Menuju konten utama

Dalil Kenapa RUU PKS Tak Cantumkan Pasal Perzinaan dan Aborsi

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) jadi kontroversi. Dua di antaranya karena RUU ini tidak mencantumkan pasal soal perzinahan dan aborsi. Mengapa?

Dalil Kenapa RUU PKS Tak Cantumkan Pasal Perzinaan dan Aborsi
Sejumlah aktivis Komite Aksi Perempuan menggelar aksi menentang segala bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan di depan Gedung DPR RI, Jakarta, (11/5). Mereka menuntut DPR agar segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tanpa hukuman kebiri dan hukuman mati. tirto/andrey gromico

tirto.id - Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang sedang dibahas DPR menuai kontroversi. Para penentang menganggap RUU ini mendukung praktik perzinaan, melanggengkan perbuatan LGBT, dan bahkan mengamini praktik aborsi.

Sejumlah pihak yang menggalang suara untuk menolak RUU PKS diantaranya dosen Universitas Padjajaran, Maimon Herawati, melalui petisi di laman change.org dan BEM Universitas Negeri Jakarta (UNJ) melalui pernyataan di Instagram resminya. Mereka menganggap RUU PKS pro-zina dan LGBT.

Pengacara Publik LBH Masyarakat, Naila Rizki Zakiah menilai penolakan mereka terhadap RUU PKS tidak berdasar.

“Mereka menolak RUU PKS dengan alasan yang sangat tidak mendasar, disinformasi. Yang menjadi dasar adalah kekerasan seksual, tapi kemudian mereka menyesatkan ke arah yang mereka mau,” kata Naila saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (31/1/2019).

Naila menjelaskan, pasal perzinaan tidak masuk dalam RUU PKS karena sudah diatur dalam Pasal 284 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Zina dalam KUHP dirumuskan sebagai kejahatan dalam perkawinan.

"Kenapa dia dipidana? Karena dia mengkhianati janji perkawinan ada korban di situ. Jadi zina sudah diatur,” jelas Naila.

RUU PKS, menurut Naila memang fokus pada apa yang disebut dengan kekerasan seksual. Jadi, selama terdapat korban kekerasan dalam hubungan apa pun, termasuk homoseksual, maka akan dilindungi di bawah payung hukum tersebut. "Secara konsep, jelas ini terjadi ketika ada pemaksaan, ketidaksetujuan, ada korban, ada kekerasan. Hubungan homoseksual kalau ada kekerasan atau pemaksaan di dalamnya, ya termasuk,” ujar Naila.

Naila juga menampik anggapan RUU PKS mendukung pelegalan aborsi. Naila kembali menyatakan bahwa pihak yang menolak justru salah dalam hal ini. Hukum terkait ketentuan aborsi telah diatur dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992. Dalam UU tersebut, aborsi hanya dimungkinkan jika kehamilan terjadi akibat pemerkosaan, atau kehamilan yang mengancam nyawa sang ibu.

“Ketentuannya pun sangat ketat, termasuk ada batasan umur kandungan untuk melakukan aborsi,” kata Naila.

Sudah Diatur KUHP

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi Gerindra, Sodik Mujahid. Ia menyatakan perzinaan tidak masuk dalam RUU PKS karena sudah diatur KUHP.

Menurut Sodik, RUU PKS fokus kepada perlindungan dan rehabilitasi korban kekerasan seksual. Ia memastikan akan menutup ruang mengenai pasal perzinaan dalam pembahasan RUU PKS.

"Tapi jika ada pasal-pasal yg membuka ruang legalisasi perzinaan dan aborsi tentu akan kami tutup serapat-rapatnya," kata Sodik kepada reporter Tirto.

Infografik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Infografik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Mendengar Masukan dari Masyarakat

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi Golkar, Ace Hasan Syadzily, membantah RUU PKS diarahkan untuk mendukung perzinaan dan LGBT.

Ace menegaskan, inti dari RUU PKS bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada siapa pun agar tidak mengalami kekerasan seksual. Apalagi sebagian besar korban kekerasan seksual adalah perempuan, anak, penyandang disabilitas. RUU PKS juga memberikan hukuman efek jera bagi para pelakunya.

"Oleh karena itu, kami akan fokus membahas pada aspek perlindungan, pencegahan dan rehabilitasi korban," kata Ace.

Meski begitu, kata Ace, DPR tetap mempertimbangkan penolakan tersebut sebagai masukan dari masyarakat. Ia akan mencermati jika ada substansi dalam RUU PKS yang bertentangan dengan tatanan sosial, baik norma adat maupun agama.

"Kami masih terus menyinkronkan dengan UU yang terkait, seperti UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU Perlindungan Anak, UU KUHP dan yang lainnya," ujarnya.

Menurut Ace, saat ini RUU PKS masih dalam pembahasan di tingkat pertama panja Komisi VIII. DPR telah sepakat dengan panja pemerintah untuk membahas Daftar Inventaris Masalah (DIM).

"Kami akan menyandingkan antara DIM yang kami miliki dengan DIM yang dimiliki pemerintah," jelasnya.

Baca juga artikel terkait RUU PKS atau tulisan lainnya dari Gilang Ramadhan

tirto.id - Hukum
Reporter: Fadiyah Alaidrus & Riyan Setiawan
Penulis: Gilang Ramadhan
Editor: Gilang Ramadhan