tirto.id - Senin 30 November 2020 menjadi hari yang mencekam di Tanah Merah, Boven Digoel, Papua. Keadaan memanas menjelang pemungutan suara Pilkada 2020 yang akan berlangsung 9 Desember mendatang. Kantor bupati dirusak, rumah salah satu kandidat dibakar, beberapa ruas jalan diblokade.
Hari itu seorang polisi terkena panah yang ditembak oleh kelompok pendukung pasangan calon (paslon) nomor 04, Yusak Yeluwo-Yacob Waremba. Ini terjadi saat kepolisian sedang mengamankan kantor KPU Boven Digoel dari serangan pendukung paslon tersebut, Senin sore. Pada hari itu pendukung paslon 04 telah melakukan penyerangan berkali-kali.
Semua berawal pada pagi hari, ketika kuasa hukum dan tim sukses paslon 04 melakukan gugatan ke Bawaslu Boven Digoel. Mereka kecewa karena pencalonan Yusak-Yacob dibatalkan.
“Setelah gugatan, mereka kumpul-kumpul jelang siang hari,” kata Humas Polda Papua Ahmad Mustofa Kamal kepada wartawan Tirto, Kamis (3/12/2020) malam.
Senin siang itu pendukung 04 hendak konvoi keliling Kota Tanah Merah dengan estimasi massa sekitar 400 orang. Kata Ahmad, mereka sempat bernegosiasi dengan Kapolres Boven Digoel Syamsurijal dan Dandim 1711 Boven Digoel Daniel Panjaitan dan akhirnya diperbolehkan. Tapi alih-alih sekadar konvoi, Ahmad bilang pendukung 04 justru merusak Kantor Bupati Boven Digoel. Tak hanya itu, mereka juga menyerang dan membakar rumah paslon nomor dua, Chaerul Anwar.
“Keluarganya Pak Anwar kami selamatkan 15 orang,” kata Ahmad.
Setelah pembakaran itu, massa pendukung 04 pulang ke rumah posko, letaknya dekat dan hampir berhadapan dengan rumah pribadi Yusak di Jalan Trans Papua.
Situasi kondusif hanya berlangsung sementara. Massa pendukung 04 berlanjut ingin menyerang Kantor KPU Boven Digoel, yang lokasinya tepat di belakang rumah posko 04. Jaraknya hanya sekitar 150 meter. Jika kita berada di Kantor KPU Boven Digoel, mudah sekali melihat bagian belakang rumah posko 04.
“Pengikut 04 melempar batu dan meluncurkan panah ke arah KPU. Sedangkan di KPU ada yang melakukan penjagaan dan pengawalan, karena saya juga waktu itu ada di kantor KPU,” Ahmad bersaksi. Pada momen itulah seorang polisi terkena anak panah.
Kepolisian mencoba mendamaikan amukan massa sekitar 15 sampai 20 menit. Keadaan mulai kondusif pukul 17.15 WIT.
Bakda maghrib, Kapolres Syamsurijal menghubungi Yusak untuk datang ke KPU Boven Digoel. Yusak datang bersama tim suksesnya pukul 18.30 WIT. Di sana ia meminta maaf atas korban dari polisi. Ahmad menggarisbawahi korban hari itu bukan hanya polisi. Siang harinya, sebelum konvoi, terjadi penganiayaan terhadap seorang wartawan RRI dan anggota Polres Boven Digoel saat melakukan pengamanan.
“Yusak meminta maaf, ia komitmen menarik orang, tidak ada mobilisasi massa, tidak ada aktivitas lain untuk melakukan kegiatan-kegiatan lain,” katanya. Yusak, kata Ahmad, juga berjanji akan membongkar blokader yang dilakukan pendukungnya.
Duduk Perkara Emosi Massa 04
Semua bermula dari keputusan KPU RI yang membatalkan pencalonan Yusak Yeluwo-Yacob Waremba, Sabtu 28 November lalu. Pembatalan itu diduga karena Yusak-Yacob tidak memenuhi syarat (TMS). Yusak pernah terjerat kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Karena pembatalan itu, situasi Boven Digoel memanas sejak Minggu 29 November malam. Pendukung 04 marah-marah karena paslon dukungannya batal ikut Pilkada 2020. Di hari itu, terjadi pembakaran ban dan blokade di beberapa ruas jalan dan berlanjut hingga keesokan harinya.
“Senin pagi, saya dari bandara saja tak bisa ke KPU naik mobil, agak sulit, harus mutar dan naik sepeda motor,” kata Ahmad.
Yusak-Yacob awalnya adalah satu dari empat paslon kepala daerah Boven Digoel yang ditetapkan oleh KPU Boven Digoel, 24 September 2020. Nomor urut satu Lukas Ikwaron-Lexi Romel, diusung Partai Nasdem dan Partai Gerindra; nomor urut dua Chaerul Anwar-Nathalis B. Kaket, diusung oleh PPP dan PKB; nomor urut tiga Martinus Wagi-Isak Bangri, diusung oleh PDIP dan PKS; dan Yusak-Yacob, diusung tiga partai: Partai Demokrat, Partai Golkar, dan Partai Perindo.
Pembatalan pencalonan Yusak sebenarnya bukan kasus perdana. Kasus serupa pernah terjadi pada 2015 lalu. Saat itu, Yusak terjegal tak memenuhi syarat karena masih berstatus bebas bersyarat karena kasus korupsi sebesar Rp37 miliar. Ia dijatuhi hukuman penjara 4,5 tahun.
Tiga anggota KPU Boven Digoel sampai dipecat karena turut meloloskan Yusak yang secara administratif bermasalah. Akhirnya, Pilkada Boven Digoel 2015 lalu diambil alih oleh KPU Papua.
Kejadian serupa terulang lagi di Pilkada Boven Digoel tahun ini. Yusak juga terjegal syarat serupa, dan lagi-lagi, yang meloloskan adalah tiga anggota KPU Boven Digoel. Tiga orang itu akhirnya dipecat. Lagi-lagi, mekanisme pemilihan diambil alih oleh KPU Papua sejak 4 November lalu.
Semua itu belum termasuk kasus pribadi yang menjerat Ketua KPU Boven Digoel, Helda R. Ambay. Ia dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena masih menerima gaji ganda sebagai Ketua KPU dan guru di SMA Negeri 3 Merauke—ia mengakuinya saat disidang oleh DKPP pada 7 November lalu.
Sengrakut masalah yang terjadi di Kabupaten Boven Digoel—salah satu paslon dibatalkan, para anggota KPU bermasalah, hingga surat suara belum dicetak—membikin pelaksanaan pilkada di kabupaten itu terancam dibatalkan.
KPU Papua mengaku masih menunggu keputusan KPU RI: apakah menunda atau tetap melanjutkan Pilkada.
Rekam Jejak Yusak
Yusak Yaluwo adalah putra daerah yang lahir di Firiwage, Boven Digoel, 20 Mei 1970. Yusak pernah menjadi Bupati Boven Digoel selama dua periode, kendati di periode kedua tak dirampungkan—sepanjang 2005-2013. Dia terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan mengambil uang selisih pengadaan satu unit kapal tanker LCT 180—Kapal Wambon—serta menggunakan APBD Boven Digoel tahun anggaran 2006-2007 untuk kepentingan pribadi. Totalnya mencapai Rp66,7 miliar.
Ia dipidana penjara selama lima tahun dan dengan denda Rp 250 juta subsidair 5 bulan kurungan. Terdakwa juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp 37,2 juta atau harta kekayaannya akan dilelang atau pidana penjara selama 4 tahun.
Yusak sempat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pada 2011 lalu, namun ditolak. Ketua Majelis Hakim saat itu dipegang oleh Artidjo Alkotsar, yang dikenal galak kepada kotuptor.
Setelah mendekam di Lapas Sukamiskin, Jawa Barat atas kasus korupsi, ia mendapat pembebasan bersyarat dari Kementerian Hukum dan HAM pada 2013. Hal tersebut dia umumkan lewat surat kabar Cendrawasih Pos. Pengumuman ini adalah salah satu syarat dari KPU jika eks koruptor hendak maju lagi.
Yang menariknya lagi, Yusak mendapat surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) bahwa dia telah berkelakuan baik oleh Polda Papua, 3 Agustus lalu.
Dalam laporan harta kekayaan yang dilaporkan terakhir ke KPK pada 2019 lalu, Yusak memiliki harta sebanyak Rp2,9 miliar, tergabung dalam dua sertifikat tanah dan bangunan di Kota Manado, serta dua buah mobil yang totalnya lebih dari setengah miliar rupiah.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino