Menuju konten utama

Populasi Serangga Menurun, Ancaman bagi Keseimbangan Rantai Makanan

Dampak kepunahan serangga akan menjadi malapetaka besar.

Populasi Serangga Menurun, Ancaman bagi Keseimbangan Rantai Makanan
Sejumlah mahasiswa melakukan pendataan vegetasi (ragam tanaman) yang ada di hutan Gunung Ungaran, jalur Curug Semirag, Desa Gogik, Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Rabu (17/1/2018). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

tirto.id - Populasi serangga menurun secara drastis di seluruh dunia karena penggunaan pestisida dan faktor-faktor lain. Menurut beberapa ilmuwan, fenomena ini potensial berefek menjadi bencana pada rantai makanan kita.

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal Biological Conservation menjelaskan, lebih dari 40 persen spesies serangga dapat punah dalam beberapa dekade mendatang. Sementara itu, bioma serangga menurun sebanyak 2,5 persen setahun. Keadaan ini mengindikasikan kepunahan luas dalam satu abad.

Selain 40 persen berisiko mati, sepertiga spesies terancam punah. Jumlah ini dapat menyebabkan keruntuhan ekosistem planet ini dengan dampak bisa memicu kehancuran kehidupan di Bumi.

Laporan ini ditulis bersama oleh para ilmuwan dari universitas di Sydney dan Queensland dan Akademi Ilmu Pengetahuan Pertanian Cina dan menggunakan data laporan-laporan yang ada tentang penurunan serangga yang diterbitkan selama tiga dekade terakhir.

Para peneliti memeriksa alasan di balik penurunan jumlah serangga ini untuk menghasilkan gambaran besarnya. Hasilnya, sangat mengkhawatirkan.

Francisco Sanchez-Bayo, dari School of Life and Environmental Sciences di University of Sydney, menyebut studi ini sebagai ujian global pertama yang benar-benar memerinci masalah ini. Dulu, fokus penelitian masih pada penurunan keanekaragaman hayati hewan vertebrata, dan penelitian ini menekankan pentingnya kehidupan serangga pada ekosistem yang saling berhubungan dan rantai makanan. Serangga bahkan menjadi rantai paling dasar pada sekitar 70 persen dari semua spesies hewan.

Dampak kepunahan serangga akan menjadi malapetaka besar. Hal ini mengingat serangga berada di basis struktural dan fungsional dari banyak ekosistem dunia sejak kemunculannya hampir 400 juta tahun yang lalu.

Penyebab utama penurunan ini termasuk hilangnya habitat mereka akibat konversi ke pertanian intensif dan urbanisasi, polusi, terutama dari pestisida dan pupuk, serta faktor biologis, seperti patogen serta perubahan iklim.

Sementara sejumlah besar serangga spesialis dan serangga umum menurun, sekelompok kecil serangga lain yang dapat beradaptasi jumlah mereka meningkat, tetapi tidak cukup kuat untuk menahan penurunan besar-besaran ini.

Don Sands, ahli entomologi dan pensiunan ilmuwan Organisasi Riset Ilmiah mengatakan bahwa efek Hilang dan penurunan serangga ini adalah masalah serius.

"Jika kita tidak memiliki serangga sebagai moderator populasi hama lain, kita memiliki populasi serangga yang menyala dan merusak tanaman dan membuat mereka sulit untuk tumbuh," katanya.

Dia menambahkan bahwa ekosistem pada tingkat ini harus seimbang. Itulah lapisan paling bawah dan jika kita tidak mengatasinya, seluruh kehidupan kita dapat dipengaruhi secara tak terukur.

"Serangga adalah makhluk kecil yang menjalankan dunia," katanya.

Dilansir CNN, para peneliti menyerukan tindakan besar-besaran harus segera dilakukan. Mereka menyarankan untuk merombak metode pertanian yang ada, khususnya pengurangan serius dalam penggunaan pestisida dan substitusi dengan praktik-praktik berbasis ekologi yang lebih berkelanjutan.

Baca juga artikel terkait SERANGGA atau tulisan lainnya dari Febriansyah

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Febriansyah
Editor: Yulaika Ramadhani