Menuju konten utama

Citra Polri Rusak saat Pertahankan Eks Napi Korupsi AKBP Brotoseno

Peneliti Formappi Lucius Karus menilai keputusan Polri mempertahankan AKBP Raden Brotoseno sebagai anggota kepolisian hanya akan meruntuhkan citra polisi.

Citra Polri Rusak saat Pertahankan Eks Napi Korupsi AKBP Brotoseno
Kanit III Subdit III Dirtipikor Bareskrim Polri AKBP Brotoseno (kanan) memasuki ruang sidang untuk menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (8/2). Brotoseno yang telah didakwa menerima suap Rp 1,9 miliar untuk memperlambat pemeriksaan Dahlan Iskan untuk kasus korupsi cetak sawah di Ketapang, Kalimantan Barat, menjalani sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./ama/17

tirto.id - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai keputusan Polri mempertahankan AKBP Raden Brotoseno sebagai anggota kepolisian hanya akan meruntuhkan citra Korps Bhayangkara. Pasalnya ia sebelumnya telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

"Keputusan mempertahankan mantan narapidana hanya karena pertimbangan subyektif pejabat tinggi di kepolisian akan meruntuhkan citra lembaga kepolisian itu sendiri sebagai penegak hukum," kata Lucius kepada Tirto, Kamis, (2/6/2022).

Ia juga mengatakan bahwa kejadian tersebut memprihatinkan, mengingat kepolisian adalah lembaga penegak hukum. Dan mempertahankan Brotoseno yang pernah menjadi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menurut Lucius, artinya penegakan hukum dijalankan oleh orang yang telah terbukti melawan hukum.

"Kalau hukum hanya menjadi kumpulan pasal-pasal ya sulitlah berharap keadilan akan ditegakkan oleh penegak hukum kita," ujar Lucius.

Lebih lanjut, ia juga mengatakan bahwa legitimasi kepolisian sebagai penegak hukum akan diperoleh jika kepolisian sebagi lembaga sudah mencontohkan ketaatan pada hukum yang melampaui sekedar bunyi pasal-pasal.

Hal ini tidak tampak pada keputusan Polri mempertahankan narapidana kasus korupsi, AKBP Raden Brotoseno.

"Terbukti melakukan kesalahan merupakan sesuatu yang tercela apalagi kalau kesalahannya adalah korupsi. Kalau sampai yang tercela saja dianggap layak menjadi penegak hukum, terbayang nggak penegakan hukum oleh para pelaku tindakan tercela ini. Hukum hanya jadi alat, mainan, dan lain-lain," katanya.

Diketahui, Brotoseno sempat dijatuhi vonis 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada Juni 2017.

Ia terbukti menerima suap Rp 1,9 miliar dan menerima 5 tiket pesawat Batik Air kelas bisnis seharga Rp 10 juta dalam kasus penyidikan dugaan tindak pidana korupsi cetak sawah di daerah Ketapang, Kalimantan Barat.

Setelah menjalani hukuman selama kurang lebih 3 tahun Brotoseno mendapatkan bebas bersyarat dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan dibebaskan pada 15 Februari 2020.

Status Brotoseno masih aktif sebagai anggota kepolisian dibenarkan oleh Asisten Kapolri bidang SDM Irjen Pol Wahyu Widada. Ia mengaku Brotoseno belum dipecat dari keanggotaannya sebagai polisi. Hal itu berdasarkan keputusan sidang etik yang menyatakan Brotoseno tidak diberhentikan secara tidak hormat.

“Yang saya tahu, dia (Brotoseno) sudah disidang (etik) tapi tidak ada pemecatan. Yang saya tahu itu dia tidak dipecat," kata Wahyu saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta Selatan sebagaimana dikutip Antara, Senin (30/5/2022).

Wahyu menuturkan, pemecatan seorang anggota Polri yang terlibat tindak pidana berdasarkan sidang kode etik. Ada penilaian tertentu untuk melakukan pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH).

“Ya, itu (pecat) tergantung sidang kode etiknya, tergantung sidang yang ada di sana, kalau sidang kode etiknya mengatakan dipecat, ya dipecat, kalau mengatakan tidak dipecat, ya tidak dipecat. Tidak otomatis (bersalah) dipecat," kata Wahyu.

Baca juga artikel terkait RADEN BROTOSENO atau tulisan lainnya dari Fatimatuz Zahra

tirto.id - Hukum
Reporter: Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto