Menuju konten utama

CORE Proyeksi Angka Pengangguran Ganggu Pertumbuhan Ekonomi RI

CORE memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terganggu akibat kenaikan angka pengangguran terbuka dan pelemahan konsumsi rumah tangga.

CORE Proyeksi Angka Pengangguran Ganggu Pertumbuhan Ekonomi RI
ilustrasi uang. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, memperkirakan kenaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan akan lebih sulit seiring dengan angka pengangguran terbuka di Indonesia yang terus melonjak.

Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran terbuka yang terpotret pada 2024 sebanyak 7,2 juta orang, sedangkan pada 2022 tercatat lebih rendah yakni 6,9 juta orang.

"Jadi masih lebih banyak, dan orang yang bekerja pun mengalami penurunan, yang meningkat adalah yang kerja paruh waktu dan setengah menganggur, mereka tidak termasuk pengangguran terbuka," ujar Faisal dalam acara Mitigasi Risiko Ekonomi Jelang Pemerintahan Baru di Jakarta, Selasa (23/7/2024).

"Kalau kita melihat jumlah absolut orang yang menganggur terbuka di Februari 2024 masih lebih banyak orang yang menganggur terbuka dibandingkan saat pendemi," tambah Faisal.

CORE sebelumnya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kepemimpinan presiden terpilih, Prabowo Subianto, bersama wakilnya, Gibran Rakabuming Raka, berpotensi meleset dari target 8 persen. Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi kumulatif tahun 2024 di angka maksimal 5 persen atau meleset dari Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025 di angka 6,5-7 persen.

Di sisi lain, pelambatan pertumbuhan perekonomian juga dibayangi oleh risiko pelemahan konsumsi rumah tangga yang tidak diikuti dengan peningkatan upah pekerja.

Dalam catatan CORE, Faisal menyebut rata-rata upah riil pada 2023 mengalami kontraksi dan di awal 2024 mengalami perbaikan namun sangat tipis sebesar 0,7 persen secara year-on-year (yoy).

"Kalau kita lihat berdasarkan sektor memang banyak sektor yang masih menurun tingkat upah riil-nya, dan ini sektor besar seperti industri pengolahan, konstruksi dan lainnya," tutur Faisal.

Faisal menuturkan ada enam risiko ekonomi di aspek global yang juga berpengaruh terhadap perdagangan luar negeri di Indonesia dan konsumsi domestik, yakni pelemahan permintaan dan oversupply di Cina, penurunan kinerja ekonomi Amerika Serikat (AS), dan penguatan harga energi dan ancaman inflasi.

Kemudian disusul risiko-risiko terkait pertumbuhan ekspor yang sangat lambat, lonjakan impor dan pelebaran defisit dengan Cina serta pelemahan konsumsi domestik.

Secara rinci, proyeksi per komponen dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia meliputi konsumsi rumah tangga yang diprediksi akan tumbuh pada 4,8 persen hingga 4,9 persen, konsumsi LNPRT (Lembaga Non-Profit yang melayani Rumah Tangga) 18,4 persen sampai 20,2 persen.

Hal itu dilanjutkan dengan konsumsi pemerintah 6,4 persen hingga 7,9 persen, PMTB (pembentukan modal tetap bruto) 4,6 persen hingga 4,6 persen, ekspor 1,9 persen, serta impor 1,8 persen.

"Pelambatan disebabkan di konsumsi rumah tangga yang menyumbang paling besar di PDB kita," tutur dia.

Baca juga artikel terkait PERTUMBUHAN EKONOMI RI atau tulisan lainnya dari Faesal Mubarok

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Faesal Mubarok
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Andrian Pratama Taher