tirto.id - Pandemi Corona atau COVID-19 memicu masyarakat menjual kendaraan bermotornya. Perusahaan yang melayani penjualan mencatat peningkatan signifikan suplai kendaraan bekas ini.
Presiden Direktur Mobil 88 Halomoan Fischer menyatakan tren ini sudah terjadi sejak akhir Maret 2020. Ia bilang selama minggu pertama, suplai kendaraan bekas yang akan dijual konsumen masih stabil. Namun mulai pekan kedua, ia mencatat terjadi pergeseran dan naik drastis di pekan keempat Maret 2020.
Data-data ini direkam oleh staf yang berhadapan dengan pembelian kendaraan bekas. Kenaikannya mencapai 25 persen dari suplai di kala situasi normal.
“Ya kalau bicara itu ada kenaikan. Lebih banyak yang mau jual mobil dari pada yang mau beli,” kata Halomoan kepada reporter Tirto, Jumat (10/4/2020).
Untungnya ia mengaku jumlah konsumen yang berniat membeli mobil belum turun-turun amat. Ia bilang meski kunjungan showroom-nya turun 60 persen, tapi ia mencatat konsumen beralih ke situs dan memilih secara online.
Halomoan memahami situasi ini. Pandemi Corona telah memaksa sebagian besar masyarakat mengurangi aktivitasnya sehingga berdampak pada perekonomian. Imbasnya, pendapatan sejumlah sektor usaha terpukul dan uang yang diperoleh sebagian masyarakat juga ikut menurun.
Di sisi lain, biaya hidup harus tetap berjalan. Belum lagi jika ada kendaraan yang statusnya kredit dan pemiliknya bergantung pada penghasilan harian.
“Income pasti turun, tapi kebutuhan jalan terus dan butuh cash. Cara paling gampang, kan, jual aset dan kendaraan cukup liquid, cepat dijual. Kalau mobil nilainya cukup besar bisa di atas Rp100 juta,” ucap Halomoan.
Halomoan bilang gara-gara kenaikan suplai ini, harga beli mobil bekas dari konsumen anjlok. Sebagaimana hukum pasar, semakin banyak suplai kendaraan bekas yang tersedia, harga yang bisa ditawarkan tak bisa setinggi dulu.
Ia masih belum tahu berapa besar penurunan harga yang akan terjadi karena tren ini diperkirakan masih berlanjut dan semakin kentara pada Mei 2020. Saat ini jumlah konsumen yang masih pikir-pikir juga tak kalah banyak dengan mereka yang rela menjual kendaraan di tengah penurunan harga ini.
Meski harga beli dari konsumen turun, Halomoan mengaku tetap waspada karena posisi pasar otomotif bisa dibilang sedang mandek. Ia pun kerap berhitung berapa banyak mobil yang bisa ia jual sebelum memutuskan berapa banyak yang mau ia beli dari konsumen.
Handy, salah satu pemilik diler mobil di Blok M bernama Handy Autos, juga mengalami situasi ini. Menurutnya ada banyak tawaran masuk dari konsumen untuk menjual mobil, tetapi ia enggan menerimanya sekalipun dengan harga murah.
Keputusan Handy dapat dimengerti karena penjualan mobil bekas juga sedang turun-turunnya. Sebelum ada Corona, ia masih bisa menjual 25-30 unit per bulan. Sekarang ada yang sekadar bertanya saja ia sudah senang.
Sebagaimana yang dialami Halomoan, keputusan membeli mobil bekas dari konsumen memang harus mempertimbangkan penjualan. Di sisi lain, Handy mengaku penjualan mobil bekas saat ini sedang tidak bagus-bagusnya. Seperti dikutip dari Antara ia menyebut kondisi ini, “babak belur.”
Country Manager Indonesia iCar Asia Limited Regia Glaumouria juga mencatat tren yang sama dari platform daring. Ia bilang dibandingkan data Februari-Maret 2020, ada peningkatan konsumen perorangan yang ingin menjual kendaraan.
Regia belum tahu pasti penyebab lonjakan ini. Namun sepertinya kebutuhan uang mendesak sampai beban cicilan mungkin penyebabnya.
“Kami mencatat ada kenaikan yang cukup signifikan sekitar 72 persen di unit bisnis flash deal kami (penjualan unit kendaraan melalui inspeksi dan kemudian ditawarkan ke jaringan diler),” ucap Regia lewat pesan singkat, Sabtu (11/4/2020).
Meski mengalami peningkatan, Regia mencatat respons diler mobil bekas tak cukup antusias. Pasalnya ada kendala penurunan daya beli masyarakat dan ketentuan perusahaan leasing yang menaikkan atau memperketat pagu DP.
Alhasil, perputaran stok kendaraan menjadi tidak lancar. Meski demikian, Regia mencatat belum terjadi penurunan harga secara signifikan atau masih wajar.
“Namun diler mobil bekas mengalami penurunan aktivitas untuk me-restock unit jualan mereka,” ucap Regia.
Manager Senior Bursa Mobil Bekas WTC Mangga Dua Herjanto Kosasih punya pendapat lain. Ia bilang tren peningkatan orang yang mau menjual kendaraan bisa dibilang baru dimulai. Menurut dia, seberapa parahnya situasi tergantung dari lamanya COVID-19 berkeliaran di Indonesia.
Masuk 2-3 bulan usai pandemi terdeteksi di Indonesia, ia yakin keuangan pemilik kendaraan roda dua mulai terganggu. Keputusan menjual motor lebih cepat terjadi dibanding mereka yang sanggup memiliki mobil.
Saat pandemi masuk jangka waktu 3-6 bulan, kata Herjanto, mereka yang memiliki mobil bisa jadi akan ikut tergoda menjualnya karena ia yakin pendapatan mereka sudah terganggu juga.
Bahkan menurutnya itu bisa terjadi bisa lebih cepat karena umumnya masyarakat ada yang memiliki kendaraan karena dibantu kredit. Lalu ada juga fenomena orang berani memiliki mobil lebih dulu meski kemampuan finansialnya belum sanggup.
Namun bagi sebagian masyarakat, trennya mungkin akan tertahan karena pandemi juga memaksa mereka berhemat biaya transportasi dengan bekerja dari rumah atau karena pembatasan sosial.
Hanya saja, bila tenggat waktu itu sudah terpenuhi, Herjanto yakin masyarakat yang ingin menjual kendarannya akan meningkat drastis. Imbasnya harga jual kendaraan bekas dari masyarakat juga akan turun drastis.
“Pasti turun itu [harganya]. Dimulai mobil baru pasti akan turun. Kemudian mobil second mungkin tetap, ya. Turun harga bisa sekitar 20-30 persen dari harga sebelum bencana,” ucap Herjanto kepada reporter Tirto, Jumat (10/4/2020).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz