Menuju konten utama

Daftar Panjang Penegak Hukum yang Jadi Pesakitan KPK

Penetapan Tarmizi sebagai tersangka korupsi oleh KPK menambah daftar panjang para penegak hukum yang menjadi pesakitan komisi antirasuah.

Daftar Panjang Penegak Hukum yang Jadi Pesakitan KPK
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti berupa buku tabungan dan bukti transfer hasil operasi tangkap tangan KPK terhadap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (22/8/2017). tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan panitera pengganti di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tarmizi sebagai tersangka penerimaan suap. Ia diduga menerima gratifikasi dari seorang pengacara bernama Ahmad Zaini terkait putusan perkara perdata antara PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) dan EJFS, Pte, Ltd.

“Diduga pemberian uang oleh Akhmad Zaini (AKZ) selaku kuasa hukum PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) kepada Tarmizi (TMZ) selaku panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar gugatan EJFS, Pte. Ltd terhadap PT ADI ditolak dan menerima gugatan rekonvensi PT ADI,” kata Ketua KPK, Agus Rahardjo saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/8/2017).

Sebelumnya, pada Senin (21/8/2017) kemarin, komisi antirasuah mengamankan lima orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yakni Akhmad Zaini, Tarmizi, Teddy Junaedi (pegawai honorer pada PN Jaksel), Fajar Gora (kuasa hukum PT ADI), dan Solihan (sopir rental yang disewa AKZ).

“Dari kegiatan operasi tangkap tangan ini, KPK mengamankan bukti pemindahan dana antar rekening BCA milik AKZ ke rekening milik TJ [Teddy Junaedi], yaitu senilai Rp100 juta tertanggal 16 Agustus 2017 dan Rp300 juta tertanggal 21 Agustus 2017," ucap Agus.

Menurut Agus, KPK juga mengamankan buku tabungan dan ATM milik TJ yang diduga sebagai penampung dana. Ia menduga transfer dana tersebut bukan pemberian pertama. Sebelumnya, pada 22 Juni 2017 telah diterima melalui transfer antarrekening BCA dari AKZ kepada TJ senilai Rp25 juta sebagai dana operasional.

Atas perbuatannya itu, Tarmizi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

OTT yang dilakukan KPK tersebut menambah daftar panjang kongkalikong yang dilakukan panitera dan pengacara yang berhasil dibongkar komisi antirasuah. Sebelumnya, KPK juga berhasil membongkar kasus suap yang melibatkan Rohadi, seorang panitera di Pengadilan Negari Jakarta Utara.

Dalam kasus tersebut, Rohadi divonis tujuh tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta, pada 8 Desember 2016. Ketua majelis hakim Sumpeno menyatakan Rohadi dinilai terbukti menerima suap sebesar Rp300 juta dari pengacara untuk mengurus kasus asusila Saipul Jamil.

Kasus suap lain yang melibatkan panitera juga terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution. Pada 20 April 2016, KPK melakukan OTT di Hotel Accacia Jakarta Pusat, dan mengamankan Edy Nasution dan seorang swasta Doddy Aryanto Supeno.

Penangkapan dilakukan seusai Doddy memberikan uang Rp50 juta kepada Edy terkait pengajuan peninjauan kembali yang didaftarkan di PN Pusat antara dua perusahaan dalam kasus perdata. Kemudian, pada 9 Desember 2016, Edy Nasution divonis 5,5 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan karena menerima suap Rp150 juta.

Tiga kasus tangkap tangan di atas hanya sebagian kecil dari praktik korupsi yang melibatkan penegak hukum. Sepanjang tahun 2017 saja, setidaknya KPK melakukan OTT sebanyak empat kali yang melibatkan penegak hukum, mulai dari hakim, jaksa, dan panitera.

Misalnya, pada 25 Januari 2017, KPK mengamankan hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar dalam OTT KPK di Grand Indonesia. Kemudian, pada 9 Juni 2017, KPK juga melakukan OTT di Bengkulu yang melibatkan Kepala Seksi Intel III Kejaksaan Tinggi Bengkulu, Parlin Purba.

Selain itu, pada 2 Agustus lalu, Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan, Rudy Indra Prasetya juga ikut tertangkap dalam operasi tangkap tangan KPK di Pamekasan, Jawa Timur. Terakhir, pada Senin (21/8/2017), giliran panitera di PN Jakarta Selatan, Tarmizi yang ditangkap komisi antarasuah.

Baca juga:

Jika ditelusuri lebih jauh lagi, maka jumlah penegak hukum yang menjadi pesakitan KPK akan semakin banyak. Berdasarkan data KPK sepanjang tahun 2005-2016, setidaknya terdapat sekitar 41 penegak hukum yang terlibat dalam kasus korupsi. Data ini tentu belum termasuk kasus hukum yang ditangani lembaga Kepolisian dan Kejaksaan, serta para penegak hukum yang mendapat sanksi etik.

Saran Komisi Yudisial

Komisi Yudisial (KY) angkat bicara terkait penangkapan Tarmizi, seorang panitera di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Apalagi, OTT yang dilakukan KPK yang melibatkan aparat penegak hukum ini bukan yang pertama kalinya.

Juru bicara KY, Farid Wajdi mengatakan, akibat kasus tersebut kinerja lembaga penegak hukum kembali tercoreng dan kepercayaan publik akan semakin tergerus.

“Atas peristiwa tersebut, KY merasa prihatin dan sangat menyayangkan, sebab terjadi di tengah keinginan dan usaha banyak pihak dalam membenahi dunia peradilan,” ujarnya, seperti dikutip Antara, Selasa (22/8/2017).

Farid berharap peristiwa tersebut menjadi pelajaran bagi seluruh aparat pengadilan lainnya untuk lebih profesional dan menjaga integritas dalam menjalankan tugas. Dalam hal ini, KY menyarankan agar Mahkamah Agung (MA) kembali melakukan pembenahan internal pengadilan secara lebih intens agar tidak ada lagi aparat penegak hukum yang terlibat kasus suap.

“Lebih khusus lagi pemantapan atau internalisasi kode etik sebagai gaya hidup secara terus menerus di kalangan aparat peradilan,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait OTT KPK atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Hukum
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti