tirto.id - Jurnalis dan aktivis HAM Dandhy Laksono resmi ditetapkan tersangka oleh Polda Metro Jaya atas dugaan ujaran kebencian. Penetapan itu dilakukan setelah penyidik Polda Metro Jaya memeriksa Dandy pada Jumat (27/9/2019) dini hari hingga pukul 04.00 WIB.
Ia dikenai Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 A ayat (2) UU 11/2009 tentang perubahan atas UU 8/2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Dandhy ditemani oleh Alghiffari Aqsa sebagai kuasa hukum. Pemeriksaan baru setelah pada pukul 04.00 WIB, Jumat (27/9/2019).
"Ada pun twit [cuitan di Twitter] yang dipermasalahkan tentang Papua tanggal 23 September. Ada peristiwa di Jayapura dan Wamena. Dan pasal yang dikenakan adalah pasal ujaran kebencian. Dan ini pasal yang tidak relevan. Apa yang dilakukan Bung Dandhy adalah bagian dari kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat apa yang terjadi di Papua," kata Alghiffari sesaat setelah pemeriksaan di depan gedung Reskrimum Polda Metro Jaya, Jumat subuh.
"Dan pasal yang dikenakan tidak berdasar menurut kami karena SARA-nya di mana? Tidak memenuhi unsur juga," lanjutnya.
Alghif mengatakan, Dandhy diberikan sebanyak 14 pertanyaan dengan 45 pertanyaan turunan oleh penyidik. Setelah pemeriksaan, Dandhy resmi ditetapkan sebagai tersangka.
"Status Dandhy tersangka. Hari ini beliau dipulangkan. Tidak ditahan. Kita menunggu proses selanjutnya dari kepolisian," katanya.
Mantan Direktur LBH Jakarta tersebut mengaku sempat memprotes kepada pihak kepolisian mengapa langsung ada penangkapan tanpa adanya pemanggilan terlebih dahulu.
"Tadi kami protes kenapa tidak dilakukan pemanggilan sebagai tersangka atau saksi, kenapa kemudian tiba-tiba ditangkap malam-malam ini, mereka bilang karena soal SARA dan membuat keonaran. Kami protes keras harusnya dipanggil secara patut dulu. Jika tidak kooperatif baru bisa ditangkap," katanya.
Dandhy juga mengaku ditanya oleh penyidik terkaitan cuitannya di Twitter pada 23 September silam mengenai korban penembakan aparat di Jayapura dan Wamena.
"Saya ditanya motivasinya apa, maksudnya apa, siapa yang menyuruh. Standard proses verbal saya pikir," kata Dandhy menambahkan.
Sebelumnya, Dandhy Dwi Laksono, aktivis HAM dan pendiri WatchdoC Documentary ditangkap polisi, Kamis (26/9/2019). Sekitar pukul 23.00 ia didatangi polisi di kediamannya, daerah Bekasi. Setelah itu ia dibawa empat personil polisi ke Polda Metro Jaya, Jakarta.
Direktur LBH Jakarta Arif Maulana dan Ketua YLBHI Asfinawati membenarkan informasi tersebut. Mereka berdua kemudian mendatangi Dandhy di Polda Metro Jaya.
Dandhy dilaporkan oleh seseorang bernama Asep Sanusi pada, Selasa (24/9/2019). Tepat tiga hari sebelumnya, Sabtu (21/9/2019, Dandhy dan Budiman Sudjatmiko menjadi pembicara dalam forum yang membahas berbagai isu soal Papua. Forum itu bertajuk #DebatKeren ‘Nationalism and Separatism: Questions on Papua’, disiarkan secara langsung oleh Alinea TV.
Anggota DPR RI Fraksi PDIP itu mendatangi Polda Metro Jaya pada Jumat (27/9/2019) dini hari pukul 01.40 WIB. Ia datang karena mendapat kabar penangkapan Dandhy. Ia mengaku siap menjadi penjamin jika memang dibutuhkan untuk membebaskan Dandhy.
"Kebetulan beberapa hari lalu saya debat dengan dia tentang Papua. Ada banyak hal yang saya enggak setuju dengan pendapatnya, tapi menurut saya ada pesan dari teman bahwa itu ruang publik yang harus dirawat. Jangan sampai ada apa-apa," kata Budiman saat ditemui.
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti