tirto.id - Hingga 22 Agustus 2017, tuan rumah SEA Games XXIX, Malaysia, masih memimpin perolehan medali dengan 72 medali. Sementara Indonesia berada di urutan ketiga dari 11 negara peserta, dengan 39 medali
Jumlah emas yang berhasil didapatkan oleh Malaysia tiga kali lipat dari Indonesia. Posisi Indonesia bersaing ketat dengan Vietnam yang berada di urutan keempat. Indonesia dan Vietnam sama-sama mengumpulkan 10 emas, hanya selisih 2 perak dan 4 perunggu.
Baca juga: Perolehan Medali SEA Games Per 22 Agustus
Capaian ini tentu masih sementara dan prematur untuk menyimpulkan negara juara umum SEA Games XXIX. Kompetisi di sejumlah cabang olahraga masih berlangsung. Sekalipun Malaysia memimpin sampai saat ini, negara-negara lain tetap memiliki peluang untuk bekerja keras dan menambah pundi-pundi medali.
Dalam dunia pesta olahraga dengan segala skalanya, ada anggapan negara-negara yang punya modal besar akan sangat mudah meraih medali dalam kompetisi. Anggapan ini tak keliru, Frank AG Den Butter dan Casper M Van Der Tak (1995) mempublikasikan hasil penelitiannya, “Olympic Medals as an Indicator of Social Welfare” dan menemukan kesimpulan bahwa medali yang dimenangkan sebuah negara dalam ajang kompetisi olahraga berkorelasi kuat dengan soal pendapatan dan juga indikator kesejahteraan. Penelitian itu mengambil kasus Olimpiade di Barcelona dan Seoul.
Baca juga:Membeli Medali Olimpiade
Penelitian lainnya pada 2008, Hon-Kwong Lui dan Wing Suen pun menemukan kesimpulan, bahwa jumlah populasi dan tingkat pendapatan per kapita menjadi faktor penentu utama atas jumlah medali yang dimenangkan oleh sebuah negara di Olimpiade 1952-2004. Penelitian kedua orangnya termuat dalam jurnal Pacific Economic Review, 13: 1 dalam judul “Men, Money, and Medals: An Econometric Analysis of The Olympic Games”.
Bagaimana dengan SEA Games?
Selama 28 kali penyelenggaraan, Thailand menjadi negara dengan jumlah peraih total medali terbanyak. Total 2.089 medali emas, 1.742 perak, dan sebanyak 1.727 perunggu berhasil dikumpulkan oleh Negeri Gajah Putih itu. Indonesia? Berada di urutan kedua, dengan 1.714 medali emas, 1.558 perak dan 1.580 perunggu. Sementara, negeri jiran, Malaysia berada di urutan ketiga dengan jumlah total 3.762 medali.
Namun, data perolehan medali kumulatif tersebut merupakan data kompetisi dari 1959 hingga 2015. Padahal perlu dicatat, sebelum bernama SEA Games, hajatan rutin dua tahun ini bernama South East Asian Peninsula Games atau SEAP Games. Ada tambahan kata “peninsula” yang berarti “semenanjung”. Sekilas sejarahnya, dengan inisiatif Thailand, kompetisi olahraga ini pada awalnya dominan dari negara wilayah “mainland” Asia Tenggara.
Kesepakatan berlangsung di saat enam negara, yakni Myanmar, Kamboja, Laos, Malaysia, Thailand dan Vietnam Selatan menghadiri Asian Games di Tokyo, Jepang, 22 Mei 1958. Sebuah komite olahraga bersama mereka sepakati untuk dibentuk. Inilah yang menjadi cikal-bakal dari SEAP Games. SEAP Games yang pertama diselenggarakan di Bangkok, 12-17 Desember 1959, dengan kehadiran 527 atlet dari Thailand, Myanmar, Malaysia, Singapura, dan Vietnam Selatan.
Setelah itu, Indonesia, Brunei Darusalam dan Filipina resmi bergabung, lalu kompetisi tersebut berganti nama. Surat Kabar Kompas, 7 Februari 1977 menuliskan bahwa SEAP Games telah diubah menjadi SEA Games dalam pertemuan di Kuala Lumpur, 5 Februari 1977. Delegasi Indoensia, Ferry Sonneville mengusulkan agar kata “peninsula” dibuang untuk lebih menggambarkan keadaan sebenarnya. Masuknya Indonesia dan Filipina menjadi anggota memang membuat semenanjung sudah tak relevan.
Pada kompetisi SEAP Games, antara periode 1959-1975, Thailand menjadi negara utama dibandingkan 7 negara Asia Tenggara lainnya. Sebanyak total 893 medali berhasil mereka kumpulkan pada periode itu. Sementara, secara akumulatif, Singapura dan Myanmar menjadi negara urutan kedua dan ketiga untuk jumlah medali dari kompetisi SEAP Games dengan peroleh masing-masing adalah 627 dan 597 medali.
Periode SEA Games, seakan menjadi panggung bagi Indonesia. Berbeda dengan hasil kumulatif SEAP Games, tempat utama perolehan total medali selama periode 1977-2015 ditempati oleh Indonesia. Sebanyak 4.864 medali berhasil dikumpulkan, dengan 1.726 diantaranya adalah medali emas. Sementara, Thailand, menempati urutan kedua terbanyak dengan 4.672 total medali kumulatif. Dari jumlah itu ada 1.722 medali emas yang berhasil diperoleh. Berbeda tipis dengan Indonesia, hanya selisih empat medali.
Bila dilihat berdasarkan urutan kemenangan pada periode 2007 hingga 2015, ada 4 negara yang mendominasi posisi tiga besar, yaitu Indonesia, Thailand, Vietnam dan Malaysia. Pada periode 2007-2015, Thailand menjadi juara umum selama empat kali. Pada 2007, 2009, 2013, dan 2015. Thailand menyerahkan posisi juara itu kepada Indonesia pada 2011, yang sekaligus menjadi tuan rumah SEA Games XVI.
Bila menggunakan pendekatan Frank AG Den Butter dan Casper M Van Der (1995) ataupun Hon-Kwong Lui dan Wing Suen (2008) soal pendapatan misalnya, Malaysia semestinya menjadi negara dengan peluang tertinggi dalam kinerja mendapatkan medali. PDB per kapita Malaysia pada 2011 mencapai 53.166,68 dolar AS. Itu sekitar dua kalinya dari PDB per kapita Thailand, ataupun tiga kalinya dari Indonesia. Begitu pula untuk 2015, Malaysia masih menjadi negara dengan PDB per Kapita tertinggi di kawasan.
Selain itu, dengan menggunakan pendekatan populasi, pada periode 2011, Indonesia memang terbukti menjadi pemenang SEA Games. Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk tertinggi yang mencapai 245,7 juta jiwa pada 2011 dan 258,2 juta jiwa di 2015. Populasi Indonesia itu mencapai 8,57 kali jumlah penduduk Malaysia. Namun, kesimpulan penelitian ini tidak dapat diimplementasikan pada kasus Thailand dimana jumlah penduduknya lebih sedikit dibandingkan Indonesia tapi lebih sering menempati posisi juara umum.
Ada aspek lain yang bisa ditelaah, yaitu soal anggaran. Pada 2011, proporsi anggaran olahraga Thailand mencapai 0,34 persen terhadap total anggaran pemerintah. Sedangkan, Indonesia hanya sebesar 0,08 persen. Pada 2015, proporsi anggaran olahraga Indonesia meningkat menjadi 0,28 persen, sedangkan Thailand menurun menjadi 0,32 persen.
Anggapan dengan modal besar mendapat jaminan memperoleh medali banyak tidak selamanya absolut. Penelitian lain yang dilakukan oleh Veerle De Bosscher, Bruno Heyndels, Paul De Knop, Maarten van Bottenburg dan Simon Shibl, dipublikasikan dalam Belgeo, No 2, Tahun 2008, memberi catatan: “jumlah medali mutlak yang dimenangkan tidak mempedulikan seberapa kaya atau besar negara itu”.
Penelitian mereka terhadap contoh kasus dari hasil Olimpiade Musim Panas dan Musim Dingin menunjukkan, “semua pengukuran keberhasilan memberikan hasil yang berbeda dalam hal peringkat negara-negara berdasarkan pertunjukan.” Penentuan keberhasilan akhirnya tergantung pada tujuan suatu ranking dibuat. Dengan demikian, urusan juara umum dalam SEA Games sepertinya bukan soal yang terkait dengan faktor uang, anggaran ataupun populasi, namun hal-hal ajaib lain: seperti “soal jadi tuan rumah” atau tidak. Ini cukup beralasan, karena sebagai tuan rumah, suatu negara bisa menentukan sarana dan prasarana mulai dari fisik hingga wasit dan cabang olahraga mana saja yang akan digelar.
Dari perbandingan empat negara peserta SEA Games, Thailand, Indonesia, Vietnam dan Malaysia selalu menjadi juara umum saat sekaligus menjadi tuan rumah kegiatan. Namun, hanya Malaysia yang 3 kali menjadi tuan rumah, tapi hanya sekali menjadi juara saat menjadi tuan rumah. Selain itu, dua negara, Thailand dan Indonesia tetap menjadi pemain utama dalam kompetisi SEA Games. Indonesia menjadi juara umum selama 10 kali, dan Thailand 7 kali antara 1977-2015.
Apakah kali ini tuan rumah Malaysia akan memperkuat catatan sejarah sebagai juara?
Penulis: Frendy Kurniawan
Editor: Suhendra