Menuju konten utama

"Dengan Kondisi Ini, Orang Bisa Bersimpati kepada Ahok"

Polisi menetapkan Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama. Menariknya, Ahok tak berniat mengajukan gugatan praperadilan meski memiliki hak untuk melakukannya.

Pengamat Politik Lima (Lingkar Madani), Ray Rangkuti. TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Selama ini, kasus dugaan penistaan agama hampir pasti muncul akibat desakan publik. Pada kasus Ahok, terlihat bagaimana polisi harus membuka hasil gelar perkara kepada publik, meski sejatinya tak ada aturannnya dalam hukum pidana.

Hal itu disampaikan Ray Rangkuti, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima). “Ini kan lebih karena dorongan masyarakat. Lihat saja, lebih banyak ribut di luar proses hukumnya ketimbang hukumnya sendiri. Oleh karena itu, susah menyebutkan bahwa penetapannya hanya atas dasar pertimbangan hukum,” kata ray kepada Reja Hidayat, reporter tirto.id, pada Rabu (16/11/2016).

Bagaimana pengaruh penetapan tersangka kepada Ahok terhadap tingkat elektabilitasnya? Berikut wawancaranya:

Bagaimana Anda menilai keputusan Kapolri menjadikan Ahok tersangka?

Susah juga menyebutnya karena menetapkan sebagai tersangka dalam forum seperti itu. Seolah ya sudahlah ditetapkan jadi tersangka. Ahok juga kelihatan lapang dada menerima dan termasuk proses hukumnya.

Susah juga mengomentari karena pasal penistaan merupakan pasal subyektif. Biasanya pasal-pasal seperti itu dibuat atas desakan publik. Selalu kasusnya seperti itu. Sudah kelihatan kalau soal penistaan agama lebih banyak akibat dorongan publik dibandingkan murni pertimbangan hukum. Makanya ya sudah kita terima prosesnya.

Artinya menjadi bias antara murni hukum atau ada muatan politis?

Itu dia. Ini kan lebih karena dorongan masyarakat. Lihat saja, lebih banyak ribut di luar proses hukumnya ketimbang hukumnya sendiri. Oleh karena itu, susah menyebutkan bahwa penetapannya hanya atas dasar pertimbangan hukum. Jadi ada persoalan yang berkaitan ke politik. Dan kita melihat seperti itu.

Kasus Ahok sebenarnya menyerang person. Ini bukan kali pertama mau digagalin menjabat. Sejak di Bangka Blitung dulu, Ahok sudah diserang dengan istilah kafir. Tapi orang tidak merasa bahwa ini pelecehan Ahok secara pribadi.

Di negara demokratif, mana ada warga negara kafir? Di ideologi ada istilah kafir, tapi tidak bisa serta merta mengungkapkan kepada publik. Kalau keyakinanmu ada sebutan kafir, ya tidak ada masalah. Tapi keyakinan itu tidak boleh dipakai untuk menyerang hak orang lain di negara yang demokratis.

Apakah keputusan menjadikan tersangka tidak merugikan Ahok sebagai salah satu kandidat gubernur dalam Pilkada?

Pertama dari aspek elektabilitas. Dugaan saya tidak menurunkan, tapi justru menyolidkan mereka. Kedua, bahkan orang bisa makin bersimpati terhadap Ahok. Orang melihat bahwa peristiwa yang sama (penistaan agama) terjadi di mana-mana. Tetapi tidak ada publik yang turun seperti demo 4 November. Di tempat lain, bahkan ada yang menyebut dirinya nabi, tapi orang menganggap biasa saja. Tetapi begitu Ahok, kenapa menjadi panas.

Dengan kondisi seperti ini, orang bisa bersimpati kepada Ahok. Bukan menurunkan elektabiltasnya, tapi justru meningkatkan elektabiltasnya. Pasalnya suara pemilih Ahok tidak bakal ke mana-mana, juga tidak ke Agus (AHY). Itu membuktikan bahwa pemilih Ahok sangat solid. Walaupun pada ujungnya tidak ke Ahok, tidak serta merta mereka berpindah ke Agus atau Anies.

Mengapa kubu Ahok tak mengajukan gugatan praperadilan?

Kalau itu saya kurang tahu. Saya berharap Ahok menang di prapreradilan. Tapi saya tidak tahu pertimbangannya tak ajukan praperadilan. Saya kurang tahu apakah strategi atau bukan. Saya awalnya malah mengangap mereka bakal melakukan gugatan praperadilan.

Seberapa besar pengaruh penetapan sebagai tersangka dengan peluang memenangkan Pilkada?

Saya tidak tahu. Lagi-lagi perlu survei. Hanya satu hal yang bisa dijelaskan, pertama orang tidak beralih ke Agus atau ke Anies.

Apakah keputusan tak mengajukan gugatan praperadilan bagian dari skenario meredam aksi massa lebih besar 25 November?

Jujur itu tidak relevan lagi. Apalagi yang dituntut? Apa lagi yang mau dikejar oleh mereka (pendemo) kalau isunya masih soal Ahok? Kalau isu soal Jokowi lain lagi. Itu sudah gerakan politik.

Mungkin jika pihak Ahok mengajukan praperdilan, bisa terjadi lagi aksi 25 November?

Dugaan saya tidak. Logikanya sederhana saja. Kalau pihak pelapor menyatakan tegakkan hukum, Polri sudah menegakkannya. Bahwa dilakukan upaya praperadilan itu hak dan bagian dari hukum, juga tidak boleh ditolak. Apabila upaya membela diri ditolak oleh para pihak lain, mereka tidak menghormati proses hukumnya

Ada yang mengatakan proses hukum Ahok bakal panjang. Tujuannya agar Ahok lebih dulu menyelesaikan pertarungan di Pilkada?

Memang panjang. Di tingkat pertama, kedua dan Mahkamah Agung.

Kalau proses penyidikan hingga selesai Pilkada?

Kalau proses penyidikan sampai selesai Pilkada nggak mungkin. Paling dalam sebulan selesai. Dugaan saya, sudah dilimpahkan ke kejaksaan pertengahan Desember.

Jadi Anda melihat nuansa politis sangat kental?

Bayangkan saja, gelar perkara seperti itu tidak ada di hukum kita. Jadi tampaknya digelar agar memuaskan semua orang, bukan untuk menegakkan hukum. Apa gunanya membuka gelar perkara? Biar orang puas. Padahal gelar perkara bagian dari tindakan hukum, bukan dari penegakan hukum.

Membatasi hukum dua minggu saja sudah lompatan hukum yang besar. Dibatasi dua minggu, kemudian gelar perkara dilakukan terbuka. Di dalam hukum acara pidana kita, tidak ada gelar perkara terbuka. Kecuali hukum acara Pemilu. Kalau kalian teriak penjarakan Ahok, buat apa lagi penegakan hukum yang sedang berjalan sekarang. Penjarakan saja sekalian.

Baca juga artikel terkait PENISTAAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Reja Hidayat

tirto.id - Mild report
Reporter: Reja Hidayat
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Kukuh Bhimo Nugroho