Menuju konten utama

Debat Cagub Mata Najwa: Anies Agresif Mencecar Ahok

Ketimbang mengelaborasi program kerja, Anies Baswedan lebih berfokus mencecar program kerja hingga karakter Ahok.

Debat Cagub Mata Najwa: Anies Agresif Mencecar Ahok
Anies Baswedan menyampaikan pendapatnya dalam Debat Cagub Mata Najwa, Senin, (27/3). Tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - “Kalau saya, yang harus disiapkan adalah menjadi Gubernur. Kalau Pak Ahok, yang harus disiapkan (adalah) kalau tidak jadi gubernur,” kata Anies Baswedan di ujung debat saat moderator Najwa Shihab menanyakan kesiapan para calon gubernur untuk kalah. Kalimat itu, tentu saja, menggambarkan tingkat kepercayaan diri Anies dengan sangat jelas.

Dialog itu terjadi dalam debat calon gubernur Jakarta yang diadakan Najwa dalam Mata Najwa, 27 Maret, semalam. Debat ini adalah tampilan perdana Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama dan Anies Baswedan di atas panggung dalam Pilkada DKI putaran kedua. Meski bukan dalam rangkaian acara resmi Komisi Pemilihan Umum, acara macam ini menjadi salah satu agenda pokok buat sekali lagi menguji program-program mereka, dan terutama dari rangkaian pertanyaan Najwa selama 7 sesi, buat menjelaskan sejumlah (rencana) program yang hampir mirip tapi tak ingin dibilang sama.

Dalam segmen pertama, Najwa memberikan kesempatan para kandidat untuk menyampaikan prioritas program mereka jika terpilih. Ahok menjawab penataan birokrasi, sementara Anies berfokus pada tiga hal: penyediaan lapangan pekerjaan, pendidikan hingga tuntas, dan harga sembako yang terjangkau. Tak ada hal menonjol dalam jawaban pertama ini, bahasa keduanya diplomatis sebagaimana bahasa politikus.

Tapi, sebelum menjawab, tak seperti Ahok, Anies memulai omongan dengan mengucapkan "selamat Hari Nyepi bagi umat Hindu"—yang dirayakan hari ini. Tak ada yang aneh dari ucapan ini, tapi nantinya audiens bisa melihat Anies mengangkut isu agama buat menyenggol Ahok.

Dalam segmen yang sama, Najwa kemudian membahas program kerja keduanya yang serupa tapi tak sama—program-program yang saling diklaim kedua kandidat. Salah satu yang dicontohkan Najwa adalah program Kartu Jakarta Lansia (KJL) milik Ahok, dan Tunjangan Hari Tua milik Anies.

Di titik ini, debat panas dimulai. Baik Ahok dan Anies mengklaim diri sebagai yang punya gagasan lebih dulu, sementara lawannyalah yang meniru.

Anies agaknya sangat sadar posisinya sebagai penantang petahana. Dan, di kesempatan pertama, Anies langsung menyerang Ahok.

Ahok berkata, program Kartu Jakarta Lansia sudah direncanakan sejak 2013. Sementara Anies? Lebih dari separuh dari waktu yang disediakan moderator, ia pakai untuk mencecar jawaban Ahok, dan sisanya mencatut nama Agus Harimurti Yudhoyono, calon gubernur yang kalah di putaran pertama, sebagai upaya menggaet pendukung Agus.

“Anda juga memiliki program Tunjangan Hari Tua yang juga fokus (pada) peningkatan hidup warga lansia. Apa bedanya dengan Kartu Jakarta Lansia, Pak?” tanya Najwa kepada Anies. “Satu setengah menit.”

“Tapi sebelum saya sampai situ, sebenarnya kalau petahana itu (harusnya) menunjukkan karya, bukan meluncurkan program. Kalau meluncurkan program saat kampanye, itu adalah calon. Tapi kalau petahana, tunjukkan yang sudah dikerjakan,” sindir Anies. “Bila memang dirancang sejak 2013, mengapa tidak berjalan sampai sekarang? Bagaimana kita bisa mengharapkan ini tereksekusi di kemudian hari? Ini catatan mendasar bagi pemilih untuk memikirkan.”

Sisa waktu debat di segmen satu ini habis dipakai Anies buat menyanggah dan mengkritisi jawaban-jawaban Ahok. Bagi Anies, ini mungkin taktik untuk menyudutkan lawannya sang petahana, tetapi yang terjadi malah seolah-olah Anies memberikan ruang agar Ahok bisa menjelaskan lebih rinci program miliknya, dari hulu hingga hilir.

Cecaran-cecaran Anies tak berhenti sampai di situ. Hampir setiap kali bicara, Anies selalu menyerempetkan kinerja hingga karakter Ahok dalam tiap omongan—bahkan ketika pertanyaan yang diberikan harus dijawab untuk mengeksplorasi dirinya sendiri.

Saat Najwa bertanya soal gaya kepemimpinan, Anies menyindir sikap Ahok yang terkenal temperamental. “Kalau ada ibu-ibu datang membawa masalah KJP (Kartu Jakarta Pintar), janganlah kirimkan kata-kata yang tak patut, tapi itu terjadi pada kasus ini,” ujar Anies sambil mengarahkan lengan kepada Ahok. (Baca: Ahok dan Anies Adu Program KJP dan KJP)

Ketika ditanya tentang pernyataannya yang ingin meneladani gaya kepemimpinan Presiden Soeharto pada "Peringatan 51 tahun Supersemar" dan haul Soeharto, Anies menyerang lawannya. “Dari presiden Soeharto, kita bisa melihat seorang figur yang stabil, tidak emosional, dan bisa memetakan masalah,” ungkap Anies. Menurutnya, “Jakarta membutuhkan pemimpin yang stabil, dan tidak labil.” (Baca sikap kritis redaksi Tirto pada peringatan tersebut yang dihadiri Anies, 11 Maret lalu: "Jika Supersemar Palsu, Apakah Orde Baru Tidak Sah?" dan "Haul Soeharto, Kaum Bersejarah, dan Kaum Tuna Sejarah")

Program Rumah

Dalam soal perumahan, Anies mengkritik Ahok yang dinilainya tak memikirkan nasib generasi milenial Jakarta. “Di Jakarta salah satu masalah adalah yang memiliki rumah hanya 51 persen, yang tidak punya hunian sendiri 49 persen, 40 persennya penduduk miskin,” kata Anies. “Generasi milenial ada 2,8 juta di Jakarta, kira-kira sekitar 30 persen penduduk, mereka butuh solusi soal papan. Mereka harus memiliki rumah, pemerintah bukan hanya menyediakan rumah sewa,” tambahnya. (Baca: Adu Klaim Ahok & Anies Soal Rumah untuk Rakyat)

Untuk menyiasati masalah itu, ia mengunggulkan program uang muka nol persen. Menurutnya, program tersebut bisa membantu warga Jakarta yang ingin membeli rumah namun kesusahan mencari uang muka yang jumlahnya pasti besar.

Tapi, uang muka nol persen sendiri dilarang oleh Bank Indonesia (BI). Sebab fakta di lapangan, uang muka nol persen adalah teknik pemasaran yang memang meringankan di awal tapi mencekik di tengah sampai ke akhir. Sebab, uang muka tak benar-benar dihilangkan, malah ditambahkan dalam cicilan rumah. Meski menurut Anies, dalam debat tersebut, BI mengizinkan uang muka nol persen jika usulan itu datang dari pemerintah. (Baca: Akal-akalan DP Nol Persen)

Program Anies ini juga disanggah Ahok. Ia tak membantah kalau masalah hunian memang nyata dihadapi sebagian warga Jakarta. Tapi Ahok tak sepakat dengan program Anies. Menurutnya, program uang muka nol persen tak akan mampu ditalangi pemerintah dengan jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jakarta.

“Tadi, kan, bilang ada jutaan anak milenial yang butuh rumah, terus (katanya) rakyat mau jual rumah. Saya anggap orang mau jual rumah nih, bapak-ibu mau jual rumah Rp300 juta, ini enggak usah bunga, ini (uang muka) sama pemerintah. Kalau (harga rumah) Rp350 juta kali satu juta rumah (sama dengan) Rp350 triliun. Itu uang dari mana? Ngomong gampang: banyak yang mau jual rumah, tapi enggak ada duit buat beli,” sanggah Ahok.

Lalu Anies menanggapi, “Pilihannya sederhana, gubernur yang putus asa melihat kenyataan itu, atau gubernur yang mau mencari solusi melihat kenyataan itu.”

Ahok menanggapinya sambil tertawa. Tapi, menurut Anies, ada solusi untuk masalah yang dipaparkan Ahok. “Artinya bisa diselesaikan, karena itu ada perbankan, karena itu ada mekanisme keuangan modern, jadi jangan terlalu khawatirlah kalau soal begitu,” Anies masih percaya diri.

“Kalau APBN Rp2.000 triliun, terus mau beli rumah Rp350 triliun, terus mau bangun apa lagi nanti?” Ahok masih tertawa.

anies debat quote

Saat pertanyaan bergulir ke isu sentimen agama dan rasialisme serta pelarangan menyalatkan jenazah, yang sempat menghebohkan Jakarta, Anies kembali menyerang karakter Ahok. Menurutnya, Ahok harusnya tak jadi pemimpin yang provokatif.

“Pemimpin itu harusnya memilih kata-katanya,” kata Anies. “Kenapa harus pakai kata-kata, kutipan-kutipan agama yang bukan agamanya, dan dipakai seloroh? Bukan soal benar-salah, ini sensitif dan tidak sensitif. Ini (perihal) memahami psikologi orang dan tidak. Dan di situlah letaknya kepemimpinan.

“Kepemimpinan itu (harusnya) datang dengan pesan-pesan yang membuat warga merasa tenang. Yang sekarang terjadi tidak (begitu). Orang kemudian jadi berdebat sesuatu yang enggak perlu diperdebatkan, tetapi kenapa terjadi? Karena pemimpinannya provokatif,” pungkas Anies. Ini mengapa Anies membuka debatnya dengan ucapan selamat Hari Raya Nyepi. Anies ingin jadi pemimpin yang lebih sensitif dalam memahami psikologi warganya.

Di sesi terakhir debat, saat ditanya Najwa Shihab tentang kesiapan diri menerima kekalahan untuk masing-masing kandidat, jawaban Anies mantap. Seperti di pembuka tulisan ini, tak ada kesan keraguan dirinya akan kalah. Justru ia bersiap-siap menjalani hidup baru sebagai gubernur.

==============

Catatan: Isu sentimen agama dan rasialisme dalam Pilkada Jakarta menjadi salah satu fokus reportase utama redaksi Tirto. Anda bisa baca dua serial laporan kami bulan Maret mengenai bagaimana ajang perebutan gubernur bisa sampai memecah relasi sosial masyarakat dan hubungan keluarga: "Politik Pilkada DKI di Rumah Ibadah" dan "Penolakan Menyalati Jenazah akibat Pilkada Jakarta"

Baca juga artikel terkait DEBAT CAGUB DKI 2017 atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Politik
Reporter: Aulia Adam
Penulis: Aulia Adam
Editor: Fahri Salam