tirto.id - Sebuah ekosistem tidak bisa dilepaskan dari keberadaan rantai makanan. Rantai makanan dalam suatu ekosistem akan membentuk jaring makanan dan saling terkait satu dengan lainnya. Semakin beragam rantai makanan maka bertambah besar jaring makanan sehingga ekosistem pun stabil.
Mengutip modulIPA: Bumiku Semakin Tua (2017) terbitan Kemdikbud, definisi rantai makanan adalah peristiwa makan dan dimakan antara makhluk hidup melalui urutan tertentu. Dalam suatu rantai makanan, ada tingkatan yang terdiri atas produsen, konsumen, atau pengurai. Masing-masing tingkatan memiliki perannya sendiri.
Tingkat produsen diduduki oleh tumbuhan. Hal ini karena tumbuhan mampu membuat makanannya sendiri. Pada tumbuhan hijau, makanan diproduksi melalui proses fotosintesis di daun dengan bantuan sinar matahari.
Lalu, tingkat konsumen ditempati hewan herbivora yang memiliki makanan utama berupa tumbuhan. Herbivora adalah konsumen tingkat I. Hewan lain yang memakan konsumen tingkat I disebut konsumen tingkat II, begitu seterusnya.
Saat semua makhluk hidup di dalam rantai makanan mati, selanjutnya yang berperan adalah pengurai. Pengurai, seperti jamur, bakteri, dan cacing, memiliki peran membusukkan semua makhluk hidup yang mati. Pembusukan itu akan menghasilkan unsur hara. Adapun unsur hara sangat diperlukan oleh tumbuhan untuk hidup.
Dengan demikian, proses yang terjadi dalam rantai makanan bisa berupa siklus yang terus berulang. Karena itu, keberadaan rantai makanan penting bagi keseimbangan dan kelestarian suatu ekosistem alam.
Kendati demikian, mengutip modul IPA Kelas VII (2020) dari Kemdikbud, rantai makanan tidak selalu dimulai dari tumbuhan. Rantai makanan bisa dimulai dari detritus (makanan sisa) sebagai urutan pertamanya.
Contoh rantai makanan detritus yaitu serpihan dedaunan yang dimakan cacing tanah. Lalu, cacing tanah dimakan bebek. Selanjutnya bebek dikonsumsi oleh manusia.
Urutan Rantai Makanan di Sawah
Dalam ekosistem sawah, rantai makanan dapat terlihat pada kehidupan di sekitarnya. Rantai makanan di sawah bermula dari tumbuhan berupa padi dan berlanjut pada hewan-hewan yang berinteraksi di dalam ekosistem itu.
Contoh urutan rantai makanan di sawah yaitu:
- Tanaman padi dimakan belalang
- Lalu, belalang dimakan oleh katak
- Katak kemudian dimakan ular, yang hidup di sela-sela tumbuhan padi
- Selanjutnya, ular dimakan oleh burung elang saat menjadikannya mangsa.
Jika dibuat bagan, maka bentuknya rantai makanan di sawah sebagai berikut:
Padi (P) -- belalang (K I) -- katak (K II) -- ular (K III) -- elang (K IV)
Dalam rantai makanan di sawah, tanaman padi memiliki peran sebagai produsen (P). Belalang menjadi konsumen I (K I), katak sebagai konsumen II, ular menjadi konsumen III (KII), dan burung elang merupakan konsumen IV.
Jika semua makhluk hidup dalam rantai makanan di sawah mati, pengurai akan membusukkannya menjadi unsur hara yang bisa dimanfaatkan oleh padi jika matinya masih di ekosistem sama.
Namun, proses rantai makanan di sawah bisa berubah karena berbagai sebab. Perubahan berisiko memunculkan ketidakseimbangan dalam ekosistem sawah yang membawa dampak buruk.
Menukil sebuah kajian dalam Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia (Vol. 5, No. 1, 1999), ekosistem pertanian termasuk sistem yang rumit dan dinamis. Karena itu, ia sangat rentan mengalami berbagai perubahan.
Setiap tindakan yang diterapkan pada satu komponen ekosistem pertanian, akan dengan mudah memengaruhi komponen lain. Efek berantai tersebut bisa mengubah kinerja ekosistem.
Sebagai contoh, mengutip salah satu ulasan dalam Jurnal Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan (Vol. 1, No. 2, 2014), ledakan hama makin sering menghantam areal persawahan padi di Jawa selama dekade awal Abad 21. Ledakan hama penyakit yang telah merusak banyak tanaman padi itu seperti serangan wereng coklat dan penyakit blas (Pyricularia oryzae).
Salah satu penyebabnya adalah penggunaan pestisida pada pertanian padi dalam intensitas tinggi. Pemakaian pestisida telah membunuh musuh alami serangga dalam rantai makanan, kematian mikroba endofit, kerusakan keanekaragaman hayati mikroflora dan mesofauna, dan rusaknya jaring makanan yang kompleks di sawah.
Di sisi lain, tahap penguraian tidak maksimal karena semakin sedikitnya jerami dan bahan organik lainnya (seperti pupuk kandang) yang membentuk unsur hara di sawah. Faktanya, bahan-bahan organik itu tidak hanya menjadi sumber hara, tetapi juga bisa menjaga kompleksitas jaring-jaring makanan di sawah.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Addi M Idhom