Menuju konten utama

Dedi Mulyadi Larang Guru Berikan PR Teoritik pada Siswa

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengeluarkan kebijakan kontroversial di bidang pendidikan. Ia melarang guru memberikan pekerjaan rumah (PR) yang bersifat teoritik kepada para siswa. Sebagai alternatifnya, Dedi menyarankan para guru untuk memberikan PR yang bersifat ilmu terapan.

Dedi Mulyadi Larang Guru Berikan PR Teoritik pada Siswa
Ketua Komnas HAM Nur Kholis (kedua kanan) berfoto bersama Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi (tengah), Walikota Kupang Jonas Salean (ketiga kiri), Direktur The Wahid Institute Yenny Wahid (kiri), Wakil Dubes Kanada Helene Viau (kedua kiri) dan Pelapor Khusus Kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) Komnas HAM Imdadun Rahmat (kanan) di sela-sela acara Kongres Nasional KBB di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (23/2/2015).

tirto.id - Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi kembali mengeluarkan kebijakan kontroversial. Setelah bulan lalu melarang siswa nakal masuk sekolah negeri, kali ini Dedi berencana akan melarang guru memberikan pekerjaan rumah (PR) yang bersifat teoritik kepada para siswa. Menurut Dedi, PR semacam itu memberatkan siswa. Sebagai alternatifnya, Dedi menyarankan para guru untuk memberikan PR yang bersifat ilmu terapan.

"PR untuk siswa itu yang aplikatif. Misalnya biologi, siswa disuruh membuat tempe atau menanam kacang hijau di kebun, bukan di kapas. Atau, pekerjaan rumah membuat kain tenun," kata Dedi seperti dikutip Antara, Minggu (4/9/2016).

Rencananya (SK) itu akan ia teken pada Senin (5/9/2016). "Larangan itu akan segera dikeluarkan melalui surat keputusan bupati," katanya.

SK tersebut untuk selanjutnya akan diberikan kepada para guru sekolah negeri di Purwakarta, tak terkecuali guru sekolah swasta.

Kendati demikian, kata Dedy, dengan SK itu tidak berarti guru dilarang sepenuhnya memberikan PR kepada siswa. Hanya saja sifat PR diubah dari teoritik akademis ke penerapan ilmu.

"Jadi setiap siswa bisa saja mendapatkan PR berbeda-beda sesuai dengan minatnya masing-masing," katanya.

Kebijakan di bidang pendidikan itu tak sekali itu saja dilakukan Dedi. Pada awal Juni silam, Dedi melarang siswa nakal melanjutkan pendidikan di sekolah negeri dan akan mengembalikan siswa nakal ke orang tuanya.

"Kebijakan itu hanya diberlakukan bagi siswa nakal yang tidak mau diatur oleh pihak sekolah, dan orang tuanya keberatan jika anaknya itu diberi sanksi oleh pihak sekolah," katanya kepada Antara.

Dedi menjelaskan kebijakannya itu dilatarbelakangi oleh insiden di sebuah sekolah dasar di wilayahnya. Guru di sekolah itu, kata Dedi, mencubit perut siswanya yang dinilai nakal. Alih-alih takut, siswa itu malah melapor ke orangtuanya.

Mendapat aduan anaknya, si orang tua siswa itu memanggil kepala sekolah. Orangtua siswa tersebut meminta kepala sekolah meneken surat pernyataan telah melakukan kekerasan kepada siswa. Tidak hanya itu, Kepala sekolah itu juga sempat dicaci-maki dan sempat mendapat ancaman dari orangtua siswa.

Kasus tersebut berlanjut ke polisi. Kepala sekolah melapor ke polisi karena mendapat ancaman.

Mendengar cerita itu, Dedi mengaku turun tangan guna menyelesaikan persoalan tersebut. Di hadapan kepala sekolah dan orang tua siswa, bupati menyatakan akan memberi sanksi dua pihak itu. Bagi kepala sekolah, itu akan diperiksa oleh Inspektorat, dan bagi siswa nakal itu akan dikeluarkan dari sekolah dan dikembalikan ke orangtuanya.

"Atas nama bupati, atas nama negara, saya mengembalikan siswa itu ke orang tuanya. Biarkan orang tuanya mendidik anak sendiri. Si anak itu dilarang untuk masuk sekolah negeri, karena khawatir peristiwa melawan kepada kepala sekolah terulang kembali," kata Dedi seperti ditulis Antara.

Baca juga artikel terkait SEKOLAH atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Agung DH
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH