tirto.id - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yang diajukan pemerintah. RUU APBN 2018 disahkan dalam Sidang Paripurna DPR RI pada Rabu (25/10/2017).
Dengan dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan, sebanyak 8 fraksi setuju dengan postur RAPBN 2018 yang diusulkan. Sementara fraksi PKS (Partai Keadilan Sejahtera) setuju dengan catatan. Hanya Fraksi Gerindra yang menolak.
Sikap penolakan fraksi Gerindra itu didasari sejumlah alasan. Salah satunya terkait dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dinilai gagal mencapai target pertumbuhan ekonomi di angka 7 persen, sebagaimana dicantumkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
“Kami perkirakan di 2018, pertumbuhan ekonomi Indonesia paling tinggi hanya 5,4 persen. Dilihat dari tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi juga kecil sekali,” kata anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi Gerindra, Willgo Zainar, saat sidang paripurna.
Selain itu, Willgo juga menyoroti soal utang pemerintah yang terus bertambah. Menurut Willgo, pemerintah tidak seharusnya menggantungkan APBN dengan utang negara.
“Utang semakin bertambah, semakin meroket pada akhir 2017. Pada akhir Agustus, utang negara sebesar Rp3.825 triliun. Namun di akhir tahun, kami memprediksi jumlahnya mencapai Rp4.000 triliun,” kata Willgo.
Tak hanya Willgo, anggota Komisi VIII DPR RI dari fraksi Gerindra, Rahayu Saraswati, juga mengkritik postur RAPBN 2018. Menurut Rahayu, pemerintah belum menunjukkan keberpihakannya secara utuh kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia di penyusunan RAPBN 2018.
Rahayu menilai peningkatan kualitas sumber daya manusia di era pemerintahan Presiden Joko Widodo masih belum maksimal. Salah satu kasus yang dijadikan contoh oleh Rahayu ialah rasio antara guru dan murid di sektor pendidikan yang belum juga seimbang.
“Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan ada 295 ribu guru yang akan pensiun dalam kurun waktu 5 tahun ke depan. Padahal belum ada pengangkatan guru baru,” ujar Rahayu.
Lebih lanjut, Rahayu mengatakan belum adanya rencana pengangkatan guru baru itu sebab Kemenkeu tidak menyiapkan skema penganggaran untuk mengangkat tenaga pengajar tambahan.
“Masyarakat menganggap negara ini kekurangan guru. Sedangkan ada ratusan ribu guru honorer yang menunggu pengangkatan dan hanya digaji Rp50 ribu per bulan. Dengan contoh tersebut, jelas peningkatan SDM di Indonesia masih belum jadi prioritas,” jelas Rahayu.
Sebagai catatan, setelah melalui proses pembahasan panjang, pemerintah dan DPR RI akhirnya menyepakati target pendapatan negara di tahun depan sebesar Rp1.894,7 triliun dan pagu belanja negara Rp2.220,7 triliun. Sedangkan untuk asumsi makronya, pertumbuhan ekonomi di 2018 diproyeksi mencapai 5,4 persen, dan inflasi di level 3,5 persen.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom