tirto.id - Geguritan adalah karya sastra puisi yang ditorehkan menggunakan Bahasa Jawa dan sering dibacakan dengan iringan alunan tembang. Secara etimologi, kata "geguritan" berasal dari "gurit" yang bermakna "tatahan" atau "coretan."
Geguritan menjadi bagian dalam tradisi kasusastraan Jawa. Teks geguritan serupa dengan puisi untuk zaman sekarang. Geguritan sudah dikenal dari zaman kerajaan sebelum Indonesia merdeka.
Pada masa lalu, geguritan diciptakan oleh para pujangga kraton. Mereka kerap membuatnya sebagai sindiran bagi raja atau kolonialis yang sedang berkuasa.
Kala itu, penyusunan geguritan mengikuti pakem (aturan) tertentu. Kata-katanya menggunakan Bahasa Jawa. Seiring dengan perkembangan kesusastraan, aturan baku dalam penyusunan geguritan tidak lagi kaku.
Dari situ, muncul istilah geguritan gagrak lawas dan gagrak anyar. Jika ingin menikmati karya pujangga zaman dulu, bisa merujuk pada sejumlah contoh geguritan gagrak lawas.
Di sisi lain, geguritan gagrak anyar dapat disimak jika tertarik dengan gaya kekinian. Geguritan Bahasa Jawa, baik gagrak lawas dan gagrak anyar, sama-sama menyodorkan nuansa kesusastraan jawa.
Contoh Geguritan Gagrak Lawas dan Ciri-cirinya
Geguritan gagrak lawas merupakan karya sastra puisi berbahaja Jawa yang dibuat sesuai aturan-aturan baku atau pakem yang berlaku pada masa lalu. Penyusunan isinya masih disesuaikan dengan kebutuhan untuk kidung dan tembang. Oleh sebab itu, tembang-tembang berbahasa Jawa ada yang terikat dengan aturan geguritan gagrak lawas.
Geguritan gagrak lawas bisa ditemukan pada berbagai tembang macapat. Tembang macapat memiliki 11 jenis pupuh (bentuk puisi), yakni maskumambang, mijil, sinom, kinanti, asmarandana, gambuh, durma, pangkur, dandanggula, megatruh, dan pucung. Cara pelantunannya berbeda-beda, dan geguritan dapat menjadi lirik bagi tembang tersebut.
Apa ciri-ciri geguritan gagrak lawas dan bagaimana contohnya? Simak penjelasan di bawah ini.
1. Ciri-ciri geguritan gagrak lawasGeguritan gagrak lawas memiliki ciri-cirisebagai berikut:
- Memiliki jumlah bait di setiap bab yang tidak teratur, tapi sedikitnya ada 4 bait (empat baris)
- Jumlah suku kata pada setiap suku kata tetap, sejumlah 8 suku kata
- Menambahkan bunyi akhir baris memakai kata pengantar suara guru. Cara ini seperti sajak pada sastra Melayu/Indonesia.
- Geguritan gagrak lawas umumnya diawali dengan kata "sun gegurit", meski tidak semuanya.
- Geguritan gaya lama memiliki isi berupa pelajaran tertentu seperi tata krama.
2. Contoh geguritan gagrag lawas singkat
Berikut ini contoh geguritan gagrag lawas tema ibu dalam teks yang singkat:Ibu
Sun gegurit
IBU...Pengorbanan saha katresnanmu
Mboten pedhot kairing lakuning wektu
Awujud cahyaning lintang wonten langit biru
Tanpa panjenengan
Krasa luwih abot anggen kulo mlampah
Menawi wonten tumindhak kulo ingkang lepat
Panjenengan tulung maringi kulo nasihat
Supadhos kulo dados tuladha ingkang tepat
Maturnuwun ibu
Katresnanmu saha pengorbananmu
Mboten bakal ilang saka atiku.
Contoh Geguritan Gagrag Anyar dan Ciri-cirinya
Pengertian geguritan gagrak anyar adalah sastra puisi jawa yang penyusunannya tidak terikat dengan aturan baku (pakem) masa lalu. Struktur dan pemilihan kata dalam teks geguritan gagrak anyar juga cenderung bebas. Bahkan, sudah lazim diselipkan kata-kata yang bukan dari Bahasa Jawa.
Adapun isi geguritan gagrak anyar juga mengikuti keinginan penciptanya. Kebanyakan geguritan gagrak anyar memiliki isi yang berasal dari perasaan pembuatnya lalu dikemas dengan kata-kata puitis.
Apa ciri-ciri geguritan gagrak anyar dan bagaimana contohnya dalam versi teks pendek? Berikut adalah penjabaran ringkasnya.
1. Ciri-ciri geguritan gagrak anyarSejumlah ciri geguritan gagrak anyar adalah:
- Penentuan jumlah bait bebas
- Penentuan jumlah baris bebas
- Jumlah guru wilangan bebas
- Teksnya tidak diawali dengan sun gegurit, yakni kata “aku mengarang” atau “membaca geguritan”
- Bisa memiliki penggalan kata yang bukan dari Bahasa Jawa.
2. Contoh geguritan gagrag anyar pendek
Berikut contoh geguritan gagrak anyar pendek dengan tema Ramadhan:
Marhaban Ya Romadhon
Langit pasrah
Ngutapake mungkure sasi ruwah
Ana rasa tentrem
Nadyan rembulan during mesem
Angina aweh sasmita
Getering rasa bungah
Mecaki dina-dina kebak barokah
Marhaban ya romadhon
Pasrah, sumarah
Lelandhesan iman lan taqwa
Njaga santosaning batin
Ngliwati kamar-kamar proses
Kamar pasa
Kamar teraweh
Kamar tadarus
Kamar iktikaf
Kamar sodagoh
Dina-dina tanpa kedhat ing panuwung
Lumunture lumut-lumut dosa
Karang siniram sihing gusti.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Addi M Idhom