tirto.id - Proses seleksi calon komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) periode 2017-2022 sedang berlangsung. Sudah ada 60 nama lolos tahap pertama dan selanjutnya akan diseleksi lagi hingga berjumlah 28-30 orang.
Pada 17-18 Mei 2017 lalu, 60 nama calon komisioner menggelar dialog publik yang diselenggarakan di Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM, Kuningan, Jakarta.
Setelah itu, Panita Seleksi mengandeng sejumlah LSM untuk menelusuri latar belakang dan rekam jejak 60 orang tersebut. Tujuannya untuk menemukan calon komisioner yang tepat dan kredibel untuk urusan independensi, kapasitas, integritas, dan koperatif.
Koalisi Selamatkan Komnas HAM, salah satu LSM yang terlibat proses ini menggunakan acuan kompetensi, integritas, independensi, dan kapasitas. Koalisi ini telah mengantongi sejumlah temuan dari penelusuran dan penilaian selama sebulan terakhir. Koalisi ini termasuk di dalamnya ada Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)
“Penelusuran rekam jejak ini dimaksudkan sebagai laporan alternatif dan juga pertimbangan bagi Panitia Seleksi (Pansel). Untuk proses pengambilan datanya sendiri ada melalui wawancara, observasi, pemantauan media massa, pemantauan media sosial calon, dan catatan selama proses dialog publik,” kata anggota koalisi dari ELSAM, Andi Muttaqin di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (2/7).
Dari penelusuran ini didapati beberapa temuan yang cukup menarik, antara lain ada 13 calon komisioner yang memiliki kedekatan atau berafiliasi dengan partai politik. Temuan ini tentu sangat berharga karena menyangkut persoalan independensi calon komisioner Komnas HAM. Tercatat juga ada 13 calon komisioner yang berafiliasi dengan industri yang memiliki masalah isu HAM. Sebanyak 9 calon terindikasi memiliki kedekatan dengan kelompok radikal. Munculnya nama-nama yang terindikasi berisiko bagi jabatan komisioner karena proses seleksinya masih tahap awal.
“Kami rasa dari 120 orang yang kemarin mendaftar, 60 nama yang lolos ini baru sampai sejauh mana pemahaman tentang HAM-nya. Masih ada beberapa proses yang harus dilakukan. Nanti kan masih ada proses wawancara, serta ada proses (seleksi) dari DPR, dan segala macam,” kata Direktur Pusat Bantuan Hukum Indonesia Totok Yuliyanto.
Koalisi ini juga mencatat ada 19 orang dinilai sebagai calon komisioner yang baik, 23 orang lainnya tergolong cukup baik, sementara 5 orang masih harus mendalami isu-isu soal HAM.
Selain masalah independensi, ada pula soal kapasitas calon komisioner yang menjadi sorotan. Koalisi memperoleh temuan bahwa 11 orang memiliki masalah dalam hal kerja sama, 16 orang bermasalah dalam hal komunikasi, 9 orang bermasalah dalam hal pengambilan keputusan, 12 orang terkait kinerja, dan 12 orang bermasalah dalam hal manajerial.
“Proses tracking untuk masalah kapasitas komisioner dilakukan dengan mewawancarai rekan kerjanya di kantor. Kami juga mencari tahu dari lingkungan sekitarnya,” ungkap Totok.
Penilaian yang tak kalah penting menyangkut integritas para calon komisioner. Beberapa calon terindikasi bermasalah dengan isu korupsi alias tak bersih.
“Temuannya, 5 orang terkait masalah korupsi atau gratifikasi, 11 orang dalam hal kejujuran, 8 orang terkait kekerasan seksual, dan 14 orang bermasalah dalam isu keberagaman,” ujar Totok.
Selain independensi, kapasitas, integritas, ada juga aspek koperatif dari masing-masing calon komisioner. Sejumlah calon komisioner keberatan untuk diwawancara. “Karena kami melakukan penelusurannya dengan wawancara, ada 5 calon yang menolak untuk diwawancara, sementara 7 calon lainnya tidak memberikan informasi secara detail,” kata Totok.
Sedangkan Andi Muttaqin dari ELSAM juga mengakui tidak semua calon komisioner bersedia untuk dicari tahu latar belakangnya.
“Kami menggali pengalaman dan juga kompetensi. Kami menghubungi (calon komisioner) lewat telepon dan WhatsApp. Ada 5 nama yang tidak merespon. Sementara untuk yang tidak memberikan informasi secara detail, itu berarti hanya menjawab sebagian dari 14 pertanyaan (yang diajukan),” jelas Andi.
Tugas Koalisi Selamatkan Komnas HAM memang sebatas memberikan informasi dan data kepada panitia seleksi komisioner. Sehingga tidak bisa menjabarkan nama-nama calon bersangkutan.
“Seluruh nama diserahkan ke Pansel. Karena memang yang memiliki legalitas itu adalah Pansel sendiri. Sehingga kami berharap teman-teman di Pansel sendiri juga bisa terbuka ke media massa,” ucap Andi.
Dari 60 calon komisioner saat ini rata-rata berasal dari golongan tua dengan rentang usia 40-49 tahun, kebanyak berasal dari Jabodetabek dan Jawa Barat. Menurut rencana, hasil temuan koalisi akan diserahkan kepada Pansel Komisioner Komnas HAM hari ini (3/7/2017).
Hal Baru Seleksi Komisioner Komnas HAM
Proses seleksi komisioner periode 2017-2022 memang berbeda dari sebelumnya. Adanya inisiatif membentuk koalisi sebagai bentuk pengawasan ini memang baru kali pertama dilakukan. Pola semacam ini juga sudah berlangsung di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kalau untuk Komnas HAM memang ini merupakan pengalaman pertama kami. Namun banyak di (proses seleksi) komisioner lain, seperti KPK, sudah dilakukan (pengawasan) seperti ini,” timpal Totok.
Anggota koalisi dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Wahyu A. Perdana menuturkan dibentuknya koalisi ini merupakan reaksi atas keresahan terhadap kualitas Komnas HAM periode sebelumnya. “Jarang-jarang kita berkumpul lintas sektor. Jadi relatif dari banyak sektor sebenarnya punya keresahan yang sama,” kata Wahyu.
“Dengan dibentuknya koalisi ini, kita ingin agar masukan yang diberikan jadi tidak sporadis, serta saling bisa menutupi kekurangan masing-masing. Pada dasarnya, kita ingin masukan yang diberikan jadi lebih sistematis, sehingga syukur-syukur ini bisa diterima,” tambah Wahyu.
Pihak koalisi mengakui selama ini masalah yang terjadi institusi Komnas HAM datang dari sejumlah komisioner yang memiliki kepentingan masing-masing. Misalkan ada dugaan korupsi maupun permasalahan penyelewengan anggaran di Komnas HAM. Mekanisme baru ini diharapkan dapat menghasilkan komisioner Komnas HAM yang tepat.
Namun, proses semacam ini bukan tanpa masalah, koalisi juga punya tantangan menjaga integritas selama proses penelusuran dan penilaian rekam jejak calon komisioner. Koalisi mengajak para ahli dan akademisi dari luar koalisi untuk memberikan penilaian akhir sebelum diserahkan ke panitia. Selain itu, koalisi juga mencegah terjadi faktor kedekatan dengan calon komisioner yang kebetulan adalah alumni dari LSM yang tergabung dalam koalisi penilai rekam jejak.
“Sehingga apabila saya kenal dengan salah satu calon, sebisa mungkin saya menghindar, dan orang yang melakukan penelusuran ditukar,” ucap Andi.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Suhendra