tirto.id - Perempuan yang berpisah dengan suaminya, baik berpisah cerai hidup maupun berpisah karena meninggal wajib memahami tentang masa iddah. Lantas, apa yang dimaksud dengan masa iddah?
Dalam Islam, masa iddah adalah periode menunggu bagi seorang perempuan usai perceraian atau ditinggal wafat suaminya sebelum membuka diri untuk pernikahan baru. Menghitung masa iddah menjadi hal yang penting untuk dipastikan oleh seorang perempuan.
Durasi masa iddah memiliki ketentuan yang berbeda sesuai dengan sebab berpisahnya. Masa iddah cerai gugat atau masa iddah cerai hidup berbeda dengan masa iddah karena suami meninggal.
Masa iddah ini tidak sekadar waktu kosong, tetapi bagian penting dalam menjaga hukum pernikahan. Islam menjaga supaya tidak terjadi percampuran nasab dan memberi waktu bagi perempuan untuk lebih tenang, baik secara spiritual maupun emosional sebelum membuka diri untuk pernikahan selanjutnya.
Banyak kebaikan dan hikmah dalam penerapan masa iddah. Salah satunya menjadi momen refleksi atau dalam Islam dikenal dengan muhasabah diri terkait dengan pernikahan yang telah berakhir.
Cara menghitung masa iddah suami meninggal wajib diperhatikan baik-baik supaya tak terjadi kesalahan. Pertanyaan yang tak kalah penting tentang cara menghitung masa iddah ialah masa iddah dihitung sejak kapan?
Masa Iddah dalam Gugat Cerai (Khulu’)
Masing-masing masa iddah memiliki perhitungan waktu tersendiri. Masa iddah gugat cerai atau dalam istilah Fikih disebut dengan khulu’ berbeda dengan masa iddah cerai talak (yang dijatuhkan suami). Namun, juga ada perbedaan pendapat terkait masa iddah dua perceraian tersebut.
Khulu’ sendiri terjadi ketika perempuan mengajukan cerai kepada suaminya. Berdasarkan pandangan mayoritas ulama mazhab Syafi’i dan Maliki, masa iddah cerai gugat adalah satu kali haid.
Namun, sebagian ulama Hanafi berpendapat iddahnya tetap tiga kali haid sebagaimana cerai biasa, demi menjaga kehati-hatian. Apabila perempuan tersebut belum haid, telah menopause atau sedang hamil, maka masa iddahnya mengikuti kondisi khusus tersebut.
Melansir laman Pengadilan Agama Blitar, ulama telah berbeda pendapat tetang masa iddah khulu'. Pendapat Jumhur ulama (Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah) menyatakan bahwa iddah seorang perempuan yang meminta khulu' sama dengan iddah wanita yang ditalak, yaitu tiga quru’ (tiga kali haid).
Pendapat ini dilandaskan pada firman Allah Swt. dalam QS. Al-Baqarah ayat 228: “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’”. Penguat pendapat ini juga karena khulu’ adalah perpisahan antara suami istri usai adanya perkawinan (dukhul), maka iddahnya tiga quru’ sebagaimana perpisahan selain khulu’.
Selain pendapat tersebut, ada juga pendapat kedua yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ustman bin Affan, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas bahwa ‘iddah bagi wanita khulu’ adalah cukup dengan satu kali haid. Dalilnya ialah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i dan Ibnu Majah bahwa Rasulullah saw. menjadikan ‘iddah istri Tsabit bin Qais satu haid saja.
Cara Menghitung Masa Iddah Gugat Cerai
Ilustrasi Muslimah Bersedih. foto/IStockphoto

Cara menghitung masa iddah gugat cerai disesuaikan dengan keadaan biologis istri. Penjelasannya, sebagai berikut:
1. Jika Masih Haid (Normal)
Masa iddah bagi perempuan yang masih haid normal ialah tiga kali suci. Ini artinya setelah bersih dari haid sebanyak tiga kali, masa iddah selesai. Hitungan masa iddah ini sejak masa suci pertama usai perceraian.2. Jika Tidak Haid (Karena Usia atau Belum Haid)
Masa iddah untuk perempuan yang tidak haid (karena usia atau belum haid) adalah tiga bulan kalender. Ini terhitung sejak perceraian ditetapkan.3. Jika Sedang Hamil
Perempuan yang sedang dalam keadaan hamil saat perceraian ditetapkan, maka masa iddahnya ialah sampai ia melahirkan. Penjelasan ini ditegaskan dalam QS. At-Talaq: 4.وَالّٰۤـِٔيْ يَىِٕسْنَ مِنَ الْمَحِيْضِ مِنْ نِّسَاۤىِٕكُمْ اِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلٰثَةُ اَشْهُرٍۙ وَّالّٰۤـِٔيْ لَمْ يَحِضْنَۗ وَاُولٰتُ الْاَحْمَالِ اَجَلُهُنَّ اَنْ يَّضَعْنَ حَمْلَهُنَّۗ وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مِنْ اَمْرِهٖ يُسْرًا ٤
Wal-lâ'i ya'isna minal-maḫîdli min nisâ'ikum inirtabtum fa ‘iddatuhunna tsalâtsatu asy-huriw wal-lâ'i lam yahidln, wa ulâtul-aḫmâli ajaluhunna ay yadla‘na ḫamlahunn, wa may yattaqillâha yaj‘al lahû min amrihî yusrâ
“Perempuan-perempuan yang tidak mungkin haid lagi (menopause) di antara istri-istrimu jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya) maka idahnya adalah tiga bulan. Begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid (belum dewasa). Adapun perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka adalah sampai mereka melahirkan kandungannya. Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.”
Pertanyaan selanjutnya ialah masa iddah dihitung sejak kapan? Masa iddah mulai dihitung sejak putusan Pengadilan Agama berkekuatan hukum tetap dalam kasus gugat cerai. Bukan sejak gugatan diajukan.
Cara Menghitung Masa Iddah Suami Meninggal
Cara menghitung masa iddah disebabkan suami meninggal berbeda dari cerai biasa. Masa iddah karena suami meninggal ialah empat bulan sepuluh hari sejak hari meninggalnya suami. Hal ini dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah: 234, sebagai berikut:
وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًاۚ فَاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ٢٣٤
Walladzîna yutawaffauna mingkum wa yadzarûna azwâjay yatarabbashna bi'anfusihinna arba‘ata asy-huriw wa ‘asyrâ, fa idzâ balaghna ajalahunna fa lâ junâḫa ‘alaikum fîmâ fa‘alna fî anfusihinna bil-ma‘rûf, wallâhu bimâ ta‘malûna khabîr
“Orang-orang yang mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian, apabila telah sampai (akhir) idah mereka, tidak ada dosa bagimu (wali) mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Ayat di atas secara tegas menjelaskan bahwa perempuan yang ditinggal meninggal suaminya memiliki masa iddah selama empat bulan sepuluh hari. Jika kondisinya istri sedang hamil, maka masa iddahnya hingga ia melahirkan.
Memperhatikan hitungan masa iddah menjadi kewajiban penting bagi perempuan yang berpisah dari suaminya, baik karena ditinggal meninggal atau karena perceraian. Semua kondisi sudah ada ketentuannya dalam syariat Islam dengan tujuan mulia demi menjaga kemaslahatan.
Pemahaman terkait masa iddah wajib diperhatikan supaya tidak terjadi kekeliruan dalam melangkah menuju pernikahan baru. Manfaatkanlah waktu selama masa iddah untuk banyak menenangkan diri dan senantiasa mendekatkan diri pada Allah Swt.
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Nurul Azizah & Yulaika Ramadhani