tirto.id - Teks cerita sejarah pribadi biasa diceritakan oleh individu untuk membagikan pengalaman pribadinya di masa lampau. Contoh teks cerita sejarah pribadi bisa dibuat dalam berbagai tema, termasuk tentang sekolah atau liburan.
Secara definitif, teks cerita sejarah adalah jenis tulisan narasi yang menggambarkan peristiwa-peristiwa secara kronologis. Menurut Maman Suryaman, dkk. dalam Bahasa Indonesia (2018), teks cerita sejarah yang baik memuat informasi 5W+1H (what, where, when, who, why, dan how).
Untuk memahami secara lebih baik mengenai salah satu materi bahasa Indonesia tersebut, simak kumpulan contoh teks cerita sejarah pribadi di artikel ini!
5 Contoh Teks Cerita Sejarah Pribadi
Teks cerita sejarah pribadi bisa ditulis dengan tema yang fleksibel. Seseorang bisa membuat contoh teks cerita sejarah pribadi tentang sekolah dan liburan, atau tema lainnya.
Di bawah ini akan disajikan beberapa contoh ceritanya, dengan dua kategori: cerita tentang sekolah dan liburan.
A. Contoh Teks Cerita Sejarah Pribadi tentang Sekolah
Teks cerita sejarah pribadi bisa menceritakan tentang pengalaman sekolah. Berikut dua contoh teks cerita sejarah pribadi tentang sekolah.1. "Sekolah di desa kecil yang asri"
Saya lulus SMP pada tahun 2019 dan memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Brebek. Jarak antara rumah saya ke sekolah cukup jauh, butuh 20 menit perjalanan dengan motor.
Beruntung, sekolah saya terletak di pinggir jalan raya yang mudah dijangkau. Sekolah saya cukup besar dan memiliki banyak fasilitas, seperti lapangan olahraga, perpustakaan, laboratorium komputer, dan ruang seni.
Saya sangat senang belajar di sekolah saya karena saya bisa bertemu dengan banyak teman dan guru yang baik. Guru favorit saya adalah Pak Suseno yang merupakan wali kelas saya sekaligus guru mata pelajaran bahasa Indonesia.
Pak Suseno mengisi kelas pagi setiap hari Selasa dan Kamis. Oleh karena itu, saya senang sekali pergi ke sekolah setiap hari Selasa dan Kamis.
Suasana kelas menjadi riuh ketika Pak Suseno sedang mengajar. Ia sering melontarkan teka-teki yang menarik dan memberi hadiah bagi siapapun yang berhasil menjawab teka-teki tersebut. Pak Suseno selalu mengajarkan kami untuk berpikir logis dan kritis.
Saya juga memiliki seorang teman dekat di sekolah bernama Nila. Nila adalah teman sebangku saya yang juga teman saya saat masih SMP.
Nila adalah anak yang periang dan juga ramah sehingga mudah dekat dengan siapa saja. Saya dan Nila punya hobi yang sama, yaitu melipat origami dan menggambar. Nila bisa menguasai teknik yang rumit dalam origami, seperti membuat teratai, hamster, bahkan naga.
Setiap jam istirahat kami berdua menghabiskan waktu melipat kertas warna-warni dan membuat berbagai bentuk hewan. Selanjutnya, saya akan menggambar sebuah denah kebun binatang di buku gambar dan menyusun hewan-hewan kertas di atasnya.
Kami menyebut permainan ini sebagai kebun binatang kertas. Teman-teman sekelas lain biasanya juga ikut bergabung dengan kami dan membuat berbagai bentuk binatang versi mereka sendiri.
Saya memiliki banyak kenangan indah di sekolah saya. Salah satunya adalah ketika saya ikut lomba cerdas cermat tingkat kabupaten bersama Nila dan Dewa, teman sekelas kami yang jago matematika.
Beruntung, kami berhasil menjadi juara pertama setelah mengalahkan banyak tim dari sekolah lain. Sepulang dari lomba, Pak Suseno menjemput kami semua dan merayakan kemenangan kami dengan makan di restoran ayam bakar.
Kami sangat senang sekali pada hari itu, karena selain mendapat hadiah kami juga membawa pulang sebuah piala besar untuk dipajang di selasar sekolah.
Sekolah saya juga sering mengadakan kegiatan ekstrakurikuler yang bervariasi, seperti pramuka, paduan suara, karate, tari, dan lain-lain.
Saya sendiri ikut ekstrakurikuler tari tradisional karena saya suka menari dan ingin melestarikan budaya daerah saya. Saya sering tampil menari di berbagai acara, baik di dalam maupun di luar sekolah.
2. "Hari Pertama di Sekolah Menengah"
Pagi itu, ibu membangunkanku lebih awal. Ia juga memastikan aku mengenakan seragam baru dengan sempurna. Sebagaimana hari pertama masuk sekolah, tas ranselku dipenuhi buku-buku yang masih tercium aroma khas kertas baru.
Ketika tiba di sekolah, aku berdiri di lapangan, di tengah terik matahari, bersama ratusan siswa lain, mungkin bahkan ribuan. Kami ikut seremonial penyambutan siswa baru. Aku jelas merasa asing di tengah kerumunan yang amat ramai itu. Akan tetapi, di sisi lain kepalaku juga penuh rasa ingin tahu.
Tak lama berselang, aku pun masuk ke dalam kelas. Aku mulai berkenalan dengan teman-teman baru. Aku duduk sebangku dengan Nina, gadis ramah yang kini menjadi sahabatku hingga sekarang.
Hari pertama sekolah itu teramat berkesan. Guru-guru memperkenalkan diri dan memberikan nasihat mengenai cara menjalani masa sekolah dengan baik.
Seiring waktu, perasaan gugupku perlahan berubah menjadi semangat. Di hari itu juga aku belajar bahwa setiap awal baru memang menakutkan, tetapi juga penuh peluang untuk tumbuh dan belajar.
B. Contoh Teks Cerita Sejarah Pribadi tentang Liburan
Contoh teks sejarah pribadi juga bisa menceritakan pengalaman liburan. Asalkan terjadi di masa lalu, cerita liburan termasuk sebagai salah satu contoh teks cerita sejarah pribadi.Berikut akan disajikan sejumlah contoh cerita sejarah pribadi tentang liburan.
3. "Liburan ke Jepara"
Liburan sekolah tahun 2010 saya habiskan dengan pergi berlibur ke Jepara, sebuah kabupaten di Jawa Tengah bagian utara. Kala itu, saya pergi bersama ayah, ibu, dan adik.Kami berangkat dari Semarang pada pukul 08.30 pagi dan sampai di Jepara pada pukul 12.00 siang. Sesampainya di Jepara, ayah langsung mengajak kami beribadah salat zuhur di Masjid Agung Baitul Makmur yang terletak di pusat kota Jepara.
Masjidnya sangat megah dan memiliki arsitektur Islam yang menarik. Selepas salat zuhur berjamaah, kami sekeluarga mampir ke sebuah restoran di dekat Alun-alun Jepara yang menjual beraneka ragam hidangan laut.
Kami memesan beberapa makanan seperti ikan goreng, kepiting, udang, dan cah kangkung untuk makan siang. Jepara memang merupakan kota pesisir, sehingga hidangan laut sangat digemari di wilayah ini.
Rencananya, setelah selesai makan kami mau langsung pergi ke hotel dan check-in di kamar yang sudah dipesan ibu dari jauh-jauh hari. Namun, tiba-tiba ayah mengatakan dengan panik bahwa ponselnya hilang.
Setelah diingat-ingat lagi, ternyata ayah meninggalkan ponselnya di tempat wudu Masjid Baitul Makmur. Kami semua terburu-buru kembali ke masjid yang tidak jauh dari restoran.
Ayah mencari-cari di selasar tempat wudu masjid, namun ponsel itu tidak ada. Kemudian, ibu menanyakan kepada petugas masjid apakah mereka menemukan adanya ponsel hilang sebelum salat zuhur.
Beruntung, ternyata ponsel tersebut memang disimpan oleh petugas masjid. Ia menceritakan bahwa ponsel ayah ditemukan oleh salah satu jemaah masjid yang datang setelah salat zuhur.
Kami semua lega dan berterima kasih kepada petugas masjid yang berbaik hati menyimpan ponsel ayah. Selanjutnya, pada pukul 14.00 siang kami semua menuju hotel untuk melakukan check-in.
Hotel kami terletak di kawasan Pantai Kartini Jepara. Pantai ini memiliki pasir yang putih dan sangat indah. Saya dan adik langsung kegirangan begitu melihat bahwa kamar kami menghadap langsung ke laut dan kolam renang.
Setelah memindahkan seluruh barang bawaan ke kamar, kami semua berganti pakaian renang untuk bermain air ke pantai. Syukurlah, cuaca di hari itu cerah, sehingga kami bisa bermain-main dengan rasa aman.
Saya dan adik membuat istana pasir menggunakan cetakan plastik yang kami bawa dari Semarang. Ibu membantu mengumpulkan kulit kerang berwarna-warni untuk menghias istana pasir kami.
Setelah istana pasir tersebut jadi, ayah mengambil foto kami bertiga bersama istana pasir tersebut. Sayangnya, beberapa saat kemudian, istana pasir yang kami buat hancur terkena ombak.
Ternyata, ombak di laut semakin tinggi seiring berjalannya waktu. Tepat pukul 16.00 sore, penjaga pantai meminta kami semua untuk menjauh dari laut karena ombak yang semakin kencang.
Saya, adik, ibu, dan ayah kembali ke hotel untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. Pukul 17.00 sore, kami semua turun ke restoran hotel untuk menikmati makan malam dan pemandangan matahari terbenam.
Kami menyaksikan bagaimana perlahan-lahan langit berubah dari kuning, oranye, keunguan, hingga gelap seiring dengan tenggelamnya matahari di ujung lautan. Ini adalah pengalaman liburan paling berkesan yang saya lalui.
4. "Liburan ke Pulau Seribu"
Liburan yang paling berkesan bagiku adalah liburan pada Juni 2018. Kala itu, keluargaku memutuskan untuk pergi berlibur ke Kepulauan Seribu, tentu saja setelah drama dan perdebatan panjang seperti biasanya. Itu merupakan kali pertamanya aku aku naik kapal dan menyeberangi laut, bak pelayar.Kami berangkat pada pagi buta, bahkan ayam belum berkokok, dari pelabuhan Muara Angke. Suasana di kapal sangat ramai. Angin laut terasa menyegarkan.
Setelah sekitar dua jam perjalanan, kami tiba di Pulau Pramuka, salah satu pulau di Kepulauan Seribu. Aku pun tak tahu kenapa dinamai itu, mirip organisasi ekstrakurikuler di sekolahku: Pramuka. Tetapi yang jelas, pemandangannya begitu indah, laut biru jernih dan pasir putih yang lembut.
Di sana, aku mencoba pertama kalinya snorkeling. Awalnya aku takut setengah mati. Akan tetapi, setelah melihat terumbu karang dan ikan-ikan kecil berwarna-warni, aku justru ketagihan dan tak mau mentas dari bawah laut.
Aku juga belajar tentang konservasi penyu di sebuah penangkaran pulau itu. Sungguh sangat menyenangkan bisa melepaskan anak-anak penyu kembali ke laut. Tak bisa dijelaskan rasanya.
Liburan itu mengajarkanku untuk menghargai keindahan alam dan menjaga kelestariannya. Hingga kini, setiap kali melihat foto-foto dari perjalanan itu, aku bisa membayangkan kenanganku selama di Pulau Seribu.
5. "Liburan Tak Terlupakan di Kampung Halaman"
Liburan pada akhir 2019 adalah salah satu liburan paling berkesan bagiku. Aku beserta keluargaku memutuskan untuk menghabiskan liburan di kampung halaman ibu di Yogyakarta, tepatnya di Sleman. Sudah bertahun-tahun aku tidak pernah ke sana. Karena itu, aku sangat bersemangat sangat mendengar rencana itu, meskipun belum dipastikan berangkat.Kami akhirnya berangkat dengan kereta malam dari Jakarta. Itu memakan waktu sekitar delapan jam. Lama sebenarnya secara matematika, tetapi terasa menyenangkan karena aku menikmati pemandangan malam di luar jendela sambil berbincang dengan adikku. Keesokan harinya, pada pagi-pagi sekali, kami tiba di stasiun Tugu. Suasana khas Yogyakarta langsung menyambar mukaku dengan lembutnya, dengan keramahan warganya, dengan aroma kuliner yang menggoda.
Di kampung, aku bersua kembali dengan kakek-nenek. Mereka terlihat sumringah: senang melihat kami. Hari-hari di kampung kuhabiskan dengan menjelajahi sawah, yang sebenarnya sudah semakin berkurang dibanding dulu; bermain di sungai kecil, di pematang sawah; serta mengunjungi Candi Borobudur bersama keluargaku. Itu adalah pertama kalinya aku melihat langsung keindahan bangunan kuno, begitu aku menganggapnya, yang megah dan bersejarah.
Satu kunjungan yang bagiku paling berkesan adalah saat kami menonton matahari terbit di Bukit Punthuk Setumbu. Kami harus bangun pukul tiga pagi (bayangkan!) lalu mendaki selama hampir sejam lamanya. Meski lelah, semua terbayar saat matahari perlahan muncul di balik awan, (seolah muncul) dari belakang bukit lain, menciptakan pemandangan yang begitu memukau.
Liburan itu tidak hanya membuatku lebih dekat dengan keluarga besar. Terlebih, tanpa disangka, tak lama kemudian pandemi Covid-19 melanda sehingga kami terpaksa harus di rumah, berkumpul, dan bercengkerama saban hari. Liburan yang lalu sudah memberi bekal bagiku untuk lebih dekat dengan mereka.
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Fadli Nasrudin, Fadli Nasrudin & Fadli Nasrudin