Menuju konten utama

Data Lapor COVID-19: 76 Cakada Positif & 4 di Antaranya Meninggal

Sebanyak 44 calon bupati, 19 calon wakil bupati, 10 calon wali kota, dua calon wakil wali kota, dan satu calon gubernur diketahui positif COVID-19.

Data Lapor COVID-19: 76 Cakada Positif & 4 di Antaranya Meninggal
Pekerja melakukan pelipatan dan penyortiran surat suara Pemilu Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Indramayu 2020 di Gudang Logistik KPU, Sindang, Indramayu, Jawa Barat, Kamis (19/11/2020). ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/nz.

tirto.id - Lapor COVID-19 mencatat sebanyak 76 kandidat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 dinyatakan positif COVID-19 dan 4 orang diantaranya meninggal dunia. 76 kepala daerah tersebut terdiri dari 44 calon bupati, 19 calon wakil bupati, 10 calon wali kota, dua calon wakil wali kota, dan satu calon gubernur.

Sementara 4 calon kepala daerah yang meninggal yaitu Calon Wali Kota Dumai Eko Suharjo yang diusung Partai Demokrat, Gerindra, dan Hanura meninggal pada 9 November. Adi Darma, Calon Wali Kota Bontang (Nasdem, PDIP, PKS) meninggal pada 25 September 2020.

Dua orang lainnya adalah calon Bupati Kabupaten Bangka Tengah Ibnu Saleh (Nasdem, Golkar, PAN, PKB, Gerindra, PPP, dan PKS) yang meninggal pada 27 September 2020 dan Bupati Berau Muharram sebagai petahana yang meninggal pada 10 September.

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh para relawan Koalisi Warga untuk LaporCovid 19, hingga 4 Desember sebanyak 270 kabupaten/kota yang melangsungkan pilkada masih memiliki kasus positif aktif COVID 19 yang tinggi dengan jumlah total kasus aktif sebanyak 43.377 orang dengan cakupan tes rendah.

Terdapat 21 wilayah yang memiliki lebih dari 500 kasus positif aktif, dan 65 kota/kabupaten memiliki lebih dari 100 kasus positif aktif. Sebanyak empat wilayah memiliki lebih dari 1.000 kasus positif aktif, yaitu Kota Depok, Jawa Barat (2,407), dua kota di Jawa Tengah, yaitu Solo (1.041) dan Wonosobo (1.439), dan Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah (1.270).

"Sikap abai pemerintah dengan tetap melangsungkan pilkada serentak telah terbukti membahayakan kesehatan dan keselamatan nyawa peserta dan panitia pilkada, serta masyarakat," kata Inisiator LaporCovid-19 Irma Hidayana melalui keterangan tertulisnya, Minggu (6/12/2020).

Hingga 5 Desember 2020, masih terdapat lima calon kepala daerah yang masih dalam perawatan. Mereka adalah calon gubernur provinsi Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran (positif COVID-19 sejak 19/11); calon Bupati Kabupaten Tapanuli Selatan, M Siregar (positif COVID-19 sejak 26/11); calon bupati Kabupaten Indramayu, Daniel Mutaqien (21/11); calon wakil bupati Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, Syahban Sammana (positif COVID-19 sejak 24/11), dan calon wakil bupati kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Abdul Rouf (positif COVID-19 sejak 26/11).

Meskipun kasus COVID 19 aktif di wilayah Pilkada cukup tinggi, namun cakupan pemeriksaannya masih rendah. Hal ini menandai buruknya upaya pengendalian wabah. Ketidaktersediaan data jumlah tes PCR per orang per hari di hampir seluruh wilayah tidak memungkinkan publik mendapatkan informasi mengenai cakupan tes.

Dengan menggunakan jumlah tes PCR per provinsi dengan faktor koreksi 1.4, menunjukkan bahwa 73 kabupaten/kota memiliki kurang dari 0.5 persen cakupan pemeriksaan seluruh penduduknya, 100 wilayah memiliki cakupan pemeriksaan 0,5-1 persen, dan 133 daerah memiliki cakupan pemeriksaan lebih dari 1-4 persen.

Selain itu, angka kematian di berbagai wilayah yang menyelenggarakan pilkada juga meningkat, baik kematian yang terkonfirmasi positif maupun mereka dengan status probable.

"Jika merujuk pada panduan pencatatan kematian COVID 19 dari WHO, total jumlah kematian yang ada di 270 kabupaten/kota pilkada mencapai 12.945 orang," terangnya.

Sampai saat ini, kesenjangan data antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat masih terjadi. Dari data LaporCovid 19, berdasarkan laporan kabupaten dan kota di Indonesia, total korban COVID-19 di Indonesia termasuk suspek dan probable mencapai 42.602 jiwa.

Dari waktu ke waktu, pertambahan kasus baru COVID-19 secara nasional semakin meningkat. Bahkan sejak 29 November, setiap harinya lebih dari 6.000 kasus baru atau orang yang terjangkit COVID-19. Kemudian memuncak di hari Kamis 3 Desember dengan 8.369 kasus baru.

"Padahal jumlah kasus ini didapatkan dari pemeriksaan yang masih minim. Hingga saat ini total pemeriksaan COVID-19 di Indonesia baru sekitar 90 dari ambang batas minimal yang ditetapkan WHO," tuturnya.

Pada 23-29 November, WHO mencatat terjadinya peningkatan tertinggi pertambahan kasus COVID-19 per 100.000 penduduk di Indonesia selama pandemi, yaitu 13,5 dari yang sebelumnya 11,3 orang per 100.000 penduduk.

WHO mencatat dari 34 provinsi, hanya lima provinsi yang telah memenuhi standar tes per seribu penduduk per minggu: DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sumatera Barat, dan Kalimantan Timur. Namun tidak ada satupun yang memiliki proporsi pasitif di bawah 5 persen.

"Hal di atas menunjukkan bahwa pandemi semakin tidak terkendali dan membahayakan kesehatan warga negara. Namun sayang, angka ini pun belum mampu menghentikan keputusan pemerintah untuk tetap menyelenggarakan pilkada," ucapnya.

Selain itu, dari Pusara Digital LaporCovid19 menunjukkan bahwa lebih dari 390 tenaga kesehatan meninggal selama pandemi COVID-19.

Di tengah kelelahan tenaga kesehatan, kapasitas layanan Intensive Care Unit (ICU) rumah sakit rujukan untuk pasien COVID-19 dilaporkan penuh di berbagi daerah, sehingga banyak pasien simtomatik yang sulit mendapatkan perawatan. Pilkada justru memperburuk situasi kelelahan nakes.

LaporCovid-19 pun meminta pemerintah tetap menunda pelaksanaan pilkada hingga pandemi terkendali. Jika pilkada tetap berlangsung, akan menimbulkan potensi kolapsnya rumah sakit beserta tenaga kesehatan.

"Sikap abai pemerintah dengan tetap melangsungkan pilkada serentak telah terbukti membahayakan kesehatan dan keselamatan nyawa peserta dan panitia pilkada, serta masyarakat," tegasnya.

Kemudian LaporCovid-19 juga menyoroti rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengambil suara pasien dan penggunaan rapid test antibodi bagi KPPS membahayakan kesehatan dan keselamatan petugas maupun orang lain yang berinteraksi dengan mereka.

"Rapid test antibodi tidak bisa digunakan untuk menegakkan diagnosa," tegas Irma.

Menurutnya, angka konfirmasi positif yang diakibatkan kluster Pilkada dan apalagi hingga menimbulkan korban jiwa akibat tak tertangani dengan baik, jelas tidak sekadar pembiaran, melainkan kesengajaan pemerintah yang sudah seharusnya tahu dan menyadari risiko yang terjadi.

"Ini merupakan bentuk pelanggaran hak hak asasi manusia yang sistematik dan meluas," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PILKADA SERENTAK 2020 atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Bayu Septianto