Menuju konten utama

Daftar Negara yang Lockdown Akhir Tahun untuk Cegah COVID-19

Lockdown ditempuh untuk mencegah virus Corona merajalela selama liburan akhir tahun dan Natal. Sejumlah negara memberlakukan itu.

Calon penumpang berjalan di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (5/11/2020). ANTARA FOTO/Fauzan/aww.

tirto.id - Akhir bulan ini terdapat perayaan Natal serta tahun baru. Pada waktu normal, momen ini tentu saja selalu dinantikan banyak orang untuk liburan. Pandemi COVID-19 membuatnya berantakan.

Dalam mengantisipasi penularan virus Corona, sejumlah negara memutuskan melakukan lockdown nasional.

Turki

Salah satu negara yang melakukan itu adalah Turki. Lockdown berlangsung mulai pukul 9 malam 31 Desember 2020 hingga 5 pagi pada 4 Januari 2021.

Bukan kali pertama kebijakan penguncian ditempuh. Pada 20 November, ketika kasus Corona meningkat, pemerintahan Recep Tayyip Erdoğan memberlakukan jam malam. Namun, industri esensial seperti manufaktur, pasokan logistik, dan kesehatan dikecualikan.

Erdoğan melihat sisi positif dari lockdown sehingga berani mengambil risiko yang mungkin timbul, termasuk kerugian ekonomi. Untuk menjaga daya saing usaha nasional, pemerintah akan melanjutkan kebijakan insentif pajak.

Erdoğan berharap pengorbanan ini dapat berdampak positif terhadap pengurangan penularan Corona, yang hingga 14 Desember terdapat 1.866.345 kasus terkonfirmasi. Dari jumlah itu, 16.646 di antaranya meninggal dan 1.631.944 sembuh.

“Kami mulai melihat efek positif dari langkah pembatasan dan tindakan lainnya,” kata Erdogan, melansir Anadolu Agency, kantor berita Turki.

Jerman

Pemerintah Jerman sebenarnya memberlakukan lockdown parsial di sejumlah negara bagian pada enam pekan terakhir. Untuk akhir tahun, Kanselir Angela Merkel dan 16 pemimpin negara bagian sepakat lockdown nasional. Lockdown di Jerman, negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia, efektif berjalan mulai 16 Desember-10 Januari.

Keputusan diambil dalam waktu singkat, berbeda dari kebijakan lain yang perlu waktu lebih lama.

Selama lockdown, toko non-esensial hingga sekolah dan penitipan anak tutup; institusi pendidikan diminta belajar daring, pun dengan kantor yang mendorong bekerja dari rumah; sementara tempat ibadah tetap beroperasi selama mengikuti protokol kesehatan.

“Langkah-langkah yang kami mulai pada 2 November belum cukup,” kata Merkel, melansir media Jerman, Deutsche Welle. “Sistem kesehatan berada di bawah tekanan berat dan tujuan kami selalu untuk menghindari kelebihan sistem perawatan kesehatan.”

Jerman juga menyiapkan insentif kepada warganya. Kementerian Keuangan Jerman menyiapkan anggaran 10-12 miliar Euro per bulan untuk insentif bisnis dan pekerja yang tidak dapat bekerja karena lockdown selama lebih dari tiga pekan.

Hingga 14 Desember, di negara ini terdapat 1,3 juta kasus terkonfirmasi COVID-19 dengan lebih dari 22 ribu orang meninggal. Statistik ini menjadikan Jerman berada di urutan ke-12 negara terbanyak mencatatkan kasus.

Belanda

Selama lima pekan sejak 15 Desember hingga 19 Januari, Belanda memutuskan lockdown. Kendati demikian, pada tiga hari selama perayaan Natal, Belanda melonggarkan penguncian. Warga boleh menerima tamu hingga tiga orang, akan tetapi tidak termasuk anak-anak di bawah usia 13.

Hal ini diputuskan setelah baru-baru ini mereka mencatat 10 ribu kasus baru dalam sehari. Hingga 14 Desember, terdapat 10.082 kematian dari total kasus 621.944. Tingkat kematian akibat Corona mencapai 588 per 1 juta penduduk. Sebagai catatan, Belanda dihuni oleh sekitar 17,1 juta penduduk.

Selama lockdown, berbagai fasilitas ditutup, dari mulai toko nonesensial, sekolah, hingga ruang publik. Masyarakat juga dianjutkan tetap di dalam negeri dan tidak keluar negeri bila terpaksa hingga pertengahan Maret 2021.

Sebelum ini, Belanda juga telah mengesahkan undang-undang baru terkait COVID-19. Isinya antara lain mewajibkan pemakaian masker di ruang publik dalam ruangan mulai 1 Desember untuk semua orang berusia 13 tahun ke atas.

Perdana Menteri Belanda Mark Rutte menyatakan masa-masa sulit selama lockdown harus dilalui bagaikan memakan “apel yang sangat asam”. Ia meminta warga bersabar karena akan tiba saatnya virus Corona berlalu dan hidup kembali normal, melansir BBC.

Bagaimana dengan Indonesia?

Sejak awal, lockdown sangat dihindari pemerintah Indonesia karena pertimbangan itu bakal merugikan ekonomi. Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyatakan agar “rem darurat tak diinjak” meski eskalasi kasus COVID-19 terus memuncak. Ia masih yakin pemulihan ekonomi dan penanganan virus bisa berjalan beriringan.

Oleh karena itu pemerintah menempuh upaya parsial untuk mengurangi pergerakan pada akhir tahun. Antara lain memangkas libur jadi hanya tiga hari, 28-30 Desember, hingga meniadakan pesta tahun baru di sejumlah kota besar, termasuk Jakarta.

Keputusan melarang kerumunan di tahun baru muncul dari rapat koordinasi Menteri Luhut Binsar Panjaitan bersama pemimpin lima provinsi, meliputi DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Bali.

“Jumlah angka positif dan angka kematian terus meningkat pascalibur di delapan dan 20 provinsi, setelah sebelumnya trennya menurun,” kata Luhut dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa lalu.

Hingga kemarin, kasus Corona di Indonesia belum menunjukkan tanda menurun. Penambahan harian masih berkisar 6 ribu. Jumlah total kasus terkonfirmasi hingga 15 Desember sebanyak 629.429 dengan 19.111 kematian.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Zakki Amali
Editor: Rio Apinino