tirto.id - Ryder baru patah hati. Gadis yang dikejar-kejarnya memilih cowok lain. Demi melampiaskan kekecewaannya, ia iseng mencari gebetan baru di Twitter. Tak disangkanya, seorang gadis cantik berambut pirang, bermata biru bernama Katie, tampak tertarik padanya. Singkat cerita, mereka makin dekat.
Ryder ingin berjumpa dengan Katie. Namun, keinginan itu tak pernah terwujud karena Katie selalu membatalkannya. Teman-teman Ryder mulai curiga. Namun, cinta membutakan Ryder yang tetap berhubungan di dunia maya dengan Katie. Hingga suatu ketika, Ryder bertemu dengan seorang gadis pindahan dari sekolah lain. Tanpa malu-malu, Ryder langsung mengajak bicara gadis yang dikiranya Katie.
Gadis itu bukan Katie. Ia adalah Marissa. Seseorang yang mengaku bernama Katie itu ternyata meminjam foto Marissa untuk bisa dekat dengan Ryder. Ryder murka, Katie rupanya memang seorang Catfish. Belakangan, Ryder mengetahui bahwa Katie adalah Unique, salah seorang temannya yang transgender dan tak percaya diri mengungkapkan perasaan padanya. Awalnya, Ryder marah besar tapi akhirnya dia paham kenapa Unique berlaku demikian.
Ryder dan kisahnya pertama kali kena Catfished memang cuma rekaan yang terjadi di serial Glee, karangan produser Hollywood Ryan Murphy. Tapi, cerita Catfish sendiri bukan sesuatu yang jauh dari kehidupan nyata.
Di Australia, Januari lalu saja ada 348 orang yang melapor ditipu Catfish. Sepanjang 2016, total laporan yang masuk sampai 4.109. Tak cuma ditipu tentang identitas palsu sang gebetan, data yang dikutip dari Scamwatch melaporkan, orang-orang itu juga merugi material yang jumlahnya tak sedikit. Dari 348 laporan di Januari, total kerugian para korban mencapai 1.801.135 dolar Australia. Sementara kerugian materi korban-korban di sepanjang 2016 mencapai 25.480.351 dolar Australia.
Catfishing atau Catfished adalah istilah yang digunakan milenial untuk menggambarkan penipuan identitas diri oleh gebetan yang sebelumnya tak pernah dikenal apalagi bertemu. Biasanya hal ini terjadi di dunia maya, lewat media sosial. Definisi ini tak terlalu berbeda dengan yang ditulis Urban Dictionary, tapi di sana Catfished digambarkan hanya terjadi di Facebook. Padahal di era digital ini, penipuan semacam ini bisa dilakukan lewat celah manapun di internet.
Orang yang melakukannya—seperti Katie—disebut Catfish.
Istilah Catfish sendiri mulai dipakai warga dunia maya setelah serial dokumenter Catfish milik MTV populer sejak 2012. Acara yang dipandu Nev Schulman dan Max Joseph ini mengupas kebenaran dan kebohongan di balik kencan daring yang makin populer dalam dekade terakhir.
Alasan untuk jadi Catfish bisa beraneka macam. Mulai dari tak percaya diri seperti Katie, hingga alasan ingin menipu dan menggeruk harta orang lain.
Di Inggris, 2011 lalu, Universitas Leicester dan Westminster bekerja sama dengan Serious Organised Crime Agency (SOCA) merilis temuan kalau 2 persen dari responden mereka, kenal dengan orang-orang yang ditipu Catfish hingga kehilangan uangnya. Dari angka itu, mereka memprediksi jumlah korban di Inggris bisa mencapai 200 ribu orang pada tahun tersebut.
Sebelum melancarkan tipu muslihatnya, para Catfish biasanya akan cek ombak dulu dengan meminta hadiah. Tujuannya mengetes sejauh mana si korban menganggap serius hubungan palsu tersebut. Selanjutnya, sang penipu bisa pura-pura kehilangan ponselnya dan minta dibelikan yang baru. Berikutnya, permintaan ditransfer akan lebih sering.
Dari data yang dikutip The Guardian dari Otoritas Kasus Penipuan Nasional Inggris, kerugian dari penipuan ini mencapai 8 juta poundsterling hanya dalam 15 bulan. Soca juga membuat kisaran total kerugian materi yang diderita respondennya, yakni mulai dari 50 hingga 240 ribu poundsterling.
Menurut Monica Whitty, psikolog dari Universitas Leicester, kebanyakan korban yang ditemuinya sama sekali tak tahu kalau mereka sedang ditipu sampai uangnya diporoti. Bahkan masih banyak yang tak sadar kalau tak disadarkan teman terdekat atau orang-orang sekitarnya. “Banyak sekali orang-orang (ini) yang kesulitan menerima kenyataan yang sebenarnya terjadi, bahkan ketika mereka tahu orang yang menipu ada di penjara,” kata Whitty pada The Guardian.
Para Catfish yang ditemukan SOCA tak jarang memang para penipu yang berniat jahat, biasanya orang-orang Nigeria dan Ghana. Mereka tak jarang merupakan pria yang menyamar jadi wanita. “Kami punya sejumlah korban pria yang masih menyebut si penipu dengan kata ganti perempuan (she), bahkan ketika mereka sudah tahu kalau penipunya laki-laki,” kata Whitty. “Dalam beberapa kasus, para korban menganggap hubungannya sangat menenangkan (terapeutik) untuk dilanjutkan, bahkan ketika mereka sudah tahu kalau mereka ditipu,” tambah Whitty.
Dari data Scamwatch, korban Catfish memang bisa siapa saja. Sepanjang 2016 lalu, jumlah korban perempuan yang melapor sampai 45,1 persen. Cuma beda sedikit dari korban laki-laki yang sebesar 43,4 persen, sementara korban gender lainnya mencapai 11,5 persen. Tapi memang semua kasus Catfish tak berakhir dengan kerugian materi. Contohnya cerita Ryder dan Katie.
Meski tak selalu menimbulkan kerugian materi, tetapi Catfish jelas sangat merugikan perasaan korban. Anne Rowe, seorang asisten pengajar di Canterbury, Inggris yang sempat punya hubungan serius dengan seorang pria yang memakai foto aktor Bollywood Saif Ali Khan di Tinder, merasa Catfish tetap merugikan dalam banyak hal, terutama perkara perasaan.
Pria yang jelas-jelas tak berparas serupa Saif Ali Khan itu rupanya sudah menikah, dan menjalani hubungan serupa dengan Rowe bersama sejumlah wanita lainnya. Mengetahui hal ini, Rowe merasa sangat dirugikan.
“Aku korban dari tindakan Catfish,” katanya. “Pakai profil palsu dan identitas online sebagai basis untuk menggoda perempuan atau pria demi seks seharusnya ilegal, tapi faktanya di sini tidak,” tambah Rowe. Ia ingin Catfish dimasukkan dalam konstitusi agar bisa dipidana.
Kasus Rowe bisa jadi pelajaran untuk mereka yang suka mencari jodoh lewat media sosial. Data dari Scamwatch, Catfish paling sering berawal dari internet dan jejaring sosial di internet. Pada 2012 saja, ada 83 juta akun palsu di Facebook, sementara 1 di antara 10 akun di Twitter adalah palsu.
Data ini harusnya cukup untuk jadi alasan mawas diri dalam berkencan lewat online.
Penulis: Aulia Adam
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti