Menuju konten utama

Cara P2P Lending Ilegal Asal Cina Tagih Utang: Sebar Konten Porno

Jika ada debitur telat bayar utang, para desk collector Vloan ini tidak segan-segan mengakses data debitur dan menghubungi semua kontak yang ada di dalam HP mereka.

Cara P2P Lending Ilegal Asal Cina Tagih Utang: Sebar Konten Porno
Ilustrasi fintech. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri berhasil menangkap empat tersangka yang menjadi desk collector atau penagih utang di balik meja perusahaan fintech peer to peer (P2P) lending asal Cina, PT Vcard Technology Indonesia (Vloan).

Kepala Sub Direktorat Cybercrime II Bareskrim Polri Kombes Rickynaldo Chairul menjelaskan, para desk collector ini merupakan para tersangka yang menagih utang pada peminjam uang dengan cara menyebar konten porno untuk menakut-nakuti debitur.

“Ini [meneror hingga sebar konten porno] dilakukan untuk menakut-nakuti,” kata Ricky di Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Selasa (8/1/2019).

Ricky menjelaskan, Vloan merupakan perusahaan fintech P2P lending asal Cina yang memiliki hosting server di Arizona. Vloan merupakan fintech ilegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Selain itu, Vloan juga memiliki nama lain, antara lain: Supemash, Rupiah Cash, Super Dana, Pinjaman Plus, Super Dompet, dan Super Pinjaman.

Kasus ini mengemuka setelah ada beberapa laporan dari debitur yang menjadi korban. Mereka melaporkan soal cara penagihan utang yang tidak etis oleh desk collector.

Dari hasil paparan kasus, Ricky mengatakan, para debitur yang awalnya membutuhkan uang cepat dengan skema meminjam melalui Vloan harus mengunduh aplikasi Vloan.

Sementara persyaratan yang harus disertakan debitur sebelum meminjam uang antara lain: wajib memberikan data identitas diri sesuai KTP, nomor rekening bank, hingga id card [karyawan].

Ada pula syarat lainnya, yaitu: debitur harus menyetujui seluruh data yang ada di telepon genggam (HP) bisa diakses Vloan.

Setelah data nasabah dapat diakses Vloan, menurut Ricky, proses pinjam meminjam uang akan terlaksana.

Menurut Ricky, debitur pun mengirimkan nomor rekening sebagai penampung uang pinjaman dari aplikasi Vloan. Sementara, Vloan menggunakan jasa payment gateway Xendit, BluePay, dan DOKU untuk mengirimkan dana pinjaman ke debitur.

Namun, dalam proses pinjaman yang dilakukan antara debitur dan Vloan, para peminjam tidak menerima pagu pinjaman yang telah disepakati bersama.

Misalnya, jika nasabah meminjam dana sebesar Rp1.000.000, maka Vloan akan melakukan transfer dana ke rekening debitur dengan nilai yang berbeda. Kisarannya mulai dari Rp825 ribu, Rp875 ribu, dan Rp900 ribu.

Terkait dengan dugaan penggunaan Xendit dalam jasa pengiriman uang, Direktur Utama Xendit, Theresia Sandra Wijaya mengatakan layanan kerja sama Xendit dengan Vloan sudah dihentikan sejak 29 Oktober 2018.

"[Itu] tidak benar, karena layanan Xendit ke pihak yang di maksud sudah di-terminate," kata Theresia dalam keterangan tertulis kepada Tirto, Kamis (10/1/2019).

Menghubungi Semua Kontak Debitur

Permasalahan terjadi ketika tujuh hingga 14 hari dari batas waktu peminjaman berakhir, tapi debitur belum melunasinya.

Menurut Ricky, jika ada debitur yang telat membayar utang, maka para desk collector ini tidak segan-segan mengakses data debitur dan menghubungi semua kontak yang ada di dalam telepon genggam mereka.

Salah satu contohnya adalah dengan membuat grup atas nama debitur yang dipegang oleh desk collector dari Vloan.

Sementara anggota dalam grup tersebut adalah orang-orang terdekat debitur yang bisa ditagih uangnya untuk membayar utang.

Jika masih juga belum ada yang membayar, maka para desk collector ini langsung mengirimkan konten-konten porno yang berisi cibiran dan ancaman agar kawan terdekat debitur membayar utang temannya itu.

Desk collector bahkan akan menyampaikan pesan berbau pornografi atau sexual harassment kepada korban yang sudah tergabung dalam grup yang dibuat oleh desk collector itu.

Sedangkan desk collector lainnya yang tergabung dalam grup WhatsApp ikut-ikutan membuat suasana semakin panas dan memberikan tekanan batin kepada korban atau debitur yang belum melunasi utangnya.

“Ada empat orang tersangka, IR, PJ, RS, WW [yang] sudah diamankan. Keempat orang ini [adalah] desk collector,” kata Ricky.

Debitur Kena Cyber Bullying Sampai Dipecat

Koordinator Korban Peminjaman Online Nasional Ling Kuisung yang datang dalam konferensi pers di Bareskrim Polri mengatakan, ada tiga orang yang akhirnya melapor ke polisi karena mendapat perlakukan dari penagih utang dengan cara tidak etis.

Ling yang juga korban P2P lending ilegal ini mengatakan, skema pendaftaran sebelum bisa mendapatkan pinjaman, para calon debitur harus mengunduh aplikasi Vloan.

Calon debitur juga harus memberikan data diri sesuai kebutuhan aplikasi, berfoto selfie dengan memegang KTP.

“Disuruh juga upload NPWP, KK, kemudian dia minta izin untuk mengakses data yang ada di handphone dan email kami. Tapi di situ keterangannya tidak untuk disebarluaskan, tapi hanya untuk verifikasi,” kata Ling.

Namun faktanya, kata Ling, Vloan malah memanfaatkan data tersebut. Jika debitur terlambat membayar meskipun hanya satu hari, kata Ling, Vloan langsung membuat grup WhatsApp yang anggotanya berisi data kontak si debitur.

“Disebarluaskan lah utangnya, 'eh teman kamu punya utang nih, tolong dibayarin dong'. Yang terparah ya diposting video porno,” kata Ling.

Dalam grup tersebut juga ada debitur yang ditagih uangnya. Sehingga penekanan berupa hinaan yang diberikan Vloan terhadap debitur dapat terbaca oleh orang-orang terdekat debitur.

“Begitu telat membayar dia mengakses data kontak, lalu membuat grup, di-invite lah teman-teman si peminjam ini. Ini istilahnya sudah menyadap ya, karena dia melalui email. Setelah teman-temannya dimasukin, baru lah si peminjam dimasukin. Syok lah, gitu,” kata Ling.

Menurut Ling, dalam grup tersebut debitur dipermalukan dan ditekan. Padahal, kata Ling, uang yang dipinjam tidak terlalu besar, hanya Rp1,2 juta. Namun, penagihan yang dilakukan berlebihan dan dengan cara menghujat.

“Betul ditekan, dihina habis-habisan. Di-share KTP kami, aplikasi pengajuan pinjaman kami, data-data persyaratan semuanya disebar,” kata Ling.

Tak hanya itu, kata Ling, para debitur yang menjadi korban cyber bullying, bahkan ada yang dipecat dari pekerjaannya. Sebab, orang-orang terdekat, rekan kerja, sampai atasan debitur mendapatkan teror dari pihak Vloan.

“Jujur saja, ada salah satu korban yang dipecat karena aplikasi ini, kena SP3 dikeluarkan. Karena dia [penagih] itu neror ke kantor. Telpon ke bosnya, terus berkali kali, sehari bisa sampai beberapa kali telpon,” kata Ling.

OJK: Vloan Fintech Ilegal

Vloan adalah salah satu dari 404 fintech P2P lending ilegal yang kegiatannya tidak terdaftar di OJK. Ketua Satuan Tugas Waspada Investigasi OJK, Tongam L Tobing menjelaskan kejadian ini merupakan kasus yang pertama kali ditemukan.

“Kasus pertama ini kegiatan penagihan yang tidak beretika. Pelaku fintech harusnya belajar dari sini, karena penegakan hukum akan dilakukan pada fintech lain yang melakukan hal yang sama,” kata dia.

Hingga saat ini, kata Tongam, baru terdapat 88 fintech yang terdaftar di OJK.

Tongam menjamin jika masyarakat mengakses fintech yang sudah terdaftar, maka perlindungan terhadap debitur akan terjamin.

“Ada 88 fintech terdaftar sehingga perlindungan pada konsumen bisa terjamin,” kata Tongam.

Sementara itu, Kepala Subdirektorat Penyidikan Kemenkominfo Teguh Afriyadi menjelaskan, lembaganya sudah menutup Vloan berdasarkan arahan dari OJK.

Menurut dia, sejak Agustus 2018 Kemenkominfo sudah memblokir 527 website dan aplikasi fintech ilegal.

“Cyber patrol kami verifikasi ke OJK setiap permohonan soal ini. Kominfo mendukung penuh untuk melakukan blokir,” kata Teguh.

====

PEMBARUAN

Pada Kamis, 10 Januari 2019, pukul 19.10 WIB, naskah ini mengalami pembaruan isi. Kami menambahkan klarifikasi dari manajemen Xendit, yang menyatakan pihaknya sudah tidak bekerja sama dengan Vloan sejak 29 Oktober 2018.

Baca juga artikel terkait P2P LENDING atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Hukum
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz