tirto.id - Tanggal 28 Januari, dunia memperingati Privacy Data Day atau Hari Privasi Data, sebagai tanda pentingnya menjaga privasi data. Tiga hari kemudian, Presiden Indonesia keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar konferensi pers membahas hak privasinya yang diinjak-injak. Keduanya memang tak ada kaitan, tetapi sama-sama mengingatkan kita kalau ruang privasi itu penting diperjuangkan.
Hal ini juga mengingatkan kita tentang ironi hari ini: ketika zaman yang semakin canggih rupanya berbanding lurus dengan ruang privasi yang kian sempit.
Lebih ironi lagi karena gawai pintar sering berlaku sebagai pembocor rahasia kita sendiri: Google Maps merekam jejakmu, aplikasi kesehatan PillDrill bisa merekam kondisi kesehatanmu, aplikasi Fitbit bahkan merekam seberapa besar determinasi kita untuk sehat, Siri atau Alexa lebih intim—mereka merekam semua tabiat yang kita suka dan tidak.
Artinya, leler meletakkan gawai pintar membuka peluang kehilangan informasi-informasi penting yang bersifat pribadi. Satu-satunya cara mencegah hal ini hanya dengan menjaga baik-baik seluler Anda, atau sama sekali tak menyimpan informasi berharga di sana.
Informasi-informasi bersifat pribadi itu bisa jadi sangat berbahaya bila dimanfaatkan orang-orang tidak bertanggung jawab. Misalnya seperti yang terjadi pada Cut Tari, Luna Maya, dan Ariel 'Noah'. Mereka harus menanggung dampak negatif saat video intimnya tersebar 2010 silam, karena seluler Ariel tempat rekaman itu bersemayam, hilang.
Apalagi, informasi-informasi itu juga jadi semakin berharga. Berdasarkan laporan The New York Times,500 juta akun Yahoo yang dibobol September lalu bernilai 200-300 ribu dolar Amerika, bahkan bisa lebih. Dengan data-data pribadi itu, seseorang bisa saja membajak rekening bank, atau merencanakan perampokan di rumah mewah Anda. Atau lebih sederhana, seperti yang dilakukan penyebar video Ariel: mempermalukan Anda.
Lalu, apa lantas kita menolak kecanggihan teknologi?
Pada dasarnya, tak semua orang merasa ada yang penting dari percakapan sehari-harinya, seperti Pak SBY. Tak semua orang pula merasa selulernya menyimpan banyak rahasia. Misalnya, salah satu supir Gojek yang pernah saya tumpangi. “Ya kalau enggak ada yang disembunyikan, apa yang perlu ditakutkan?” katanya saat kami membahas GPS yang berujung pada kecanggihan seluler masa kini.
Tapi ia juga tak rela kalau pencuri telepon genggamnya, juga menguras rekening banknya cuma karena berhasil menemukan catatan-catatan sandi penting yang ia catat di seluler yang sama. Dilema itu akhirnya membuat ia yakin kalau menjaga privasi itu penting.
Salah satu orang paling canggih di dunia, Mark Zuckerberg sang pemilik Facebook bahkan memplester kamera dan memasang peredam suara di laptopnya. Ini sebagai bentuk proteksi dari upaya pembajakan. Cara yang dilakukan Zuckerberg ini juga dipraktikkan Edward Snowden, setelah ia mengetahui kalau Pemerintah Amerika Serikat diam-diam punya akses membajak rakyatnya sendiri melalui gawai pintar mereka. Seperti yang dipertontonkan dalam biofilmnya berjudul Snowden.
Cara Menangkal Pembajakan Informasi di Rumah
Oleh Brian X. Chen, penulis Teknologi The New York Times, cara Zuckerberg itu dirangkum dalam artikel “Here Is How to Fend Off a Hijacking Home Devices”. Dalam tulisan itu, Chen juga merangkum sejumlah cara lain untuk menangkal pembajakan informasi yang bisa terjadi di rumah; mengingat rumah-rumah di zaman ini juga semakin canggih karena dipasangi wi-fi, perangkat TV terkoneksi internet, kulkas pintar, lampu pintar, atau bahkan asisten rumah tangga virtual macam Alexa dari Amazon atau Jarvis yang ada di rumah Mark Zuckerberg.
Poin penting pertama adalah riset sebelum membeli. Menurut Chen, mencari tahu spesifikasi alat-alat elektronik yang ingin dibeli adalah kewajiban. Terutama perangkat wi-fi, pesawat televisi, atau piranti keamanan. Ia juga menggambarkan kalau jenama besar—yang memang memikirkan keamanan saat menciptakan perangkat mereka—patut dipertimbangkan sebagai pilihan.
Kedua, memperkuat keamanan wi-fi adalah alternatif lain. Salah satu caranya menggunakan dua koneksi wi-fi yang berbeda. Memisahkan wi-fi yang digunakan untuk lampu dan kulkas pintar Anda serta piranti lain dengan wi-fi yang digunakan untuk komputer, tablet, dan seluler sangat disarankan. Pembajak akan kesulitan mencuri informasi jika ada dua wifi berbeda yang digunakan.
Trik selanjutnya adala memasang password yang Anda sendiri sulit tebak. Kebiasaan manusia membuat password berdasarkan proximity alias kedekatan dengan pribadinya masih belum berubah. Jadi, ada baiknya membuat password yang Anda sendiri tak sangka bakal jadi password Anda. Kalau bisa bikin yang sendiri susah ingat, berbeda untuk semua perangkat.
Saran keempat Chen adalah untuk terus meng-update perangkat Anda secara reguler. Perusahaan perangkat-perangkat yang Anda beli juga selalu melakukan peng-upgrade-an setiap saat. Bisa jadi keamanan juga jadi poin yang selalu dikembangkan. Maka meng-update-nya secara reguler adalah jalan baik.
Terakhir, Chen mengutip cara Zuckerberg untuk memasang ‘mute’ pada gawai pintar. Seperti yang dituliskannya, sejumlah piranti teknologi turut menciptakan perangkat ‘mute’ atau tombol kelu untuk menghalangi pembajak mendengarkan pembicaraan Anda lewat komputer ataupun seluler di rumah. Misalnya pengeras suara yang diproduksi Amazon Echo dan Google Home. Dengan hal ini, keamanan rumah Anda mungkin lebih terjaga dari pembajakan informasi.
Pilihan-pilihan di atas mungkin bisa jadi alternatif untuk tetap menikmati kecanggihan teknologi sambil mawas atas privasi diri.
Penulis: Aulia Adam
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti