diselesaikan secara “kekeluargaan”. Arum pun menginap dua-tiga hari di rumah anak buah bos agensi tersebut. Kemudian Guan menjemputnya dan memulangkannya ke apartemen.

“Di situ (apartemen) terjadi pemukulan, aku ditampar, ditendang. Dia merasa kesal (karena) aku kabur,” ungkap Arum.

Sang suami pun meminta Arum ikut program hamil. Dokter memberikannya beberapa obat, Arum tak tahu kegunaan obat tersebut. Dia meminumnya dengan terpaksa karena wajib menenggak itu di hadapan suaminya.

Namun Arum menyembunyikan obat di bawah lidahnya, berpura menelannya; ketika suami telah percaya, Ia meludahkan pil itu. Guan juga tidak menepati janji mengirim uang ke keluarga Arum Rp5-6 juta per bulan.

Percobaan Kabur Kedua Kalinya

Beberapa kenalan Arum pun bernasib sama. Mereka juga telah mencoba melarikan diri dari Cina. Mereka mengirimkan pesan langsung kepada akun media sosial artis, pejabat, dan anggota DPR. Ada sepasang adik-kakak asal Bandung berhasil direspons oleh Baim Wong, seorang pesohor Tanah Air perihal pemulangan ke Indonesia pada September kala itu.

Pasangan sedarah itu memiliki paspor dan akhirnya bisa pulang ke Indonesia. Arum dan seorang temannya asal Bogor, mencoba peruntungan itu. Arum berkoordinasi dengan tim Baim Wong. Lalu tim mencari bantuan mahasiswa di daerah Arum menetap untuk mencari tahu alamat dan membawa Arum ke bandara.

Arum ‘mengadali’ suaminya untuk memberitahu alamat lengkap tempat tinggalnya. “Aku bilang, teman mau kirim makanan,” katanya kepada si suami.

Pada 11 September jam 7 pagi, Arum dijemput oleh si mahasiswa yang sudah menerima alamat lengkapnya dalam komunikasi sebelumnya. Lantas mereka pergi ke sebuah hotel untuk bersembunyi. Selama di Cina, Arum memiliki dua ponsel. Satu ponsel bernomor Indonesia, satu lainnya nomor lokal Cina. Ponsel Cina itu Ia matikan agar Guan tak bisa melacak keberadaannya.

Sore harinya, mahasiswa itu kembali menjemput Arum lalu mengantarnya ke bandara. Mereka memastikan Arum benar-benar bisa masuk pesawat dan berangkat. Akhirnya ia berhasil kembali ke Indonesia, kemudian dijemput oleh perwakilan Baim Wong dan perwakilan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Mempawah.

Selama di Tanah Air, Arum melakukan beberapa hal. Misalnya bekerja sama dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) perihal pendampingan hukum dan psikologi. Kemudian Ia membuat laporan atas kasusnya kepada Polda Metro Jaya.

Alih-alih memroses kasusnya, Polda justru meminta Arum membuat laporan ke Polres Metro Jakarta Barat. Ketika di kepolisan resor, seorang penyidik malah berujar tak simpatik.

“Ini masalah rumah tangga biasa. Kenapa harus diperpanjang?” Kata petugas tanpa mengindahkan indikasi-indikasi TPPO dalam kasus Arum.

Hasilnya, hingga kini pengaduan Arum nihil kelanjutan alias mandek empat tahun. Arum pun memilih mencabut laporan.

Ia juga mendapat informasi bahwa mak comblang dan agensinya telah pindah tempat, kabur entah ke mana. Guan sempat menghubungi Arum di Indonesia, meminta istrinya itu kembali ke Cina. Arum menolak sebab harus merawat dua anaknya, meskipun Guan memintanya mengajak dua anaknya itu.

Guan merasa rugi karena telah menggelontorkan dana Rp300-400 juta kepada agensi dan pengurusan berkas pernikahan; bahkan suami Cina dari kawan Arum ada yang merogoh Rp700 juta.

Arum menyebut beberapa motif pria Cina ngebet ingin menikahi perempuan Indonesia. “Pertama, faktor ingin keturunan. Lalu kalau mereka menikah dengan orang sana, mahar bisa Rp1-2 miliar,” ujar dia.

Nasib Arum masih jauh lebih baik. Salah satu rekannya, D, bahkan harus meninggal di negeri orang usai menderita kanker serviks. Menurut cerita Arum, D tak mendapat perawatan medis yang layak usai divonis mengidap kanker.

“Aku cuma mau mati deket keluargaku, Rum. Aku enggak mau mati di sini,” kenang Arum mengulang ucapan terakhir rekannya.

Baca juga artikel terkait PENGANTIN PESANAN atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Restu Diantina Putri